Cahaya pagi menyusup pelan melalui celah tirai, membelai kulit Clarissa yang masih hangat oleh sisa mimpi. Tubuhnya bergerak pelan, setengah sadar, namun sudah dikuasai oleh gelombang hasrat yang lembut dan mengalir seperti arus sungai yang tenang namun tak terbendung. Dante menyentuhnya dengan sabar, seolah sedang melukis di atas kanvas hidup. Setiap sentuhan adalah bisikan, setiap kecupan adalah mantra yang menghidupkan bagian-bagian dirinya yang tersembunyi. Clarissa menyerah dalam diam, membiarkan tubuhnya menjawab lebih jujur dari kata-kata yang tak terucap. Ia tidak lagi merasa malu, bahkan ketika tak ada lagi yang tersisa untuk disembunyikan. Dalam hangatnya pelukan, ia merasa diterima sepenuhnya—rapuh, terbuka, dan benar-benar hidup. “Harum sekali tubuhmu, dadamu juga indah dan