Leoni bergegas membuka pintu saat mendengar bel rumahnya ditekan dua kali. Dia tahu siapa yang datang, bahkan Leoni sendiri menunggu kedatangan si tamu sedari tadi. Sudah beberapa bulan mereka tidak saling sapa selain hanya bertukar kabar lewat pesan singkat, Leoni jadi rindu ingin melihat sekaligus berbicara dengannya. Hari ini baru kesampaian keinginan tersebut. Dia mendapat senyuman saat mereka sudah berhadapan. Tidak hanya itu, si tamu–Diaz—menatap Leoni dengan cermat. Dari atas kepala sampai ujung kaki, dari ujung kaki naik kembali dan berhenti di perut. “Sepertinya kali ini berhasil, Leon?” Diaz bertanya santai, seolah sebelum-sebelumnya sudah memprediksi. Tidak terlihat kaget sama sekali, apalagi sampai menghakimi. Wajah Leoni langsung memberengut, tetapi tak urung memeluk Diaz da