Sementara itu, Alicia benar-benar mulai khawatir dengan menghilangnya Rene. Sahabatnya itu tidak kembali juga setelah berkata ingin ke toilet. Belum lagi, saat di telepon, sepertinya ada yang ganjil dengan gadis itu.
Akhirnya setelah sempat bertanya pada beberapa orang yang mengenal Rene, gadis itu mencoba mencari Rene ke lantai atas, bahkan menghubungi ponselnya. Tetapi dia hanya bisa kecewa karena panggilannya tidak diterima.
Kemana Rene hingga menghilang begitu lama tanpa mengatakan apa-apa?
Di ruang VIP, Rene akhirnya berusaha mengendap dengan cepat agar bisa berlari keluar dari sana. Tetapi sayang sekali, aksinya itu diketahui oleh Harris.
“Hei!! Siapa kau!?? Mau kemana!!??” Harris berseru memanggilnya serta merangsak keluar dari area kamar mandi.
Rene sangat terkejut, dia berusaha kabur, tetapai Harris terlanjur menangkap lengannya.
“Hei!!” Harris menarik paksa lengan Rene, untuk melihat wajah gadis itu.
“Harris, jangan kasar!!” sergah Julian yang membuntuti sepupunya, dengan nada khawatir.
Lelaki yang disebut namanya sekarang tampak benar-benar terkejut melihat siapa wanita yang hendak mengendap-endap keluar tadi.
“Kau!? Rene Jehan!??” Ia menunjuk penuh kecam kepada wanita itu.
Rene memasang wajah tegang, ia menelan ludahnya bimbang dengan rahang mengetat.
“Hei, Harris,” Julian menarik tangan sepupunya agar tidak lagi memegangi Rene dengan keras.
“Julian! Kenapa kau tenang saja!?” tegur Harris. “Dia pasti punya niat lain, mengendap-ngendap masuk ke sini saat kau sedang tidur!” lelaki itu berkesimpulan. Ia lantas kembali berbalik bicara kepada Rene. “Katakan! Apa yang kau inginkan dari sepupuku, hah!? Apa kau melakukan sesuatu kepadanya!?”
Rene dan Julian masih saling bertatapan panik dan bingung. Sementara Harris masih memikirkan berbagai konspirasi di kepalanya saat melihat musuh keluarga mereka itu.
“Jangan-jangan…. Kau… berniat meracuni sepupuku ya!?” Ia menoleh pada Julian, “Hei, Julian, apa kau tadi meminum sesuatu!? Apa kau memakan sesuatu yang diberikan orang asing!?”
“Tidak, Harris, dengar, dia—“
“Aku hanya menumpang ke kamar mandi!” tukas Rene, setelah akhirnya bisa menemukan jawabannya. “Aku tadi sedikit pusing, dan kamar mandi penuh. Jadi aku…. Mencari kamar mandi di dalam ruangan.” Sekali lagi ia dan Julian bertukar tatap. “Kulihat ruangan ini menyala dan pintunya sedikit terbuka, saat aku ingin meminta ijin, kulihat dia sedang tidur… Jadi aku masuk saja menggunakan kamar mandi. Dan saat aku hendak pergi, kau datang,” terang Rene, dengan suara yang kian percaya diri.
Harris menatap Rene sangsi. “Kau pikir aku bisa percaya begitu saja, kalau
kau tidak ada niat apa-apa? Bagaimana pun, kau itu dari Jehan. Kau pasti sudah membuntuti Julian dan mungkin memiliki rencana busuk—“
“Aku tidak ada rencana apa pun! Kau lihat sendiri dia baik-baik saja!”
“Buka!” Harris menunjuk tas Rene. “Buka tasmu sekarang juga! Kau juga harus memperlihatkan isi ponselmu!”
“Aku tidak mau! Ini melanggar privacy, kau tahu!?”
“J-Julian! Kau lihat!? Kau lihat tingkah mencurigakan wanita ini!??” Harris mencari dukungan.
Julian melirik Rene sejenak dan berkata kepada Harris. “Sudahlah, dia benar, aku tidak apa-apa. Biarkan saja dia pergi.”
Perkataan itu jelas terlihat mengejutkan Harris. “Membiarkannya pergi!? Apa kau gila!? Bagaimana jika dia sudah merekam atau mengambil sesuatu yang dapat menjatuhkan kita!? Bagaimana jika dia merencanakan sesuatu yang licik!?”
“Hei! Bukan aku yang suka menyelinap ke tempat orang lain untuk mencuri ide dan tendernya!” Rene melawan Harris.
“Oh, ya!? Tapi bukankah kau orang yang sama, yang mengintimidasi pegawai kepercayaanku!? Dan bukan tidak mungkin, kau sudah melakukan sesuatu sehingga Platinum yang jelas-jelas telah memberikan lampu hijau kepada CU, akhirnya memilih Jehan!” serang Harris.
“Hei! Kami mendapatkan dukungan karena konsep kami lebih baik!!’
“Konyol!”
Rene dan Harris terus bertikai, membuat Julian sangat bingung apa yang harus dilakukannya. Keramaian mereka, rupanya menarik perhatian seseorang.
“Rene! Rene, kau di sini!?” tegur Alicia, yang akhirnya menemukan sahabatnya.
Gadis itu menghampiri, dan lebih terkejut lagi, mendapati di sana ada Julian, dan juga Harris. Kehadiran Alicia berhasil membuat suasana menjadi hening.
“Rene, aku sudah mencarimu kemana-mana!” terang Alicia, khawatir.
Sekali lagi ia dan Harris saling bertatapan. Ada rasa canggung tidak biasa di antara mereka.
“Ah, ya, aku baru saja hendak kembali,” dengan cepat Rene merebut ponselnya dari tangan Harris yang sepertinya setengah bengong.
Ia lantas beranjak pergi sambil mendorong Alicia keluar bersama dari ruangan VIP.
“Hei, kau—“
“Sudahlah,” Julian menahan lengan Harris yang sepertinya belum rela membiarkan Direktur Jehan beranjak dari sana tanpa beban.
“Julian! Kenapa kau diam saja!? Apa kau percaya perkataannya, bahwa dia tidak melakukan apa-apa?” desak Harris.
“Memang dia mau melakukan apa!?” Julian balik bertanya. “Aku baik-baik saja, kau lihat!?”
“Entahlah… bagaimana jika dia mencuri rahasia perusahaan atau…”
“Malam ini, aku hanya berencana bersenang-senang. Main band, berpesta… tidak ada hal penting terkait pekerjaan yang kuambil. Sudahlah.”
Harris mengamati Julian teramat heran. “Kenapa kau… bisa begitu mempercayainya? Mereka itu bahaya, Julian. Kita tidak boleh lengah.”
“Ya, aku tahu,” Julian merangkul bahu sepupunya. “Tetapi kita juga harus menggunakan logika. Memangnya apa yang mungkin dia lakukan? Memotretku saat sedang tertidur? Apalagi yang mungkin dilakukannya? Anggaplah perkataannya benar, dia hanya perlu ke kamar mandi, dan saat selesai, dia melihatmu datang dan sembunyi.”
Julian bisa melihat sepupunya masih sangsi dengan gagasannya. Tetapi tampaknya Harris memilih tidak bicara lagi.
“Sudahlah, aku sudah lelah belakangan banyak sekali hal-hal yang tidak menyenangkan. Rasanya aku ingin pulang dan tidur,” ungkapnya.
Akhirnya keduanya keluar dari ruangan tersebut. Suara musik menghentak di bawah masih belum ada tanda-tanda usai.
“Kau belakangan benar-benar aneh, Bro,” Harris tidak menutupi pendapatnya, yang hanya dihadiahi senyuman simpul Julian.
“Kau bisa pulang sendiri? Atau perlu kuantar?” tawar Harris.
“I’m fine,” jawab Julian. “Aku masih sepenuhnya sadar.”
Julian lantas membereskan tagihannya sejenak, sebelum hendak beranjak dari sana. Namun, saat Julian hendak beranjak melangkahkan kakinya dari pusat pesta, suasan klub tiba-tiba menjadi sangat riuh. Bukan karena ada acara yang menghebohkan, melainkan karena sedang ada pertengkaran yang terjadi di sana.
Bahkan, terdengar teriakan beberapa orang wanita yang ketakutan.
“Pradipta pengecut!! b******k!!”
Julian merasa mengenali suara tersebut. Ia lantas berusaha merangsak memasuki kerumunan. Dan dia akhirnya berhasil melihat siapa yang sedang berselisih.
Geovanni dan Harris.
Keduanya tampak terlibat baku hantam.
“Hei! Hentikan!” seru Julian, berusaha mencapai keduanya, walaupun sulit karena dia harus menyibak kerumunan dan itu tidak mudah.
Namun keributan itu sudah semakin memanas dan dibutakan hawa nafsu. Di sana ada juga Alicia. Sahabat Rene itu tampak histeris meminta keduanya berhenti bertikai.
“HARRISS AWAASS!!” seru Julian saat ia melihat Geovani meraih sebuah botol minuman dan memukulkannya ke kepala Harris.
Erang kesakitan terdengar memekakkan, dan semua orang histeris.
“Geo!! Apa yang kau lakukan!!?” pekik Rene yang baru terlihat lagi, ia berusaha mengembalikan kesadaran sepupunya.
“Harris!! Harris!! Kau tidak apa-apa!?” Ngeri Julian mengamati kepala Harris yang mengucurkan darah dengan deras.
Demikian juga dengan Alicia yang terlihat menghampiri Harris dan bereriak histeris.
“Harris!! Harriss!!!!”
Julian mengangkat pandangannya, bertemu tatapan Rene yang tidak kalah ngeri.
***
Sekali lagi keributan itu menjadi sorotan media massa. Bahkan di sana disebutkan Harris, sepupu Julian, yang juga seorang manager di perusahaan CU terlibat pertikaian. Bahkan, kali ini ada juga artikel yang mengulas persaingan antara keluarga Nararya dan Pradipta yang telah bertahun-tahun.
Orang-orang yang sebelumnya tidak terlalu mengetahui mengenai hal tersebut, kali ini juga mulai membahasnya. Kelebihan dan kekurangan kedua perusahaan menjadi perbincangan di forum-forum online.
` “b******k si Pradipta itu!!” geram Anton saat menutupn surat kabar yang dibacanya. “Aku tidak mau tahu. Kita harus menuntut mereka!”
Julian menelan ludahnya. Ia pun merasa benar-benar geram atas apa yang Geovanni lakukan kepada Harris. Sepupunya itu sampai mendapatkan jahitan di kepalanya akibat perbuatan Geo.
“Kalian juga! Belakangan hanya membuat skandal, skandal, dan skandal saja!! Apa belum cukup kejadian kemarin mencoreng muka CU?”
Dan kejadian ini tentu bukan hanya berlangsung antara Harris dan Geo. Sekarang hal ini juga kembali menambah bensin pada api permusuhan antara dua keluarga besar Pradipta dan Nararya.
“Lagipula, kenapa kalian harus berada di sana? Satu tempat dengan mereka?” tanyanya kepada Julian dan Augusta.
“Papa, itu event terbuka, dan kami juga tidak tahu jika di sana akan bertemu mereka,” terang Augusta. Walaupun dia sudah pulang saat perkelahian terjadi, setidaknya dia juga berhak bersuara karena menghadiri pesta tersebut.
“Mulai sekarang, aku tidak ingin, kalian berada satu tempat dengan mereka!” tegas Anton. “Jangan bekerja sama, dengan perusahaan yang rekanan dengan mereka! Ini harus ditegaskan!”
“Papa, itu mustahil!!” bantah Julian. “Kita tidak bisa melibatkan pihak-pihak yang netral dalam masalah ini. Ini bisa menjadi boomerang bagi kita.”
Anton tahu itu, tetapi dia benar-benar geram dengan apa yang baru terjadi.
“Kalian ini… apa kalian ingin membuatku mati lebih cepat?” Keluh Anton, bercampur geram.
“Papa…” Julian bicara lebih lunak. “Aku belum tahu apa alasan Harris berkelahi. Tetapi, aku berjanji kami akan lebih berhati-hati dan tidak membuat keributan yang tidak perlu lagi.”
“Aku tidak butuh janji! Aku hanya perlu bukti. Bereskan semua kekacauan ini dan jangan pernah mengampuni mereka!!”
Anton lantas beranjak dari sana, meninggalkan kedua putranya di meja makan.
“Nanti siang, aku dan Diana akan melakukan konferensi pers. Apa kau mau bergabung.”
Julian menggeleng enggan. “Aku tidak mau berurusan lagi dengan wartawan selain untuk urusan bisnis,” tegasnya.
Dia juga masih geram dengan banyaknya narasi yang mulai memojokkan keluarga mereka. Tentu saja, dua kali terlibat dalam keributan di tempat hiburan bukan imej yang baik bagi perusahaannya. Tetapi sebetulnya, masalahnya tidak seburuk apa yang para wartawan itu citrakan.
“Jika mereka nanti bertanya soal peristiwa tadi malam, sebaiknya kau tidak mengatakan apa pun,” Julian mengingatkan.
“Ya, aku tidak akan mengomentari hal itu,” Augusta menyetujui.
***
“Paman dan ayahku berkeras akan melaporkan sepupumu,” ujar Julian saat melakukan video call dengan Rene menjelang tidur malam itu. “Dan aku sangat geram dengan apa yang dia lakukan kepada Harris.”
“Geo bilang sepupumu yang memulai duluan, dia mengejek tubuh Geo saat Geo sedang mendekati seorang wanita.”
“Apa itu alasan yang cukup untuk membenarkan tindakannya menghantamkan botol minuman ke kepala Harris dan membuatnya dirawat sekarang?”
“Jika hal itu terjadi kepadamu, bagaimana? Jika ada yang mengejekmu di hadapanku?” Rene menaikkan suaranya.
Julian mengeratkan rahang. “Aku akan meninjunya mungkin, but first, tidak akan ada yang berani mengejekku, aku yakin. Lagipula, itu masih menurut sepupumu. Tidak ada yang tahu kebenarannya sebelum Harris bicara.”
“Tentu saja sepupumu akan membela diri!” serang Rene.
“Bukankah hal yang sama juga berlaku untuk sepupumu!? Bisa saja dia hanya membela diri!”
Rene dan Julian terdiam tegang. Pembicaraan mengenai keluarga mereka selalu berhasil menyelipkan rasa gusar di hati keduanya.
“Kurasa malam ini aku tidak akan mendapat kecupan selamat malam?” Julian buka suara kembali. Rene menghela napasnya luluh, walau tampak frustasi.
“Entahlah Julian… kenapa semakin banyak masalah di antara keluarga kita. Ayah Gio tadi datang dan sekarang di rumah kami suasananya sangat panas.”
“Begitu pun di sini, tadi kami baru menjenguk Harris di rumah sakit. Dia masih pemulihan.” Julian berusaha meredam geram jika teringat kondisi sepupunya tersebut.
“Aku ingin bertemu…” Rene terdengar merindu. “Kepalaku rasanya mau meledak.”
“Love, bagaimana jika kita tentukan sekarang kapan kita bisa bertemu?”
“Ya, bagaimana kalau… ah, Honey, papaku memanggil. Sudah dulu. Nanti aku hubungi kembali.”
“Where’s my kiss?” tuntut Julian.
Rene mengecup kamera smartphonenya. “Love you!” Ia segera menyudahi sesi video call mereka.