Sarena menghempaskan tubuhnya dengan lelah di atas sofa, seraya matanya terarah pada botol tonik yang tergeletak di meja, hadiah dari Shaka. Di luar, matahari menyengat seolah bersekongkol dengan panas yang menguap dari aspal jalanan. Jalan raya di balik gedung ONE TV dipenuhi kendaraan yang saling beradu klakson, terburu-buru mengejar waktu, meninggalkan riuh rendah yang tak pernah sepi. Udara gerah merambat perlahan, menelusup melalui celah jendela, membawa serta debu kota yang terhempas oleh deru kendaraan. Namun, di dalam ruangannya yang sepi dan dingin, Serena duduk diam, membiarkan tatapannya tersangkut pada botol tonik itu. Rasanya seolah menatap tonik tersebut sama saja dengan menatap Shaka—seorang lelaki yang kini memenuhi pikirannya dengan segala kebingungannya. Setiap sudut bot