Ledakan di mansion

1131 Kata
Saat Calista keluar dari rumah, dia terkejut karena ada yang menghampirinya. "Kami akan mengantarkan anda, Nona." Ucap salah satu anak buah Sean. "Kalian anak buah Sean?" Tanya Calista karwna dari jaketnya mereka memang seperti anak buah Sean waktu itu di markas. "Benar, Nona." Ucapnya lalu memperlihatkan tato yang ada di tangannya dan akhirnya mengangguk. Calista akhirnya masuk ke dalam mobil mereka sambil mengirimkan pesan kepada Sean (Terima kasih) Sean yang baru saja sampai kantor tersenyum tipis dan akhirnya menghubunginya. "Kau dengan anak buahku?" Tanya Sean. "Hm, aku tadi tidak membawa uang, beruntung sekali kau mengirimkan anak buahmu untuk mengantarku." Ucqp Calista. "Cepatlah datang ke sini, sebentar lagi kita ada meting." Ucap Sean. "Iya-iya, cerewet sekali." Ucap Calista lalu menutup sambungan telefonnya. Setelah sampai di kantor, dia langsung masuk ke dalam ruangan Sean yang ternyata dia sedang menerima telefon dari seseorang yang entah siapa. Calista melihat berkas yang ada di meja dan menyiapkannya karena itu adalah berkas untuk meting setelah ini. Bahkan setelah dia selesai, Sean masih menerima telefon dan belum ada tanda-tanda mengakhirinya. Calista bahkan mengkodenya namun dia malah memalingkan wajahnya dan mengkode dari tangannya jika dia masih berbicara. "Ck! Ini sudah hampir waktunya." Gerutu Calista, Dia akhirnya memiliki ide dan duduk di atas meja Sean. Calista memiringkan rambutnya dan sedikit membuka kancing kemejanya yang membuat Sean tentu saja melihatnya "Aku akan menghubungimu lagi." Ucap Sean yang langaung mematikan sambungan telefonnya. Dan benar saja dia bahkan langsung meletakkan ponselnya di atas meja dan mengukungnya. "Kau sengaja menggodaku." Ucap Sean menciumi leher Calista bahkan ingin membuka kancingnya lagi namun Calista mendrongnya. "Dasar mesumm, dipancing begini sudah sudah birahi. Sudah. Ayo kita meting. Aku tidak auka keterlambatan." Ucap Calista yang membenarkan kancing kemejanya. Dia memang hanya bermain-main tadi, agar Sean terpancing dan menutup telefonnya. Sean tersenyum tipis dan akhirnya memukul pelan bongkahan padat belakang milik Calista namun dibiarkan olehnya bahkan dia tersenyum miring dan meninggalkan Sean duluan. ***** "Dia pasti sudah mati. Biarkan saja. Dia sepertinya memang sudah waktunya berakhir, itu kesalahannya sendiri. Sudah pasti Sean muak padanya." Ucap Carly. Jika sudah tertangkap oleh Sean, memang sangat susah akan menyelamatkannya, padahal Carly tadinya sudah mengirimkan mata-mata ke markas Sean, namun dia tidak bisa masuk krena ternyata Sean memperketat penjagaannya. "Kita fokus saja dengan pelabuhannya, dia benar-benar sialan! Aku akan menghampirinya ke perusahaannya besok." Ucapnya yang dimengerti oleh anak buahnya. Sebenarnya Carly tidak bermaksut untuk bermusuhan dengan Sean, dia hanya ingin pelabuhan yang ada di kota x, dan Carly sudah menawarkan untuk membelinya, hanya saja Sean menolak yang membuat Carly marah dan akhirmya selalu mengusik Sean. "Kau sudah mendapatkan pelabuhannya?" Tanya Xavier yang baru saja datang ke ruangan anaknya. "Belum, dia benar-benar tidak mau memberikannya." Ucap Carly. "Car, aku dengar jika ibumu sudah meninggal," ucap Xavier yang di angguki oleh Carly. "Dia sudah meninggal satu tahun yang lalu. Suami tidak tau dirinya itu sering berjudi." Ucap Carly yang sebenanrya tidak begitu berminat untuk membahasnya. "Kau masih marah dengan ibumu. Kau tidak ingin memaafkannya?" Tanya Xavier lepada putranya. "Memaafkan sudah, tapi aku tidak pernah lupa jika dia membuangku dan lebih memilih suami barunya." Ucap Carly. Xavier hanya diam saja, dia tidak bisa membuat anaknya untuk melupakannya karwna memang yang dilakukan istrinya dulu sudah sangat keterlaluan. "Dad, sebenarnya ada yang ingin kuberitahu." Ucap Carly yang membuat Xavier penasaran. "Aku sepertinya menemukan adik kembarku." Ucap Carly yang membuat Xavier terkejut. "Di mana dia?" "Akan aku pastikan dulu, aku tidak bisa membawanya begitu saja karena