Alana menghela napasnya dalam-dalam. Dia baru saja membuka pintu rumahnya namun Alana sudah disambut dengan gerutuan Eliza yang tak lain Mamanya sendiri.
"Gimana, Kamu udah dapet cosu belum?" tanya Eliza dengan penuh keingintahuan.
Alana yang mendengar itu refleks menatap Eliza.
"Hah? Cosu apaan sih Ma?" Alana menghela napas lelah. Dia baru saja pulang kerja tetapi sang Mama tercinta malah menanyakan hal yang aneh-aneh. Tubuh dan pikirannya sudah benar-benar terkuras habis.
"Astaga, Cosu itu calon suami gitu aja nggak tahu kamu," jawab Eliza mengejek putri semata wayangnya itu dengan sinis.
Alana membulatkan matanya. Jangan heran Mamanya ini memang kelewat gaul. Sangkin gaulnya ponsel Eliza bahkan terisi banyak aplikasi media sosial, Dan setiap sejam sekali selalu upload status baru. Tidak hanya itu mama bahkan ikut gabung di perkumpulan the power of emak-emak yang ada di komplek sekitaran rumahnya.
"Hmmm." Alana hanya bergumam malas seraya memejamkan matanya.
"Kamu, Itu yah nggak pernah dengerin omongan Mama.” Eliza berkacak pinggang lalu kemudian melototkan matanya.
"Iya Aku dengerin kok Ma," sahut Alana seraya memijat dahinya yang tiba-tiba saja terasa pening.
"Kamu tahu nggak—”
"Nggak tahu, Kan Mama belum kasih tahu aku," jawab Alana menyela ucapan Eliza.
Eliza yang mendengar itu sontak melotot kesal. Sebelum akhirnya kembali melanjutkan ucapannya.
"Dengerin dulu Mama ngomong ... Tadi siang Mama nggak sengaja bertemu ibunya si Aldi." Eliza mendudukkan dirinya di sebelah Alana.
"Oh terus?" jawab Alana sekenanya seraya sibuk mengibas-ngibaskan tangannya.
"Katanya si Aldi mau menikah," ujar Eliza seraya menghela napas.
Alana menolehkan kepalanya lalu kemudian mengangguk-angguk paham.
"Ohh, Baguslah akhirnya mereka menikah juga," ujar Alana dengan enteng. Walaupun sedikit nyesek sih. Yah bagaimana tidak nyesek? Dulu mereka berpacaran lebih dari 5 tahun tapi yasudahlah tidak usah dibahas lagi. tidak penting juga.
"Mantan kamu udah mau menikah. Nah kalo Kamunya kapan Lan? Mama udah mau gendong cucu nih.”
"Mama maunya kapan? Iyaiya nanti aku buatin Mama cucu," jawab Alana tidak mau ambil pusing seraya mencoba bersabar.
Masalahnya Ini bukan kali pertama sang Mama. mempertanyakan kapan dia akan menikah. Yah tapi gimana Alana mau menikah? calonnya saja dia tidak punya. Jangankan calon, pacar saja Alana tidak punya, jangankan pacar, gebetan saja tidak punya. Nasib jones kok begini banget sih? Hiks.
"Secepatnya dong, Nantinya kapan Lan? Mama tuh iri ngeliat temen-teman mama udah pada gendong cucu.” Eliza memasang raut wajah sedihnya.
Alana melirik Eliza sekilas seraya menghela napas lelah. Tuh kan, Sang Mama memulai aksi dramanya lagi.
"Mama mau punya cucu? Yaudah aku buatin nih.” Alana bergegas mengambil ponselnya dan segera menelepon seseorang. "Halo ... Lo bisa datang ke rumah gue nggak? Ini loh mama gue katanya pengen punya cucu, Berhubung gue—"
Belum sempat Alana menyelesaikan ucapannya, Eliza sudah terlebih dahulu merebut ponsel Alana dengan ekspresi paniknya.
"Alana, Kamu menelepon siapa?" tanya Eliza dengan sangat panik.
"Teman aku, Kan tadi kata Mama ... Mama mau punya cucu, Yaudah aku minta tolong sama temen aku buat bantuin bikinin Mama cucu," jawab Alana panjang lebar seraya tersenyum sok polos.
"Alana, Kamu ini ya benar-benar!!” ujar Eliza berteriak marah.
Alana yang mendengar itu segera berlari menuju kamarnya untuk menghindari amukan maha dasyat dari Eliza.
Sesampainya di kamar. Alana langsung menjatuhkan tubuhnya serya menghela napas lelah lalu kemudian menatap langit-langit kamarnya.
Siapapun tolong Alana saat ini dia benar-benar membutuhkan liburan untuk menenangkan jiwa raganya. Hiks.
°°°
Keesokan paginya. Dengan masih terkantuk-kantuk Alana bergegas mengambil ponselnya yang tiba-tiba saja berbunyi. Alana langsung mengangkat panggilan telepon itu tanpa melihat dulu nama si penelepon.
"Halo, siapa ini? Jangan ngeganggu gue ... masih ngantuk nih," jawab Alana seraya mengeratkan selimutnya.
[Alana?]
Eh Tunggu? Suara itu, Sepertinya Alana mengenal suara ini? Ah tapi mana mungkin? pasti hanya halusinasinya saja. Pikir Alana.
"Ya, Alana disini," jawabnya singkat seraya menguap lebar.
[Cepat ke kantor, Sebelum kamu saya pindahkan ke bagian Office girl]
Hah apa katanya? Di pindahkan di bagian office girl? Yang benar saja.
"Lho, emangnya lo siapa? Boss gue? bukan kan?" sahut Alana kesal seraya menggaruk-garuk rambutnya.
[Saya Arion Wiratmaja, Bos kamu!]
Mendengar nama itu, mata Alana yang tadinya tertutup langsung terbuka selebar-lebarnya. Hah apa? Arion Wiratmaja, bosnya? Itu tidak mungkin kan?
Tanapa membuang-buang waktu lagi. Alana segera bergegas memeriksa nama kontak yang tertera di ponselnya. Dan betapa terkejutnya Alana saat melihat nama Devil Arion tertera di layar ponselnya. Dia refleks memukul dahi seraya merutuki kebodohannya
‘Astaga Alana ... b**o banget lo!’ runtuk batin Alana.
"Anu Pak Ma—”
[Kamu, ke kantor sekarang] ujarnya memotong ucapan Alana dengan penuh penekanan.
Sambungan telepon itu langsung terputus secara sepihak. Alana segera bangkit berdiri dan bergegas bersiap-siap ke kantor tanpa mandi terlebih dahulu. masa bodo lah yang penting tetap wangi.
Dengan asal-asalan dia mengambil baju kerjanya. Masalahnya saat ini Alana sudah tidak memiliki banyak waktu lagi untuk memilih baju. Dengan sangat terburu-buru dia segera memakainya.
Setelah selesai Alana langsung keluar dari kamarnya tanpa sempat untuk berdandan terlebih dahulu.
"Mama, Kenapa nggak bangunin aku sih?" tanya Alana dengan kesal saat melihat mama melintas di depannya.
"Kamu siapa? Saya nggak kenal tuh," ujar Eliza seraya mengibaskan rambut pendeknya ala-ala iklan di televisi.
Alana menghela napas sesaya melirik Eliza sekilas, terkadang Alana tidak mengerti dengan jalan pikiran mamanya sendiri. Ya Sudahlah abaikan saja. lebih baik dia segera bergegas sebelum Devil j*****m itu semakin murka.
"Lana, Pamit berangkat kerja dulu Ma," ujar Alana berpamitan.
30 menit kemudian, Alana tiba di kantor tepat pada jam 7.15 beruntung masih ada sedikit waktu. Walau begitu dia harus tetap bergegas berlari menuju ruangan divisinya.
"Pagi." dengan napas yang tampak terengah-engah Alana menyapa teman-teman satu divisinya.
Dania melirik Alana seraya berjalan mendekati mejanya.
"Lo mau kerja atau mau nongkrong, Lan?" ujar Dania kedua alisnya terangkat seraya menatap Alana dengan tatapan memindainya.
"Ya, Kerja lah," sahut Alana sekenanya seraya menghidupkan komputer.
"Tapi baju lo nggak cocok dipake kerja Lan," komentarnya seraya memandangi penampilan Alana dari atas sampai bawah.
Mendengar itu Alana sontak ikut memperhatikan penampilannya. iya sih memang benar baju yang dia kenakan terlalu santai. Dia hanya mengenakan kaos dilapisi kemeja kotak-kotak. Tapi masa bodo lah lagian ini semua karena Devil j*****m itu.
"Gue tadi buru-buru Mbak, Ini aja gue nggak sempat sarapan. ngomong-ngomong di mana Pak Arion?" tanya Alana dengan penasaran, masalahnya sejak tadi dia belum melihat batang hidungnya sama sekali.
"Lho, emangnya lo nggak tahu? Kalo Pak Arion sekarang lagi diluar kota."
Apa keluar kota? Terus kenapa tadi Arion meminta Alana untuk datang secepatnya ke kantor? Astaga jangan-jangan Devil itu mempermainkannya? Aishhh benar-benar menyebalkan.
"Sialan, gue dikerjain lagi ... Dasar Davil jahanam." Alana refleks berteriak kesal.
"Lo gila? Teriak-teriak gitu," tanya Anya mendekati meja Alana..
Alana menatap kedua temannya itu seraya mengaruk tengkuknya.
"Nggak ada apa-apa kok Mbak," sahut Alana seraya menyengir lebar. Ada baiknya juga Arion tidak ada di kantor setidaknya untuk sementara waktu Alana bisa terbebas dari gangguan Arion.
"Kayaknya lo beneran gila deh. Tadi teriak-teriak sekarang senyam-senyum sendiri," ujar Anya bergidik ngeri.
"Apaan sih mbak? Gue masih waras kali."
"Kita berdua kasian sama lo Lan, Belum ngerasain enaknya kawin tapi udah keburu gila duluan," ujar Dania tertawa terbahak-bahak, begitupun dengan Anya. Kedua temannya itu memang paling senang menertawakan Alana.
"Kalian ngeselin.” Alana melemparkan tutup pulpennya kearah mereka.
"Alana?"
Alana yang mendengar namanya dipanggil segera menolehkan kepalanya dan dia melihat Siska berdiri beberapa langkah dari mejanya.
“E—eh, iya ada apa Mbak?”
Siska berjalan mendekati meja Alana.
"Bisa ngobrol sebentar?" tanya Siska seraya menatap Alana dengan tatapan penuh harap.
"Eh iya boleh Mbak ... mau ngobrol tentang apaan?" Alana menatap Siska.
"Nggak disini, Ayo ikutin gue," ucap Siska berjalan terlebih dahulu.
Alana mengangguk setuju dan segera berjalan mengikuti langkah Siska. Dan tidak berapa lama kemudikan akhirnya mereka sampai di depan panty.
"Ayo kita ngobrol di sini aja, gapapa kan?" ujar Siska seraya masuk ke dalam pantry lalu kemudian mendudukan dirinya di salah satu kursi.
“Iya gapapa kok Mbak.” Alana ikut duduk di depan Siska.
Beberapa menit berlalu namun Siska tidak kunjungan mengatakan apa-apa. Dia malah sibuk memainkan ponselnya.
"Ehemm, jadi Mbak mau ngobrolin apa sama gue?" tanya Alana memecahkan keheningan.
Siska meletakkan ponselnya, sebelum akhirnya membuka suaranya.
"Jadi gini Lan. Gue mau minta tolong sama lo.” Siska mengusap-usap perut besarnya lalu menatap Alana dengan tetap penuh harapnya.
Alana yang mendengar itu refleks menyengitkan dahinya. ‘Entah kenapa tiba-tiba perasaan gue jadi gak enak gini.'
"Emangnya Mbak, mau minta tolong apa sama gue?" tanya Alana pasalnya kalau Siska mau minta tolong masalah uang. Dia tidak bisa menolong banyak. Ya Maklum saja Alana kan masih misqueen.
"Tolong jemput Pak Arion di bandara," ujar Siska seraya tersenyum dengan sangat lebar.
Apa katanya jemput Arion? Apa telinga Alana tidak salah dengar? Astaga yang benar saja!
"Lho, bukannya Pak Arion lagi keluar kota Mbak? Kok cepet banget pulangnya?" ucap Alana tidak rela Arion pulang cepat.
"Iya harusnya sih begitu ... Tapi Pak Arion bilang kerjaannya udah selesai, dan dia minta lo yang menjemputnya di bandara." jelas Siska.
Sialan sudah Alana duga, sebenarnya Arion punya dendam apa sih sama Alana? Kalau begini terus lama-lama dia bisa gila.
"Tapi Mbak kerjaan gue belum selesai. Apa enggak bisa perintahin yang lain aja Mbak?" jawab Alana mencoba membujuk Siska.
Siska menggelengkan kepalanya.
"Maaf Lan, Nggak bisa. Pak Arion cuman mau di jemput sama lo."
Alana menghela napas dalam-dalam.
"Yaudah nggak apa-apa Mbak. Kalo gitu gue pergi dulu."
Alana bangkit berdiri dan segera bergegas keluar dari party sementara mulutnya terus menggerutu kesal.
Sialan! gagal sudah harapan Alana untuk terbebas dari Arion.