Pukul dua dini hari, aku menepuk tangan Mas Bima yang jelalatan ke mana-mana. Dia terlihat mengantuk, tapi ditahan hanya karena tidak mau mengalah. Kami ... sedang bermain kartu. Karena perjanjiannya, siapa yang menang boleh melakukan apa pun selama dua hari ke depan. Di awal dia menyetujui ajakanku dengan sombong, hanya saja dia tidak tahu kalau salah satu keahlianku adalah bermain remi.Setelah melempar kartu, Mas Bima berdecak jengkel, “Tolong kurangi keras kepalanya, Asha. Mas tahu kau ambisi untuk menang, tapi kalau permainan imbang empat kali berturut-turut, harusnya berinisiatif mengalah saja. Kau perempuan yang lapang dadaa dan lemah lembut. Mengalah bukan berarti kalah, tapi mengalah adalah pemenang yang sesungguhnya.” “Dikatakan oleh orang yang sama keras kepalanya.” Aku mendengk

