"Kamu Rania, kamu yang paling beharga buat aku." Kata-kata Rehan yang selalu terngiang-ngiang di telinga Rania. Seberusaha keras apa pun ia mencoba menghempasnya, kalimat itu tetap saja berputar-putar di dalam kepalanya seperti gasing. Memusingkan! Rania memang tak menganggap serius ucapan Rehan siang tadi. Tapi ia juga tidak bisa mengabaikan begitu saja ucapan laki-laki itu. Apalagi setelah mendengar permintaan dari bosnya tersebut. "Please, jangan pernah pergi dari aku, kecuali aku mengizinkan kamu buat pergi. Ini bukan sekadar permintaan, tapi ini perintah Rania. Kamu nggak boleh pergi tanpa seizinku.TITIK!" Bayangan akan terlepas dari jeratan lelaki itu pun seketika sirna. Bagaimana Rania bisa merealisasikan keinginannya untuk bebas, kalau Rehan saja memperlakukan dirinya seperti