Sebenarnya Aska tidak bisa makan sambel atau makanan pedas lainnya. Namun, kali ini dia terpaksa makan sambel. Gengsi dong pada Rindu dan mamanya kalau hanya karena urusan sambel Aska tidak jadi makan. Sambil terus mengeluarkan keringat dan banyak minum, Aska terus menghabiskan makanannya.
"Mau tambah, Sa?" tanya Rindu menawarkan.
"Makasih, Rin, aku udah kenyang."
Tak lama kemudian sambel itu mulai bereaksi di perut Aska. Dia pun segera pamit agar tidak ketahuan jika merasa sakit perut di depan Rindu. Perempuan itu pasti merasa puas dan bahagia melihatnya menderita.
"Aku pulang dulu, ya. Takut kemalaman sampe rumah." Aksa terlihat meringis menahan rasa sakit di perutnya.
"Kemaleman apaan? Dulu aja pulang tengah malam, mana peduli sama istri yang lagi hamil di rumah," batin Rindu sambil menahan tawa dalam hati.
"Iya, Sa. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut loh," pesan Utari pada Aksa.
Sepeninggalnya Aksa, Rindu mencari album foto pernikahannya dengan Aksa. Rencananya malam itu dia akan menceritakan semuanya pada Rafa agar anak itu tidak merasa sedih lagi karena belum bertemu dengan papanya.
Setelah menemukan album foto itu dia ajak Rafa ke kamar sekalian menemaninya tidur malam. Sampai di kamar Rindu dan Rafa naik ke ranjang. Dia pun mulai membuka album foto itu.
"Ini siapa, Raf? Rafa kenal enggak?" tanya Rindu sambil memperhatikan ekspresi anaknya.
"Om yang tadi bukan?" tanya Rafa balik.
"Iya, om yang tadi namanya Aksa."
"Terus Mama sama om Aksa lagi ngapain?" Rafa pun penasaran dengan foto-foto itu.
"Om sama Mama pernah menikah. Ini fotonya dan semua acaranya."
Rafa menganggukkan kepala. "Eh, ada nenek sama kakek juga."
"Menikah itu apa, Ma?"
Rindu pun menjelaskan semuanya pada Rafa. Apa itu menikah? Sampai cerita bagaimana Rafa lahir ke dunia. Namun, satu hal yang tidak diceritakan Rindu pada Rafa adalah jika dia sudah berpisah dengan Aksa. Biarlah anak itu hanya tahu jika dia masih memiliki orang tua lengkap yang tidak tinggal bersama.
"Jadi, om itu papanya aku, Ma?" Tampaknya Rafa sudah paham dengan apa yang dijelaskan Rindu padanya.
"Iya, Sayang. Terus gimana?"
"Ya sudah, nanti kalau papa main ke sini lagi, aku panggil papa." Rafa menjawab dengan santai. Semudah itu dia menerima kehadiran Aska sebagai papanya. Membuat Rindu merasa heran.
"Rafa enggak marah sama Mama karena baru cerita sekarang? Terus Rafa enggak kaget pas tahu om Aska adalah papanya Rafa."
Rafa mengerutkan dahi. "Marah? Kenapa harus marah sama Mama? Mama kan baik dan selalu sayang sama aku. Terus, papa juga baik, beliin mainan. Aku kan jadi seneng, Ma. Semoga besok-besok kalau papa ke sini aku dibawain mainan lagi." Rafa pun tersenyum manis.
Rindu bisa merasa lega, ternyata tidak sesulit itu menjelaskan semuanya pada Rafa. Padahal selama ini dia terus memikirkan cara untuk memberitahu Rafa, tetapi selalu gagal karena terus membayangkan anak itu akan marah padanya. Kenyataan kadang berbanding terbalik dengan kenyataan. Apa yang dianggap sulit ternyata belum tentu sesulit itu jika sudah dicoba.
"Kalau gitu sekarang kita tidur yuk. Besok kan Rafa sekolah lagi."
Rindu turun dari ranjang menyimpan album foto dan mematikan lampu kamar. Malam itu dia ingin tidur bersama dengan Rafa sambil memeluk anaknya. Anak yang selalu menemani kesedihan, kesulitan dan kebahagiaan hidupnya selama beberapa tahun terakhir ini.
***
Aska tiba di rumah tanpa menyapa sang mama yang membukakan pintu karena dia merasa sudah tidak kuat lagi menahan sesuatu yang akan keluar dari bagian belakang. Pria itu berlari ke kamarnya dan langsung menuju kamar mandi sampai akhirnya dia merasa lega. Namun, rasa sakit di perutnya tidak hilang dan terus dia rasakan sampai besok paginya.
Aska benci membayangkan Rindu tertawa puas karena telah menyiksa perut Aksa malam itu. Dia berjanji akan mencari Rindu ke tokohnya dan meminta pertanggung jawaban perempuan itu.
Pria itu berangkat ke kantor dengan tubuh lemas karena sering bolak-balik ke kamar mandi. Sampai kantor pun dia masih tetap begitu. Rasanya begitu menyiksa bagi Aska.
Tiba di depan toko kue Rindu dia langsung masuk dan mencari perempuan itu yang sedang menyusun pastri di etalase. Tanpa permisi, Aksa masuk melalui pintu dekat kasir berjalan mendekati Rindu lalu menarik lengannya menuju dapur.
"Kamu harus tanggung jawab!" Desak Aksa pada Rindu.
Perempuan itu menatap heran pada Aksa. Penampilannya terlihat berantakan dan wajahnya terlihat kuyu. Rindu agak merasa kasihan pada mantan suaminya itu.
"Tanggung jawab? Emang aku ngapain kamu?" Rindu berlagak tidak tahu apa-apa. Dia pun bertanya dengan nada angkuh.
"Alah, pura-pura enggak tahu kamu, ya. Pokoknya aku minta kamu tanggung jawab sekarang! Karena siapa aku semalaman enggak bisa tidur karena sakit perut dan harus bolak-balik ke kamar mandi?"
Demi apa tawa Rindu hampir meledak mendengar ucapan Aksa. Namun, dia menahannya sekuat tenaga dengan mengigit bibir.
"Ok, aku akan tanggung jawab, kamu tunggu di sini."
Rindu menuju kotak obat yang ada di toko, mengambil obat diare dan mengambil yakult di lemari es. Dia berikan semua itu pada Aksa.
"Minum ini dua tablet. Terus ini juga, kalau masih sakit perut minum terus dua tablet, ya!" Rindu meletakkan semua di telapak tangan Aksa.
"Kamu enggak ada niatan mau bunuh aku dengan obat ini, kan?" Aksa menatap curiga pada Rindu. Dia masih belum percaya perempuan itu memberikan obat yang benar.
"Kalau ada apa-apa ke sini lagi. Nanti aku telepon ambulans buat bawa kamu ke rumah sakit. Udah sana, aku mau buka toko, jangan sampai toko ini sepi karena ada kamu di sini jadi bawa sial, paham?"
Rindu membalikkan tubuh Aksa lalu mendorong terus tubuh pria itu sampai keluar toko. Aska hanya bisa pasrah saja tubuhnya didorong oleh Rindu.
"Kamu harus kerja juga, kan? Usah sana!" Rindu tidak segan-segan mengusir Aska dari tokonya.
Dia pun dengan pasrah berjalan kembali ke kantornya sambil membawa obat dan yakult dari Rindu. Sampai di ruangannya Aska meminum obat diare itu sebanyak dua tablet seperti apa yang dikatakan Rindu. Setelah itu dia bekerja kembali. Rasa sakit di perutnya masih terasa, tetapi perlahan mulai berkurang.
Pada jam makan siang dia memesan beberapa pastri di toko kue Rindu, dengan spesial rikuest. Pemilik toko harus datang sendiri mengantar pesanannya ke ruangan kerjanya. Awalnya Rindu menolak, tetapi Aksa memaksanya dengan mengatakan jika sakit perutnya bertambah parah dan Rindu harus bertanggung jawab.
Rindu pun terpaksa mengabulkan permintaan Aska. Dia merasa khawatir juga pada pria itu kalau sakit perutnya bertambah parah.
"Apa aku telepon ambulans sekarang, ya buat Aksa? Apa lihat dulu keadaannya?" tanya Rindu dalam hati sambil berjalan ke kantor Aksa. Dia pun akhirnya menelepon ambulans karena membayangkan Aksa terkapar di ruangan kerjanya karena dehidrasi.
Tak lama kemudian, ambulans pun datang bersama Rindu menuju ruangan kerja Aska.