07 | Alasan Kematian

1305 Kata
"HAI, Ayah!" Claire menyapa Natan saat dia berjalan melewatinya. Langkah kakinya begitu ringan, nyaris membuatnya terlihat layaknya sedang melompat-lompat saat berjalan. Senyum yang mengembang di bibirnya pun tak kunjung memudar. Dia benar-benar terlihat bahagia sekarang. Ada apakah gerangan? "Kau membuat kesepakatan apa dengannya sampai dia bisa terlihat sebahagia itu?" Natan bertanya dengan dahi mengernyit penasaran, ketika Raphael masuk ke dalam rumah mengikuti jejak langkah Claire sebelumnya. Raphael berhenti di depan Natan. Dia mengulum senyum tipis menatap ayahnya. "Apa kau mau mengizinkannya?" tanyanya balik tanpa membalas pertanyaan Natan sebelumnya. "Mengizinkan apa?" Dahi Natan berkerut heran. Raphael bukan lelaki yang suka basa-basi. Dia lebih tegas dan disiplin dari yang terlihat mata manusia biasa. Jika dia sampai menanyakan sesuatu dan memerlukan kepastian lebih dulu, jelas saja siapa pun yang telah mengenalnya akan memandanginya penuh curiga. "Dia memintaku mengajarinya agar menjadi lebih kuat dan bisa melindungi dirinya sendiri," akunya jujur. Dia menatap Natan, melihat raut tenangnya yang perlahan berubah menjadi raut wajah terkejut. Raphael menghela napas, tapi senyum di bibirnya tak sanggup dia sembunyikan. Dia cukup terhibur melihat perubahan ekspresi Natan yang ada di depannya. Dia juga tak bisa menyembunyikan rasa senangnya saat mendengar permintaan itu keluar dari mulut Claire yang dulu selalu ketakutan dan berakhir murung. Natan langsung mendelik pada Raphael. "Dan kau menyetujui permintaan gilanya itu?" "Tentu saja, aku menyetujuinya. Lagi pula, sejak lama aku memang ingin melihat dia berkembang seperti anak remaja pada umumnya. Jadi, aku akan mengajarinya ilmu bela diri dan seni berpedang, sesuai yang telah kujanjikan," katanya lugas. "Kau sudah gila?! Dia tidak akan sanggup mengikuti semua ajaran darimu. Tubuhnya terlalu lemah, dia juga masih dalam tahap penyembuhan setelah dia mengalami kematian. Dia mungkin takkan sanggup melakukan apa yang kau harapkan darinya," tolak Natan secara terang-terangan. Pria posesif itu jelas saja takkan menyetujui usul yang bisa membuat putri semata wayangnya berada dalam bahaya. "Kita belum pernah mencobanya sama sekali. Dia memang lemah dan nyaris tak memiliki bakat apa pun selama ini, tapi apa kau percaya dia memang tak bisa berbuat apa-apa seperti? Aku ... tidak. Aku yakin dia memiliki sebuah potensi dan tugasku adalah mencari, lalu membantunya membuktikan kalau dia memang bisa melakukannya." Raphael percaya, semua orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semuanya telah diatur dengan adil. Ada beberapa orang yang terlahir sempurna, tapi tak semua kesempurnaan itu akan bertahan selamanya. Contohnya Angelica, tunangan Gerald yang sangat berbakat. Dia sangat sempurna, cantik, ceria, dan memiliki bakat luar biasa. Sayangnya, hidupnya tak bertahan lama. Contoh lainnya Gerald. Dia adalah tipe yang sangat cocok menjadi seorang raja, bahkan sejak kecil sifat aslinya sudah terlihat. Dia dingin, angkuh, kejam, dan tak berperasaan. Sejak kecil, Gerald memang tak pernah ragu membunuh siapa pun yang menjadi musuh dan menghalangi keinginannya. Namun, sifatnya melunak ketika dia bertemu dengan orang yang dia suka. Sesuatu yang membuatnya lemah juga semakin kuat dari sebelumnya. Seseorang yang akhirnya menjadi pembatas baginya. Dan ia harus kehilangan batas miliknya dengan cara menyedihkan, lalu mengubahnya menjadi monster mengerikan. "Kenapa kau berusaha sekeras itu hanya untuk membantunya? Seingatku, kalian tidak begitu akrab sebelumnya." Natan berkata, nadanya terdengar semakin curiga. Raphael hanya tersenyum saat membalas kata-katanya, "Kami memang tak pernah dekat sebelumnya, tapi dia adikku, aku akan membantunya apa pun yang bisa kulakukan. Apalagi sebentar lagi, memang sudah saatnya dia pergi dari sini." Natan mengerling. "Apa maksudmu dengan pergi dari sini?" "Usianya lima belas tahun. Sudah saatnya dia masuk sekolah, keluar dari rumah, dan mengenal lingkungan sosial yang sebenarnya. Sampai kapan kau ingin menguncinya di sini sendirian?" Raphael menatap Natan dengan wajah datar, dia jelas-jelas tak menyukai pendapat Natan untuk mengurung putrinya selama-lamanya di kediaman Skywish. Natan mengembuskan napas kasar. "Jika bisa, aku tak ingin membuatnya pergi meninggalkan tempat ini." "Kau takkan bisa melakukannya karena sekolah itu wajib untuk semua keturunan keluarga bangsawan. Juga, cepat atau lambat dia pasti pergi seperti apa yang selalu dia inginkan selama ini. Dan lagi ...," ada jeda cukup lama saat Raphael menatapnya tajam, "mau sampai kapan kau ingin menyembunyikannya?" Natan mengernyitkan dahi, agak kebingungan akan pengalihan topik pembicaraan di antara mereka. "Menyembunyikan apa lagi yang kau maksudkan?" "Statusku." Raphael mengembuskan napas kasar. "Kau langsung membuatku patah hati. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Benar-benar mengenaskan. Selamanya ... mungkin dia hanya akan melihatku sebagai kakak laki-lakinya." Raphael mendengkus pelan. "Bukannya memang begitu?" Natan balik bertanya, senyum mengejek menghias bibirnya. Dia tak menyangka seorang Raphael yang dingin dan tak berperasaan itu akan jatuh cinta pada putrinya. "Kau membuatnya semakin menyakinkan, padahal kami hanya sepupu. Tak ada salahnya jika dia mencintaiku, kan?" Raphael menatap Natan serius. "Kecuali kau memang keberatan jika dia jatuh cinta padaku." "Tentu, aku tak merasa keberatan jika kalian saling mencintai. Terlebih aku memang ingin membatalkan pertunangannya dengan Peachell setelah peristiwa yang terjadi pada mereka akhir-akhir ini," ujar Natan serius. "Apakah terjadi masalah dengan Theo? Aku pernah bertemu dengannya beberapa kali. Menurutku, dia memang lelaki yang cukup baik," komentarnya. Mengingat Gerald dan Theo cukup dekat, Raphael pun beberapa kali bertemu dengan tunangan Claire itu. Jadi, dia mengenal sedikit karakter Theo selama mereka bertemu. "Kau yakin, telingamu tak pernah mendengar apa pun yang membuat Claire berhenti meminum obat dan berakhir merenggang nyawa sebelumnya?" Natan bertanya dengan nada serius. Raphael tersentak. "Semua itu karena dia?" tanyanya cepat dengan ekspresi tak percaya. "Kau pasti menyadarinya, kan? Claire hanya dekat dengan keturunan Peachell itu sebelumnya. Dia tak pernah dekat denganku, apalagi patuh padaku, bahkan pada Ellena sekali pun. Dia juga sering menghindar dan menjauhimu saat kau pulang. Dia memang bicara beberapa patah kata denganmu, tapi hanya sebatas itu. Tidak akan lama, dia pasti akan pergi juga. "Namun, dia selalu bicara dengan keturunan Peachell. Menurut, patuh, dia mau meminum obatnya karena Peachell yang menemani dan memintanya secara halus. Lalu, bagaimana ceritanya dia bisa tiba-tiba saja berhenti meminum obatnya?" Raphael tak bisa mencegah kepalan tangan di kedua sisi tubuhnya. "Apa yang telah terjadi pada mereka sebenarnya?" "Hanya Peachell itu dan Claire sebelum kehilangan ingatannya yang tahu. Aku tak bisa mendesak Claire, karena dia memang tak bisa mengingat apa pun selain namanya sendiri saat kembali dari maut. Namun, perubahannya dan kehilangan ingatannya cukup membuatku serta Ellena bersyukur." Raphael juga bersyukur dengan perubahan Claire, karena dia menjadi lebih baik. Bahkan, dia langsung jatuh cinta padanya saat pertama kali dia melihat adiknya sedang bicara dengan sekuntum bunga di halaman rumah. Namun mengingat apa yang telah terjadi padanya membuat Raphael lantas menggertakkan gigi gerahamnya. Dia mengerti dengan baik kali ini, kematian Claire sebelumnya berkaitan dengan Theo. Jika tidak ... lalu siapa? Claire memang selalu murung, karena keadaannya yang tidak seperti anak-anak lainnya. Namun, dia tetap ingin sembuh. Dia ingin hidup lebih lama bersama laki-laki yang selalu dicintainya. Itulah motivasi hidup Claire sebelumnya. Dia, Natan, dan Ellena tahu jelas tentang hal itu. Alasan itu yang membuat mereka tidak pernah protes sama sekali, padahal mereka tak pernah setuju Theo menjadi tunangan Claire. "Aku jadi ingin merontokkan sebagian gigi depannya," kata Raphael dengan jelas. "Lalu, kau mau menjadi kejar-kejaran anjing penjaga keluarga kerajaan?" Natan bergurau, lalu kedua orang itu tertawa setelah melewati percakapan tentang masa lalu yang menyesakkan d**a. Angel mendengar informasi singkat itu dari balik tembok tak jauh dari. Dia terlalu bersemangat, untuk itulah dia begitu cepat mengganti gaun panjang mewahnya dengan kemeja dan celana panjang biasa agar dia bisa berlatih dengan Raphael. Dia sudah siap berlatih. Dia ingin mendesak Raphael untuk lekas melatihnya. Untuk itulah ia kembali demi mencari kakaknya. Namun, pembicaraan terakhir yang berhasil ia curi dengar membuatnya bungkam. Claire yang sebenarnya ternyata benar-benar sudah mati. Angel bukannya menempati tubuhnya untuk sementara waktu, tapi dia memang menggantikan keberadaannya untuk selamanya. Dia akan hidup kembali di tubuh Claire, tapi semua ingatannya masihlah milik Angel sendiri. Walaupun dia bisa memahami itu, tapi dia tetap merasakan kekesalan yang diam-diam merasuki pikirannya saat mengingat apa yang mungkin telah terjadi pada Claire semasa hidupnya. Jika kau bisa berbicara denganku sekarang. Apa yang kau mau dariku, sebagai seseorang yang telah menggantikan posisimu? Apa kau ingin aku membalas dendam pada tunanganmu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN