Part 08

1308 Kata
“Alana bangun!” teriak Eliza seraya mengucang-guncakan tubuh anak gadisnya. Bukannya bangun Alana malah semakin mengeratkan selimutnya. kelembutan kasurnya ini membuatnya nyaman hingga sulit untuk berpaling. “Alana kamu tidur atau mati sih? Susah banget dibangunin!” Eliza semakin kencang menguncang tubuh Alana. Lagi-lagi Alana hanya menggeliat kecil, dia masih enggan untuk membuka matanya. “ALANA KALO KAMU NGGAK BANGUN MAMA BAKAR POSTER-POSTER KESAYANGAN KAMU ITU!” Alana yang mendengar itu seketika terbangun. Yang benar saja mana rela dia poster idola kesayangannya yang Alana dapatkan dengan susah payah itu di bakar. Bukan apa-apa masalahnya dia belinya mahal. “APA SIH MA? JANGAN PERNAH MENYENTUH POSTER KESAYANGANKU, MA!” teriak Alana seraya menggaruk-garuk kepalanya. “MAHAL ITU BELINYA!” Plak Eliza seketika memukul kepala Alana seraya mendengus kesal lalu kemudian berkacak pinggang. “Cepat bangun! Di bawah ada yang nyariin kamu tuh.” Eliza menarik-narik tangan anak gadisnya. Alana yang ditarik seperti itu hanya bisa menghela napas berat. Tidak di kantor, tidak di rumah. Ada saja yang membuatnya kesal. bayangin saja, lagi enak-enak tidur sore tiba-tiba di bangunkan dengan cara yang begitu menyebalkan. Rasanya luar bisa menjengkelkan. untung Alana orangnya penyabar. ehe. “Aduh, Sakit Ma! Pelan-pelan dong kaki aku sakit nih,” ujar Alana memukul-mukul pelan tangan Mamanya. Eliza melepaskan tangan Alana seraya tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun. Alana hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Huft sabar-sabar Alana. “Udah sana! buruan turun dia udah lama nungguin kamu.” Eliza memilih berlalu terlebih dahulu. Siapa sih yang mencarinya? Aishh mengganggu saja deh! Dengan langkah yang tertatih-tatih Alana berjalan menuju ruang tamu. Dari atas tangga dua hanya bisa melihat bagian punggung seorang pria. Alana menghela napas dalam-dalam. Tapi, entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak seperti ini? Ah mungkin hanya perasaannya saja. “Lo siapa?” tanya Alana dengan to the point lalu kemudian menggaruk-garuk rambut panjangnya. Masalahnya aku terlalu malas untuk berbasa-basi. “Dan ada keperluan apa sama gue?” Orang itu berbalik. Dan kedua mata Alana seketika membulat seraya menghela napas berat setelah mengetahui siapa orang yang mencarinya. Ya benar, orang itu tak lain dan tak bukan Arion. Mau apa dia ke rumahnya? Apa Arion belum puas menyiksanya di kantor. Sekarang dia berniat mau menyiksa Alana dirumahnya sendiri begitu? Oh tidak bisa! Di kantor dia memang bosnya tapi disini dia tidak bisa seenaknya. Tanpa sadar Alana tersenyum mengejek. “Kayaknya bukan kaki kamu yang sakit tapi kepala kamu,” ujar Arion seraya menatap Alana dengan tatapan aneh. Alana yang mendengar itu tentu sangat kesal. Namun dia sadar tidak ada gunanya meladeni ucapan Arion nanti yang ada dia yang akan kesal sendiri. "Apa maksud Bapak?!” Arion menyeringai lalu kemudian menatap Alana dari atas sampai bawah seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Penampilan kamu udah seperti orang gila.” Arion mengejek penampilan Alana. Alana refleks mendelik kesal. Apa katanya? Alana seperti orang gila? Haha yang benar saja! Benar-benar menyebalkan. “Bapak ada keperluan apa kerumah saya?” ujar Alana dengan sangat ketus. Arion menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya seraya tersenyum sok keren. “Kenapa pesan saya nggak kamu dibalas? Kamu tahu nggak diluaran sana banyak yang ingin dapat pesan dari saya?” ujar Arion terdengar sangat penuh percaya diri. Malas! Tidak penting juga untuknya Namun, itu semua hanya bisa Alana ucapkan di dalam hatinya. Ya mana berani dia bicara langsung seperti itu bisa-bisa Alana terkena ocehan maha dahsyatnya Arion. “Jangan bilang ... Bapak datang kerumah saya cuma mau nanyain itu?” tanya Alana tidak percaya. Dia benar-benar tidak habis pikir. Arion mengangguk dan menyilangkan kakinya seraya memajukan wajahnya ke arah Alana. “Ya itu penting banget buat saya. saya ini Bos muda, ganteng tapi kamu berani-beraninya nggak balas pesan saya!” ujar Arion dengan gaya menyebalkannya. Jangan tanyakan ekspresi Alana saat ini. Mendengar ucapan narsis Arion membuatnya ingin muntah seketika. Ughhh Arion benar-benar narsis. Ya walaupun kenyataannya memang dia memang ganteng sih. E—eh. “Loh yang bilang Bapak babu siapa?” tanya Alana seraya mengedipkan matanya sok polos. “lebih baik sekarang Bapak pulang aja. Arion melototkan matanya. “Kamu mengusir saya? Begitu? Berani kamu ngusir saya?” ketus Arion dengan sangat datar seraya menatap Alana dengan tatapan penuh permusuhan. “Saya ini bos, bos loh!” Tahan, Alana… Tahan. Sindrom kepercayaan diri Sean sudah benar-benar parah. “Nggak Pak ... saya nggak mengusir Bapak, ” kelakar Alana, tentu itu semua berbanding terbalik dengan batinnya. Padahal dia ingin sekali menendang keluar Arion dari salam rumahnya. “Saya cuma khawatir sama Bapa., Bapak pasti udah capek banget kan? jadi saya pikir lebih baik bapak pulang dan beristirahat di rumah.” Ya bagaimanapun kelakuannya Arion tetap bosnya walau terkadang dia sangat sangat menyebalkan. Arion mengerutkan keningnya seraya menatap Alana dengan pandangan anehnya. “Cih, tumben kamu perhatian?” tanya Arion ketus seraya menyipitkan matanya. “Pasti ada maunya kan?" Alana yang mendengar itu sontak memutar bola matanta dengan jengah. Perhatian salah, tidak perhatian juga salah. Maunya apa sih? Bininya sehun kan jadi bingung. “Lho, Pak saya kan emang selalu perhatian. Bapak nya saja yang nggak peka.” Arion memalingkan wajahnya. Wajahnya tampak memerah, Entah karena malu atau marah? “Cih. kamu yang nggak peka, bukan saya!” ujar Arion menggerutu tanpa menatap ke arahnya. Alana menghela napas pelan. “Yaudah iya Pak saya yang nggak peka, Bapak puas sekarang?” ujar Alana mengalah bukan apa-apa masalahnya dia sudah sangat malas meladeni ucapan Arion yang menurutnya sangat tidak berfaedah. Arion kembali menatap ke arah Alana seraya tersenyum penuh kemenangan. “Ohh tentu saya sangat puas.” Sangat menyebalkan sekali. Ingin rasanya Alana memukul wajahnya yang super duper songong itu menggunakan sandal swallow. Sayangnya dia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. hiks. “Bapak sebenarnya mau apa kerumah saya?” tanya Alana, sekali lagi seraya mencoba untuk tetap bersabar walaupun sejujurnya aku ingin sekali mengusir Arion dari dalam rumahnya. Arion dengan santainya meletakkan paper bag di depan Alana. “Ini ada kue, Kata orang perempuan itu suka yang manis-manis,” jelas Arion seraya mengalihkan pandangannya. Mata Alana terbelalak kaget, Apa dia tidak salah dengar? Kenapa Arion tiba-tiba baik? Sangat mencurigakan. “Jangan kegeraan dulu ... tadi saya ke cafe dan kebetulan dapet bonus kue, Ya dari pada di buang. Lebih baik saya kasih ke kamu kan.” Sudah Alana duga. Apa sih yang dia harapkan dari orang seperti Arion. Baru saja Alana ingin menjawabnya namun tba-tiba Arion berdiri. Alana yang melihat itu sontak menatapnya dengan heran. Mau apa dia? “Sini tente biar saya bantu,” ujar Arion seraya membantu Eliza mengangkat kardus yang entah apa isinya. Alana menyipitkan matanya. Apa dia tidak salah lihat? Kenapa Arion tiba-tiba menjadi sopan seperti itu? Pasti dia merencanakan sesuatu. “Aduh Nak Arion ini udah ganteng ternyata perhatian juga, Beruntung banget perempuan yang akan jadi istrinya nak Arion,” ujar Eliza seraya melirikku. Eliza belum tahu saja sifat aslinya Arion seperti apa! Dan apa itu kenapa dia meliriknya seperti itu? Arion tersenyum malu-malu. Sementara Alana hanya memutar bola matanya dengan malas. ‘Ishh Kenapa pake senyum malu-malu segala sih! Bikin gemes saja ehhh, ’ batin Alana. “Tente bisa aja deh, Saya jadi malu kan,” ujar Arion seraya tersenyum manis ke arah Eliza. “Ohya, tente saya izin pamit dulu.” “Loh kok cepet banget nak Arion?” Eliza memegang tangan Arion. Apa-apaan si Mama pakai acara modus pegang-pegang tangan Arion segala! Untung si papa sedang tidak ada dirumah. Coba kalau papa dirumah terus melihat mama modus bisa-bisa perang dingin. “Saya nggak enak kalo lama-lama dan lagian Alana harus banyak-banyak istirahat kan tante,” ujar Arion sok perhatian seraya melirik Alana. Cih. Dasar Devil bermuka dua. “Alana, Kamu kalo cari calon suami yang seperti nak Arion ini, Selain ganteng, baik, pengertian lagi,” ujar Eliza memuji-muji Arion. Astaga sepertinya sang Mama sudah benar-benar terkena peletnya Arion. Gawat nih! “Kamu denger nggak apa yang mama omongin barusan?” Alana mengehela napas pelan. “Iya denger ma!” jawab Alana, dia melirik Arion yang tampak tersenyum meledek Alana. Huft, untung Arion bosnya, coba kalau bukan sudah Alana lemparin dia pakai wajan gosong milik Mamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN