“Astaga, Djena! Pelan-pelan!” geram Leoni. Bagaimana tidak, tubuhnya terus-terusan didesak ke dinding. Djenaka seperti banteng yang dikibarkan bendera merah, ingin menyeruduk sementara Leoni risih menerimanya sikap agresifnya. “Aku menolak dicium kalau brutal kayak gini. Menjauh sana! Menyangkut nafsu, akal sehatmu mendadak hilang!” Djenaka mendongak menampilkan cengiran. Dagunya berada di antara belahan dadaa, sementara kedua tangan melingkar erat di sekitaran pinggang Leoni. Enggan menarik diri sekalipun Leoni mendorong-dorong bahu Djenaka. “Bukan cuma aku, tapi semua pria seperti itu. Mbak tidak berpengalaman, makanya tidak tahu apa-apa soal perasaan menggebu-gebu dan terdesak.” “Stop bilang tidak berpengalaman! Aku bukan wanita polos.” Penyangkalan itu ... entah kenapa terlihat meng