06: Cemburu

2255 Kata
"Apa? Pacaran?!" Dara yang awalnya santuy rebahan sambil ngupil jadi mengerjap kaget mendengar pekikan Fina. "Iya, eum ... kenapa emang?" Tanyanya benar-benar tak paham. Fina mematung, terdiam cukup lama. "Fin." Fina tanpa diduga justru tertawa lebar dengan keras. "HAHAHAHA ADUH CONGRATS LOH DAR!" Pekik Fina terlampau berlebihan membuat Dara jadi merinding sendiri. "H-hehe iya deh." Balas Dara meringis aneh. Fina menatap Dara dengan masker retak yang masih menutupi wajahnya. "Gue cuma kaget aja lo tiba-tiba pacaran sama Riki, kan kalian dulu tuh udah kayak Tom and Jerry." Ujarnya terkekeh pelan. Dara membulatkan bibirnya, iya juga sih pasti aneh memang karena tiba-tiba dirinya pacaran dengan Riki. "Gue aja juga kaget, kok tiba-tiba bisa pacaran sama Riki. Jodoh kalik." Celetuk Dara ngasal. Fina diam-diam menyorot Dara dengan wajah menyendu, namun saat Dara menoleh kearahnya Fina langsung merubah ekspresi nya sedrastis mungkin. "Iya jodoh tuh pasti, hehe." 'Mungkin Riki memang jodoh lo, Dar.' *** Tok tok tok! "Fina, Dara, cepet turun. Kita makan malam!" "Iya Om!" Teriak Dara dari dalam kamar. Lalu ia menoleh kearah Fina. "Ayo Fin kita turun." Fina menarik napas panjang. "Gue gak terlalu laper, lo aja makan sama Papah." Tolaknya karena memang sekarang Fina sedang tak ada mood untuk ngapa-ngapain. Dara jadi mengernyit aneh kearahnya. "Dih tumben." Cibirnya karena tau kalau Fina itu adalah makhluk omnivora paling rakus sedunia. Fina cuma menanggapi dengan senyuman kecilnya. "Gak papa lagian tadi sore gue udah ngemil banyak, bilangin ke Bokap gue ya." Pesannya yang langsung diangguki Dara. Dara selanjutnya melangkah pergi ke ruang makan, terlihat salah satu asisten rumah tangga Bagas sedang menghidangkan makanan ke atas meja. Dara pelan-pelan menarik kursi dan duduk di depan Bagas. Bagas terlihat kebingungan karena yang turun cuma Dara. "Hehe, Om." Sapa Dara menyengir bodoh seperti biasa. Bagas mendengus. "Mana Fina?" "Gak makan, tadi sore habis ngemil banyak katanya Om." Bagas jadi mendecak kecil. "Anak itu memang kebiasaan." Dara terlihat bertopang dagu menatap lurus kearah Bagas, kedua kakinya mengayun-ayun dibawah meja. Bagas yang hendak mengambil makanan jadi menoleh saat menyadari kalau gadis di depannya ini malah bengong menatapnya. "Kamu kenapa malah lihatin Saya? Sana cepet makan!" Ketus Bagas dengan wajah jutek nya. Dara justru tersenyum senang dimarahi Bagas. "Kok malah cengengesan sih?!" Heran Bagas benar-benar tak habis pikir. Dara berkedip pelan, "soalnya saya sudah lama gak denger Om marah, rasanya malah kangen." Ujarnya jujur membuat Bagas hampir tersedak. "Sudah cepat makan jangan banyak omong!" Omel Bagas memilih fokus mengambil lauk pauk daripada dengerin gombalan receh gadis di depannya ini. Dara langsung mencebik, akhirnya menurut untuk makan dalam diam. Meskipun tak dapat dipungkiri. Kalau diam-diam Dara selalu memperhatikan Bagas. *** Keesokan harinya Dara sudah pulang ke rumah, karena memang rencananya gadis itu juga mau ngurus kepindahan kuliahnya juga. Fina yang sudah mengantar Dara sampai depan gerbang berbalik masuk kembali ke dalam rumahnya, wajah bahagianya yang mati-matian ia pertahankan ketika di depan Dara seketika lenyap berganti wajah muram. "Fina?" Fina menghentikan langkah, melihat Papah nya sudah rapi dengan setelan jas kerja. "Kenapa kok murung begitu?" Tanyanya perhatian. Fina tersenyum kaku. "Gak papa, aku cuma sedih aja karena Dara pulang." Bohong nya karena tak mungkin mengaku kalau ia sedih mendengar Dara berpacaran dengan Riki. Bagas tersenyum geli mendengarnya. "Ya ampun sayang, bahkan sekarang kamu bisa ketemu gadis itu setiap hari. Gak perlu galau gitu." Kekehnya menertawakan. Fina mau tak mau pura-pura