aku takut salah." Ucap Carly yang dimengerti oleh Xavier. "Segera bawa dia ke sini, Daddy sudah sangat merindukannya." Ucap Xavier. "Sudah pasti." ***** Sedangkan sore hari di tempat lain, Calista dan Sean sedang perjalanan pulang setelah mereka bekerja seharian. "Itu berarti selama ini kau selalu di buntuti anak buahmu dibelakang?" Tanya Calista karena dia baru menyadari jika dibelakang mobil Sean ada mobil anak buahnya yang tadi mengantarnya. "Terkadang iya, terkadang tidak. Tergantung mood-ku saja," ucap Sean. "Enak sekali." Gumam Calista. "Apa sebenarnya pekerjaanmu di dalam dunia mafia? Merebut kekuasaan? Mencari musuh?" Sean tersenyum miring dengan perkataan Calista. "Sebenarnya aku hanya berbisnis, aku bukan merebut kekuasaan atau mencari musuh, hanya saja banyak orang yang terkadang iri dengan kekuasaanku mengingat bisnisku didalam dunia bawah sangat berhasil. Untuk itu jika ada orang yang memang ingin mencari gara-gara denganku, aku akan meladeninya." Ucap Sean yang dimengerti oleh Calista. "Aku tidak banyak tau tentnag dunia bawahmu, tapi aku mengerti jika memang sepertinya dunia bawah tidak main-main," "Memang benar, jika kau sudah memutuskan masuk ke dalam dunia mafia, maka kau harus siap mati." "Dan kau akan membiarkan aku mati?" Tanya Calista. "Tent saja tidak, aku melindungimu dengan nyawaku, selebihnya kau harus menjaga dirimu sendiri." Ucap Sean. "Terlihat manis tapi juga menyeramkan." Ucap Calista yang membuat Sean tertawa. "Aku dulu sempat belajar beladiri saat sekolah, tapi aku tidak meneruskannya karena tidak memiliki waktu." Ucap Calista memberitahu. "Kau ingin belajar lagi? Sebenarnya itu juga penting untukmu," ucap Sean menawarkan yang di angguki oleh Calista. "Kalau begitu ajari aku juga untuk menggunakan pistol, aku ingin banyak tau dan bisa menggunakan apapun yang berhubungan dengan dunia bawah." Ucap Calista yang membuat Sean tersenyum miring. Dia menghentikan mobilnya setelah sampai di halaman mansion lalu melepas sabuk pengamannya. "Kemarilah." Ucap Sean meminta Calista untuk duduk di atas pangkuannya yang membuat Calista mengerutkan dahinya. "Di sini? Banyak anak buahmu." Ucap Calista. "Jika kita bercinta di sini pun mereka tidak akan berani melihatnya, mereka masih menyayangi mata mereka." Ucap Sean tang membuat Calista tersenyum miring dan akhirnya naik ke atas pangkuan Sean. Dia memundurkan kursinya dan langsung meraih bibir Calista untuk dimainkan olehnya. Calista yang sudah terbiasa dan juga menyukai sentuhan dan ciuman Sean tentu saja langsung membalasnya dengan tak kalah liarnya. "Kau sudah semakin jago, pasti akan menyenangkan saat lidahmu memainkan milikku." Ucap Sean yang mencengkram sedikit erat pinggang Calista karena merasa gemas dengannya. "Kenapa perkataanmu sangat frontal." Ucap Calista yang mengerti apa yang dikatakan Sean. "Malu-malu kepada pasangan bukankah tipe-ku." Ucap Sean yang membuat Calista akhirnya mengingat mantannya. "Itu berarti mantanmu sering memanjakanmu, cih enak sekali buaya sepertimu." Ucap Calista yang ingin turun namun Sean mencegahnya. "Kau semburu?" Tanya Sean. "Untuk apa aku cemburu dengan pria birahi sepertimu, lebih baik aku ke dalam." Ucap Calista yang turun dari pangkuan Sean dan dibiarkan olehnya. Sean tersenyum dan akhirnya mengikuti Calista yang hendak ke dalam, namun dia terkejut ketika melihat sesuatu. Di sana ternyata Calista bersimpangan dengan Sabrina. "Calista berhenti." Teriak Sean yang langsung berlari namun Calista yang tidak mengerti hanya terdiam begitupun dengan Sabrina DUARR Suara ledakan terdengar sangat keras dan bahkan membuat tubuh Calista dan Sabrina terpental ke bawah. "Sialan." Umpat Sean yang menjadi khawatir, anak buah Sean yang mendengar ledakan itu akhirnya berlarian ke dalam dan ternyata api sudah berkobar di sana. Sean langsung menggendong Calista dan membawanya menjauh. "Bawa Sabrina," ucap Sean juga kepada anak buahnya dan memintanya untuk menyelamatkan adik angkatnya ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN