Setelah pertemuan Davina dengan Rafael anak laki-laki yang bundanya jodohkan untuk dirinya, kehidupan Davina kembali seperti biasa. Dan pagi ini adalah pertama kalinya ia bertemu kembali dengan Rafael setelah acara perjodohan itu dilakukan. Davina berusaha bersikap senatural mungkin. Jika bisa ia akan tetap menganggap Rafael adalah dosen di kampusnya bukan laki-laki yang dijodohkan sama dia.
"Udah siap ikut kelas dosen kesayangan kamu?" tanya Gea menggoda Davina.
"Udah deh jangan mulai. Kamu gak mau mood aku berantakan kan? Jadi jangan mulai lagi deh," jawab Davina sewot.
"Kamu kenapa diharapkan Dav dari kemarin mood kamu jelek terus. Emang ada apa sih?" tanya Gea penasaran.
Gea merasa akhir-akhir ini sikap Davina jauh berbeda dari sebelumnya. Dan saat ini mereka sudah berada di ruang kelas. Jam selanjutnya adalah kelas dosen killer Rafael Douglas. Dan Davina memilih untuk tetap tinggal di kelas sampai sang dosen datang untuk mengajar. Mungkin masih ada 15 menit lagi untuk dosen killernya kembali mengajar. Jadi Davina masih punya waktu untuk sedikit mengobrol dengan Gea.
"Hahhhhhh...."
Davina menghela napas ketika sahabatnya berkata seperti itu. Apa ia harus menceritakan soal perjodohanmya dengan dosen killer itu. Apa kata Gea jika mendengar hal itu. Tapi beberapa hari ini ia merasa bingung harus berbuat apa. Mungkin dengan sedikit bercerita dengan Gea akan sedikit mengurangi rasa sesak di dadannya.
"Ge, kamu ingat gak beberapa waktu yang lalu bunda sempat telepon aku dan berkata buat pulang cepat. Dan kamu bilang tumben bunda kamu minta kamu pulang lebih cepat. Ingat gak?" tanya Davina mencoba membuat sahabatnya memgingatny.
"Aaaaaaaaa..."
Setelah Gea berpikir sejenak akhirnya ia berkata seperti itu beberapa waktu yang lalu.
"Iya aku ingat waktu itu aku pernah berkata seperti itu. Trus apa hubungannya?" tanya Gea balik.
"Jadi gini waktu itu bunda minta aku pulang karena mau membicarakan soal yang penting. Bunda berencana menjodohkan aku sama putra dari sahabat bunda. Dan bahkan 2 hari sebelumnya keluarga dari sahabat bunda datang dengan membawa laki-laki itu," kata Davina mulai bercerita.
"Apa???" Teriak Gea kaget.
"Itu mulut bisa gak kalau gak pakai teriak? Disini masih banyak orang dan aku gak mau dianggap orang kayak orang gila," kata Davina mengingatkan sang sahabatnya.
"Sorry. Aku cuma kaget ketika kamu bilang bunda mau menjodohkan kamu sama anak laki-laki dari sahabatnya. Trus gimana wajah orang yang dijodohkan sama kamu?" Ganteng? Kata? Atau manis?" Kata Gea meminta maaf karena sudah berbuat hal-hal yang bar-bar.
"Ya udah dibilang dia tampan dan kaya juga. Tapi dia 10 tahun lebih tua daripada aku. Jadi akan aneh kalau aku menerima perjodohan itu. Di tambah lagi aku gak mungkin menikah sama orang yang tidak kita kenali. Menurut kamu aku harus gimana Ge? Aku ingin berbakti sama ayah dan bunda. Apa aku terima aja perjodohan itu?" tanya Davina meminta pendapat.
"Kalau aku sih gak tahu harus kasih pendapat apa. Tapi satu hal yang harus kamu ingat. Dalam hidup ini kita harus melakukan dengan senang hati dan tidak ada keterpaksaan. Jadi kita merasa nyaman bila menjalaninya. Jadi semua ada di tangan kamu sebagai sahabat aku hanya bisa mendukung apapun yang kamu perbuat. Karena aku tahu kamu tipe wanita yang mandiri dan kuat," kata Gea memberi nasihatnya.
Davina pun mendengar semua nasihat yang Gea ucapkan. Karena apa yang Gea katakan padanya benar adanya. Semua keputusan ada pada dirinya jadi ia harus mempertimbangkan dengan sangat teliti dan cermat.
"Davina, emang siapa sih cowoknya? Aku kenal gak?" tanya Gea balik.
"Dia orang Indonesia kok. Dan sepertinya kamu tahu siapa dia. Jadi aku gak usah ngasih tahu sekarang juga," goda Davina.
"Ih kamu ya Dav sukanya pakai rahasia segala. Ayo cepat buruan kasih tahu siapa laki-laki itu," kata Gea yang mulai merajuk.
Belum sempat Davina mengatakan siapa sosok laki-laki yang dijodohkan kepadanya tiba-tiba dosen killer itu datang dengan raut wajahnya yang datar dan juga sikap yang cool. Tanpa Davina sadari jika matanya tak sengaja tertangkap mata abu-abu milik Rafael. Mata abu-abu itu menjadi bukti bahwa mata indah itu bisa memikat puluhan wanita-wanita lain. Tapi Rafael bukan seperti itu. Jika ia sudah memiliki kekasih maka ia akan serius dan setia dengan gadis itu.
Rafael pun memulai proses mengajarnya. Ia pun sangat serius jika sedang mengajar seperti ini. Karena menjadi dosen adalah salah satu hal yang paling ia sukai. Meskipun ia sekarang sudah membantu bekerja di perusahaan sang Daddy tapi tetap saja ia tak bisa meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang dosen. Dan seperti biasa banyak mahasiswi yang terpesona dengan kharisma yang di munculkan oleh dosen got dan seksi mereka. Dengan memakai kemeja yang pas di badannya yang berotot serta wajahnya yang terlihat serius jika mengajar itu membuat banyak mahasiswi terpesona dengan ketampanannya.
Kelas dosen killer baru saja selesai. Davina berencana untuk segera ke kantin untuk mengisinya. Tapi belum sempat ia beranjak dari bangkunya tiba-tiba sang dosen killer memanggilnya.
"Davina bawa tugas ini ke ruangan saya sekarang," perintah Rafael dengan raut wajah yang datar.
"Baik pak," jawab Davina menyerah.
Sepertinya ia harus menunda untuk pergi ke kantin. Karena dosen killernya itu meminta bantuannya buat membawa tugas kuliahnya ke ruangannya.
"Ge, nanti pesenin aku nasi goreng pedas sama es teh aja ya. Aku mau antar tugas ini ke ruangannya pak Rafael. Jadi tunggu aku di kantin aja," pinta Davina.
"Ok Davina sayang. Udah sana bawa tugasnya ke ruang kerjanya pak Rafael daripada lama-lama nanti kamu kena omel lagi," kata Gea memperingatkan.
Dengan berat hati Davina pun membawa tugas-tugas dari para mahasiswa maupun mahasiswi yang baru saja mengikuti kelasnya pak Rafael.
Saat ini Davina sudah berdiri di depan pintu ruang kerja dosen killernya.
"Tokkk...Tokk...."
Walaupun Davina sebal dengan dosen killer itu tapi Davina selalu diajarkan oleh ayah dan bundanya untuk tetap menjaga sopan santunnya.
"Masuk," jawab Rafael dari dalam.
Setelah mendapat izin untuk masuk maka Davina pun segera masuk.
"Ini pak tugas-tugas yang bapak minta saya bawakan," kata Davina menaruh tumpukan kertas di meja Rafael.
"Kamu duduk sebentar saya ingin berbicara sama kamu. Tapi sebelumnya saya terima telepon dulu," jawab Rafael santai.
Davina pun mengangguk dan langsung duduk di depan meja Rafael. Sementara itu Rafael sedang sibuk berbicara dengan seseorang di ujung terlepon. Mungkin hampir 10 menit lamanya hingga Rafael menyelesaikan urusan dengan ponselnya.
"Sebenarnya saya masih belum puas dengan pembicaraan kita kemarin. Kenapa kamu tidak menerima perjodohan kita? Atau kamu punya kekasih sehingga tidak menerima perjodohan itu," kata Rafael to the point.
Davina sempat kaget ketika laki-laki dihadapannya menanyakan perihal perjodohan mereka kemarin. Apa dia benar-benar serius dengan perjodohan yang di rencanakan kedua orang tua mereka.
"Sebelumnya aku gak tahu tentang perjodohan itu. Bunda hanya minta aku kenal dengan anak laki-laki dari sahabatnya. Dan bunda cuma berharap jika cocok maka mungkin bisa menerima perjodohan itu. Tapi setelah tahu siapa laki-laki yang dijodohkan bunda buat aku jujur aku shock dan tak mengira jika bapak merupakan anak laki-laki dari sahabat bunda," kata Davina menjelaskan.
"Emang kenapa jika laki-laki yang di jodohkan sama kamu saya. Dan satu hal ketika kita hanya berdua cukup panggil saya Rafael saja tidak usah pakai kata pak ataupun bapak segala," tanya Rafael merasa aneh dengan jawaban dari Davina.
"Jujur ya ketika pertama kali kamu menjadi dosen disini aku gak suka dengan sikap kamu. Mungkin di luar sana banyak mahasiswi yang suka sama kamu ataupun tergila-gila sama aku. Tapi itu bukan aku," kata Davina menjelaskan.
Entah kenapa jawaban dari Davina membuat hati Rafael tersentil. Gadis yang ada di depannya ini memang saat berbeda dengan gadis di luar sana. Sepertinya akan seru jika ia bisa menaklukkan gadis di hadapannya dan menerima perjodohan ini.
"Kalau begitu aku akan bilang ke orang tua kamu dan orang tua aku bahwa aku setuju dengan perjodohan yang mereka inginkan," jawab Rafael sambil menatap Davina.
"Apa???"
Wah dosen killer kita mulai mencari cara menaklukkan Davina. Kira-kira berhasil gak ya??
See you next chapter...