tertawa menyahuti guyonan Papahnya. "Eum yaudah ya Pah, aku mau naik ke atas dulu. Siap-siap berangkat kuliah." "Mau Papah anter?" "Gak usah, lagian katanya Papah ada meeting penting. Udah Papah berangkat duluan sana." Fina tersenyum tipis. Bagas mengacak rambut anaknya lembut. "Hm, yaudah Papah berangkat. Nanti suruh Pak Tono buat nganter ya." Pesan Bagas menyebut nama supirnya. "Sipp!" Lalu Fina Dan bagas sudah berjalan berlawanan arah. Fina ke lantai atas kamarnya sedang Bagas kearah garasi mobilnya. Bagas mengernyit samar saat melihat motor Ninja berhenti di depan gerbang rumah Dara, terlihat seorang pemuda turun dari motor dan menekan bel rumah Dara. Bagas yang awalnya ingin membuka pintu mobilnya justru tanpa sadar malah lebih tertarik melihat pemandangan di seberang rumahnya itu. Tak berselang lama Dara terlihat keluar rumah dengan terburu-buru, mungkin karena tadi baru balik dari rumah Bagas dan belum sempat bersiap-siap makanya gadis itu terlihat keteteran membawa tas dan berkas pendaftaran. Alis Bagas tertarik sempurna saat melihat lelaki tadi mengikatkan rambut Dara dengan telaten, bahkan memakaikan jaketnya kepada Dara. Bagas menipiskan bibir. "Itu pacarnya?" *** "Bagas~" Bagas yang sedang bekerja terpaksa menghentikan aktivitas nya ketika melihat perempuan yang sudah 3 tahun ini selalu mengganggunya. "Huft .. kali ini apalagi, Sis?" Tanya Bagas terlihat sudah putus asa. Siska mencebik, menarik lengan Bagas yang tentu saja langsung ditepis lelaki itu. "Ih ayo makan dulu lah Gas, semua pegawai kamu udah makan siang masa kamu Bos malah kerja." Ujar perempuan itu dengan nada di manja-manjain. "Nanti aku makan." "Yaudah kalo gitu aku tungguin sampai kamu makan siang disini." Putusnya tau-tau sudah melipir duduk di sofa tanpa izin. Bagas benar-benar dibuat pening, heran gitu kenapa perempuan-perempuan senang sekali mengganggunya. Apa mereka kira Bagas itu manusia yang sabar dan gak bisa marah? "Ck!" Bagas beranjak dari kursinya, melangkah keluar ruangan tanpa mengatakan apapun tapi Siska justru ngintilin dirinya kayak Lumba-lumba. Kemanapun Bagas pergi Siska setia ngintilin membuat Bagas bertanya-tanya, apakah perempuan ini kurang kerjaan? "Aku mau makan disituu!!" Tunjuk Siska kearah restauran mewah yang ada di seberang kantornya tapi Bagas justru sengaja berbelok ke cafe biasa yang tidak terlalu berkelas. Siska mendelik-delik udah kayak orang belekan. "Kok disiniiii???" "Siapa suruh kamu ngikutin aku kayak pencuri gini." Balas Bagas menembak telak membuat perempuan itu terdiam seribu bahasa. Bagas duduk setelah memesan makanan, karena dasarnya Siska yang memang bebal membuat Bagas jadi malas memarahi perempuan ini karena tidak pernah didengarkan juga. Jadi lebih baik Bagas tidak menganggap keberadaan Siska saja. "Gas kemarin aku lihat ada sepatu bola yang bagus banget, aku tau kalau sejak jaman sekolah kamu suka sepak bola. Kamu mau aku beliin?" " ... " "Oh iya kemarin aku juga lihat ada kaos dari pemain bola kesukaan kamu, limited edition loh Gas. Kalau kamu mau aku bisa beliin, kamu tinggal ngomong aja mau yang mana?" Krik .. Krik ... Siska mendengus sebal, astaga boro-boro mau menjawab pertanyaannya melirikpun Bagas enggan. Siska mengepalkan tangannya geram, kenapa sih hati Bagas susah banget di luluhin? "Om Bagas." Bagas menoleh seketika, Siska ikutan noleh. Terlihat Dara dan pemuda yang tadi Bagas lihat di depan rumah Dara sedang mendekat kearahnya. "Kamu siapa?" Tanya Siska dengan nada tidak sukanya. Dara menunduk, menatap penampilan Siska sejenak. Bukankah perempuan ini yang ia lihat dulu di i********:. Sebenarnya apa hubungan mereka. "Siapa Dar?" Tanya Riki terlihat bingung. Dara menatap wajah Bagas dan ternyata lelaki duda itu juga tengah menatapnya. "Dia