Pria itu tak segera pulang ke rumah, di perjalanan dia masih memikirkan akan pergi kemana. Lagi pula tidak ada lagi tugas kuliah yang harus dia kerjakan.
Dia kemudian melajukan motornya menuju ke arah lapangan, nongkrong untuk menonton anak-anak bermain sepak bola.
Kedatangan pria itu di sana membuat anak-anak yang sedang asyik bermain mendadak menghentikan aktivitasnya, menatap ke arah suara motor yang tidak asing di sana.
Leebin melepaskan helmnya, masih nangkring di atas jok motor.
"Abaaaaang!" Teriak anak-anak riuh sambil berlari menuju ke arahnya. Anak-anak kelas empat SD tersebut begitu riang melihat kedatangan pria yang selama ini sering ikut bermain bersama mereka di lapangan.
"Abang kok lama nggak ke sini?" Tanya salah satu dari mereka.
"Iya ada kesibukan di kampus." Sahutnya sambil turun dari atas motor, karena beberapa dari mereka menarik tangannya agar ikut bermain.
"Abang sudah selesai kuliah?" Disusul lagi dengan pertanyaan anak yang lain.
"Sudah."
"Bang, ayok main." Seru Andre yang menjadi ketua regu permainan tersebut, anak kelas lima SD. Andre lah yang membentuk tim sepak bola di desa itu. Dia juga yang selalu mengajak Leebin untuk ikut bersamanya. Andre salah satu anak jalanan yang dia ajar belajar di warung. Leebin juga yang memasukkan anak itu untuk tinggal di panti asuhan.
Sore hari pria itu baru pulang ke rumah. Ketika baru tiba di rumah dia melihat Tiara sedang duduk di beranda. Mobil ayah dan ibunya belum ada di garasi, artinya kedua orangtuanya belum pulang ke rumah.
"Kenapa kamu?" Tanya Leebin seraya memeluk helmnya dengan lengan kanannya, pria bertubuh jangkung tersebut masuk ke dalam rumah.
"Mama belum pulang. Belanja kok lama banget." Cemberut mengekor kakaknya masuk ke dalam rumah.
Sikap Tiara sudah berubah seperti biasanya, tidak seperti saat pria itu pulang dari kampus tadi.
Pria itu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur, dia memikirkan langkah apa yang akan dia ambil setelah lulus kuliah nanti. Pria tersebut sangat menyukai karya seni, dalam bentuk apapun.
Leebin memutuskan untuk menjadi seorang fotografer. Dia mulai memantapkan hatinya. Ayahnya juga tidak pernah menekan, atau mengatur agar pria itu menjadi seorang pem-bisnis sepertinya.
Tiara sendiri masuk ke dalam kamarnya, dia bersyukur kakaknya tidak menanyakan apa-apa tentang kejadian tadi siang.
Tak lama kemudian, Leebin mendengar suara mobil. Ibunya pulang ke rumah dengan banyak barang belanjaan. Mang Ujang ikut membawa barang-barang masuk ke dalam rumah.
Leebin ikut membantu, karena banyak sekali barang yang dibeli oleh ibunya.
"Banyak sekali ma?" Ucap pria itu sambil membawa dua kardus masuk ke dalam rumah.
"Iya, belanja sekalian untuk waktu sebulan lebih." Ibunya tersenyum melihat pria itu menata beberapa barang di ruang belakang. Meletakkan satu kardus sabun cuci, sabun mandi, dan perlengkapan dapur lainnya.
Selesai membantu ibunya dia segera membersihkan tubuhnya. Leebin keluar dari dalam kamarnya, menuju ke ruang makan. Sudah waktunya untuk makan malam bersama keluarganya.
Tiara sudah duduk dengan ibunya, sedang dia menarik kursi di sebelah ayahnya.
"Bagaimana acara di kampus? Sudah selesai persiapannya?" Tanya ayahnya.
"Tinggal beberapa hari Pa." Jawab pemuda tersebut seraya menyuap makanan ke dalam mulutnya.
"Kalau sudah harinya, jangan lupa ingatkan Papa." Ucap pak Sandoyo lagi.
"Siap Pa."
"Seru banget ya kak acara kelulusan di kampus, Tiara juga mau ikut kalau boleh.." Menyahut di tengah pembicaraan Leebin dengan ayahnya.
"Nggak boleh, bukannya kamu punya acara sendiri dengan teman-temanmu?" Ujarnya pada adiknya. Karena acara tersebut diadakan di hotel, dia sedikit khawatir pada adiknya. Meskipun nanti ayah dan ibunya turut serta, dia berharap Tiara tidak ikut ke hotel.
"Yahh.. masa Tiara ditinggal sendirian di rumah." Keluhannya sambil menoleh menatap wajah ibunya.
"Kakak cuma bercanda, nanti ikutlah sama Mama." Ucap ibunya agar Tiara tidak merajuk lagi.
"Horeee! Tiara boleh ikut!" Serunya senang.
"Ah.. Pa, selesai kuliah Leebin mau melanjutkan studi ke luar negeri. Selain itu, Leebin mau belajar sebagai fotografer." Serunya sambil menatap wajah ayahnya.
Pak Sandoyo terdiam sejenak, pria itu menepuk bahunya seraya tersenyum. "Iya, papa ijinkan. Tapi ingat, kamu harus hati-hati di sana nanti. Jangan sampai kamu bikin masalah, dan harus belajar dengan giat." Pak Sandoyo mengatakan pesannya dengan mata berkaca-kaca, dia sebenarnya belum rela jika anak angkatnya itu pergi dari rumah tersebut.
"Iya pa, Leebin janji." Serunya pada ayahnya.
"Kemana?" Tanya ayahnya pada pria tersebut.
"Hongkong." Sahutnya singkat. Leebin sebenarnya ingin mencari jejak orang tua kandungnya. Dia sangat ingin tahu, siapa wanita atau pria yang meletakkan dirinya di depan gubuk milik nenek-nenek yang merawatnya hingga usia remaja. Karena itulah dia memutuskan untuk keluar negeri. Meskipun belum tentu dia bisa menemukannya.
Mencari orang tua kandungnya seperti mencari sebuah jarum di dalam tumpukan jerami. Tidak tentu asal muasalnya. Kemana dia akan pergi dengan tujuan tidak tentu. Dalam benaknya dia hanya ingin menanyakan satu hal. Yaitu kenapa dia dibuang!!!
"Tak!" Tiara meletakkan kedua sendoknya, gadis itu menatap Leebin dengan raut wajah marah.
"Tiara? Kenapa?" Tanya ibunya saat melihat putrinya cemberut kesal.
"Kak Leebin jahat! Kakak mau tinggalin Tiara... Huaaaaaa!" Menangis kencang sekali.
Leebin mengusap tengkuknya, dia tidak tahu harus berbuat apa. Sebenarnya dia juga tidak ingin pergi, tapi pikirnya tidak ada salahnya jika dia meningkatkan level studinya, sambil bekerja di sana.
"Tiara sudah jangan nangis, lagi pula nanti kamu sendiri juga akan kuliah kan? Biar saja kakak pergi, Kakakmu ingin belajar lagi." Seru ibunya pada adiknya.
Keributan tersebut berakhir, tapi Tiara masih tetap tidak ingin jika Leebin pergi dari rumah tersebut.
"Kakak pasti marah kan sama Tiara? Gara-gara Tiara gangguin kakak setiap tinggal di rumah? Tiara tahu kakak itu sebenarnya benci sama Tiara!" Ucap gadis itu ketus, Leebin sedang berbaring di dalam kamarnya.
Lampu besar sudah ia matikan, hanya tinggal lampu tidur di sebelah ranjangnya yang menyala. Samar-samar dia melihat adiknya sedang berdiri di ambang pintu kamar.
"Ngomong apa sih? Aku ngantuk, sudah sana tutup pintunya. Balik ke kamarmu!" Sahut pria itu seraya menarik selimut.
Leebin terlelap sedang Tiara masih menunggu jawaban yang tidak akan pernah Leebin jawab. Karena tak seorangpun tahu tujuan sebenarnya kenapa pria itu memilih pergi ke luar negeri. Sementara di kota banyak sekali universitas bagus yang bisa dia daftari.
Tiara masuk ke dalam kamarnya, gadis itu duduk di tepi tempat tidurnya.
"Kakak marah sama Tiara?" Tanyanya dengan nada lirih. Leebin sudah terlelap dia tidak mendengar ucapan adiknya.
Keesokan harinya.
Leebin terjaga, dia terkejut karena ada tangan wanita yang memeluk pinggangnya.
"Astaga!" Mengusap wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangannya. Tiara sedang terlelap tidur merapat pada tubuhnya.
"Sudah dewasa masih saja manja." Ucapnya sambil mengangkat lengan adiknya agar tidak berada di atas pinggangnya.
"Kakak mau kemana? Masih pagi sekali.. huaaaahhh!" Menguap sambil beranjak duduk, Leebin sudah menghilang di balik pintu kamar mandi.
Ibunya membuka pintu kamar Tiara, dia melihat putrinya tidak ada di dalam kamar segera menuju ke kamar Leebin.
"Tiara? Kok tidur di sini lagi?" Menariknya keluar dari dalam kamar Leebin.
"Mama, kak Leebin kan mau pergi. Jadi Tiara mau tidur terus di kamar kakak." Seru gadis itu pada ibunya.
"Ya, nggak boleh! Tiara itu sudah dewasa, jangan begitu ya?" Ibunya berusaha meyakinkan putrinya tersebut.
"Kita tukeran kamar aja kalau kamu mau tidur di sini." Seru Leebin padanya, pria itu sudah keluar dari dalam kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya.
"Sudah kamu mandi sana, Mama mau nata meja makan dulu. Kamu juga ada acara di sekolah kan hari ini?" Ucap ibunya sambil membawa Tiara keluar dari dalam kamar tersebut.
Leebin menatap ke arah ponselnya, ada beberapa notifikasi masuk ke sana. Dia sedikit terkejut karena jarang sekali ada yang mengirimkan pesan pagi-pagi begini.
Dia mengambilnya, dan matanya mengerjap berkali-kali. Dia tidak percaya dengan penglihatannya sendiri ketika melihat pesan yang tertera di sana.
"Apa-apaan nih!!!!!" Ujarnya sambil menggeram kesal. Jika tidak segera dia tahan amarahnya, bisa-bisa ponselnya ikut remuk akibat kekesalannya.