Harvey menghela pelan, entah sudah berapa kali ia melirik jam yang melingkari lengan kirinya. Bibirnya terasa kering saking sering berdecak tak sabar dengan mata yang terus terarah pada koridor tempat di mana Giselle menghilang. Tidak. secara harfiah, Giselle bukan hilang begitu saja seperti tertelan bumi. Tapi bertemu dan bicara dengan Fanny. Mungkin sebagian orang berpendapat, Fanny adalah gadis baik. Tapi bagi Harvey, ia sudah tak lagi memercayai apa yang menjadi bagian dari masa lalunya. Kendati begitu, entah kenapa kepercayaan yang ia punya untuk Giselle serta orang-orang di sekiranya cukup membuatnya terkejut. Anggap saja dirinya singting di saat krisis kepercayaan dirinya lenyap, malah bisa-bisanya ia memberi kepercayaan itu. “Apa yang mereka bicarakan, sih? lama sekali!” gerutu H