Papah nya Fina." "Oh Ya?!" Riki terlihat sangat terkejut, karena dilihat dari penampilannya Bagas lebih cocok disebut sebagai Kakaknya ketimbang Papahnya. "Kenalin Om saya Riki, saya juga teman Fina." Riki tersenyum sopan. Bagas nampak tak menduga kalau lelaki ini juga ada hubungan dengan Putrinya. "Kok saya gak pernah lihat kamu dan Fina bareng?" "Soalnya saya juga baru balik dari Sulawesi, saya dulu juga ikut pindah ke Sulawesi Om." Aah~ sekarang Bagas ingat, lelaki ini yang dulu membuat Fina menangis karena semua teman-temannya pindah. Sebenarnya waktu itu Fina sudah menyebutkan namanya tapi Bagas yang lupa karena sudah lama juga. "Ih Gas ngapain sih urusin bocah-bocah kayak mereka, udah kalian juga pergi sana!" Usir Siska jutek. Dara menatap datar Siska. "Iya saya juga kebetulan mau pergi kok Tan, saya permisi!" Pamitnya dengan nada tak kalah jutek. "Loh Dar kita kan belum maka—" "Udah gue gak jadi laper, ayo pergi Rik!" Dara menarik pergelangan tangan Riki dan menyeret lelaki itu untuk pergi dengan cepat. Bagas di posisinya terlihat masih menatap nanar punggung Dara meskipun sudah hilang di belokan. Siska mengernyit curiga. "Kamu kenapa lihat mereka sampe segitunya?" Selidiknya. Bagas mendengus kearah Siska. "Bukan urusan kamu, dan juga lain kali kamu jangan ikuti aku lagi karena aku udah muak sama kamu!" Bagas langsung pergi dari kursinya meskipun makanan yang ia pesan belum datang. Siska terperangah tak percaya. "Kamu lihat aja Gas pasti aku bisa dapetin kamu!" Desisnya jadi mirip Nenek Peyot. *** "Papah nya Fina masih muda banget ya, ganteng lagi." Celetuk Riki terlihat masih tak percaya. Dara cuma menanggapi dengan seadanya. "Hm." "Padahal Papah gue itu udah hampir kepala 6 loh Dar, bisa-bisanya Papah nya Fina masih awet muda begitu." "Ini lo mau sampe kapan bahas itu mulu Rik? Gue udah eneg dengernya!" Kesabaran Dara diambang batas, apalagi kalau mengingat sikap kurang ajar Siska tadi. Riki menoleh kearah Dara, jadi terkekeh geli melihat wajah masam Dara. Dengan gemas Riki mencubit pipi Dara. "Jangan ngambek dong, mau makan apa biar gue beliin?" Bujuk nya. Dara sudah mulai mengendorkan wajahnya. "Gue gak laper, kita langsung pulang aja." "Loh beneran, lo belum makan siang tadi Dar. Gak, kita cari makan dulu. Gue gak mau lo kenapa-napa!" Tegasnya. "Rik ... pliss lah gue beneran gak mood makan." Dara terlihat sangat lelah untuk berdebat. Riki menghembuskan napas berat. "Yaudah tapi makan roti ya, gue punya." Lalu Riki dengan cepat membuka resleting tas nya dan menyerahkan roti selai coklat kepada Dara. Dara yang tidak tega menolaknya akhirnya menerimanya, "bantuin gue naik ke jok motor, gue mau makan dulu." Pinta Dara disahut kekehan kecil Riki. Dengan mudah lelaki itu membantu mengangkat tubuh Dara dan mendudukkannya miring di jok motornya, selagi menunggu Dara menghabiskan rotinya Riki cuma berdiri menjaga keseimbangan motornya agar tidak terjatuh. "Enak gak?" "Enyak." Angguk Dara dengan mulut menggembung penuh. Riki tertawa mengejek. "Tadi siapa ya yang ngomong gak laper?" Goda nya membuat Dara langsung menonjok bahu lelaki itu sebal. "Cewek always benar!" Riki menggeleng tak habis pikir, melihat ujung bibir gadis itu yang celemotan selai membuatnya reflek mengelap bibir Dara dengan ibu jarinya. Dara tersentak, Riki pun sama. "Eh t-tadi ada selai, gue cuma bersihin." Dara membulatkan bibirnya dengan canggung, "Rik gimana kalo habis ini kita ke rumah Fina. Lo belum temui dia semenjak balik ke Jakarta kan?" Riki terkesiap. "Oke gue setuju." "Yaudah cus berangkat, majikan udah gerah nih!" Titah Dara mengipas-ngipas lehernya. Riki tertawa geli. "Siap laksanakan Bu Bos!" Dan keduanya jadi tertawa kompak tanpa sadar. *** Fina sedang bermain ayunan, gadis ini memang suka bermain ayunan di halaman rumahnya meskipun umurnya sudah tidak kecil lagi. Breeem! Atensi Fina teralihkan, gadis itu sedikit memicingkan mata melihat siapa yang datang. Dan saat si pengemudi melepas helm Full face nya Fina seketika berdiri dari duduknya. "Riki ... " gumamnya dengan suara rendah. Riki dan Dara terlihat asik berbincang bahkan sesekali mereka saling pukul entah karena apa, Fina cuma bisa melihatnya dengan senyuman pahit. Kapan gue bisa begitu ... "Yo Fin!" Teriak Dara dari kejauhan dan langsung berlari memeluk Fina erat. Fina tersenyum tulus membalas pelukannya. "Dari mana aja lo? Gue kira lagi ngepet." "Weh mulut lo ya! Kalo gue ngepet noh Riki yang jaga lilin!" Celetuk Dara malah makin absurd. Fina terkekeh pelan, Riki berjalan mendekati mereka dengan senyuman yang sangat Fina rindukan beberapa tahun ini. "Tadi gue habis nganterin Dara ke kampus, sekalian juga sih gue mau daftar kuliah." Jelas Riki tanpa diminta. "Nah sekarang squad anti badai cambek lagi! Gue dan Riki kuliah di tempat lo Fin!" Soraknya membuat Fina ikut senang. "Waaah akhirnya kita bisa balik kayak dulu!" Senang Fina memeluk Dara lagi. Riki cuma tertawa geli, "Dara mulu yang dipeluk, gue juga dong!" Celetuknya disahut peletan lidah Dara. Tanpa tau kalau Fina mati-matian menahan gejolak di dadanya. "Hehe y-ya udah sini gue peluk, kek bayi ah kalian!" Ketus Fina lalu berhambur memeluk lelaki itu. Fina menggigit bibirnya menahan agar tidak sampai menangis, sialan Fina sungguh merindukan lelaki ini. "Jadi gimana kabar lo selama kita gak ada? Lo ada temen baru gak?" Tanya Riki membalas pelukan Fina dan menepuk-nepuk ujung kepalanya lembut. "Gak ada." "Kok gak ada sih? Masa lo sendirian di kampus? Lo gak di buli kan?" Riki menatap wajah Fina khawatir. Fina tertawa geli, buru-buru menjauhkan tubuhnya karena takut kalau Riki dapat mendengar detak jantungnya. "Yakali gue dibuli, udah tahun 2020 kali brother!" Riki bernapas lega. "Udah mending kita ngobrolnya di dalem aja, masa kita daritadi ngejogrog di depan pintu dah!" Ujar Dara dengan entengnya. "Berasa rumah sendiri ye Dar!" Cibir Fina. "Iye dong!" Balas Dara lalu mereka bertiga sudah saling pukul dengan tawa renyah. Menyadari kalau semuanya masih tampak sama membuat Fina jadi miris sendiri dengan dirinya. Karena pernah berpikiran buruk untuk merebut Riki. *** "Eh gue balik dulu ya!" Pamit Dara karena mulai gelap. Riki melihat arloji di tangannya. "He'em, gue juga deh." "Yaudah kalian hati-hati, jangan mojok malem-malem ntar yang ketiga syetan!" Peringatnya malah disahut tawa geli Dara. "Yang ada tuh syetan nya!" Tunjuk nya mengarah pada Riki yang langsung dipelototi. "Butuh kaca Dar?" Balasnya membuat Dara merengut. "Dah-dah sana pulang, kok malah tawur." Fina jadi tak habis pikir, sebenarnya bagaimana konsep pacaran dua sejoli ini. "Okey, dadah Fin!" Lambai Dara lalu sudah melangkah lebih dulu keluar rumah. Riki menatap Fina sebelum berpamitan. "Gue masih temen lo Fin, kalo ada apa-apa langsung hubungi gue. Jangan suka memendam sesuatu ya." Riki mengelus rambut Fina sayang, karena Fina sudah ia anggap seperti Adiknya sendiri. Fina tersenyum kecut, "hm, udah sana lo cepet pulang. Kasian Dara udah nunggu lama." Riki tersenyum samar. "Gue balik." Pamitnya lalu benar-benar pergi meninggalkan kediaman Fina. Riki langsung pamitan pergi setelah mengantar Dara sampai depan rumah, padahal rumah Dara cuma seberang rumah Fina. Sealay itu memang. Dara yang sudah masuk gerbang jadi menghentikan langkahnya saat mendengar suara deruman mobil, dengan sedikit pelan ia membuka celah gerbangnya dan mengintip dari dalam. Dan seketika Dara mematung. Melihat Bagas yang sedang berciuman dengan Siska. *** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN