14 | Permintaan Aneh

1923 Kata
MEREKA berjalan lebih jauh dari yang telah ia bayangkan. Rumah keluarga Skywish memang besar, tapi Gerald tak menyangka kalau di dalamnya terdapat banyak sekali ruangan dan lorong-lorong panjang. Natan menoleh ke belakang. Melihat sendiri apakah Gerald masih mengikutinya atau tidak? Dan laki-laki itu masih setia mengikutinya walau ekspresi aneh masih terus menghiasi wajahnya. Mereka berhenti di depan pintu sebuah ruangan besar dan luas, dengan langit-langit tinggi, dan berisikan banyak sekali buku yang berbeda-beda. Natan masuk lebih dulu dan Gerald mengikutinya dengan ragu. Dalam hati laki-laki itu mengumpat. Lebih baik dia disiksa dengan kejam di tempat busuk, daripada harus dikurung di tempat ini atau lebih parahnya disuruh membaca semua buku-buku yang ada di sini! Gerald sangat membenci tempat seperti perpustakaan. Menurutnya, tempat ini lebih mengerikan dari penjara kerajaan yang selalu mengeluarkan aroma busuk dari tikus mati, sisa makanan, atau mungkin bau badan ratusan orang yang terkurung di sana. Gerald bergidik ngeri. Natan pun melihatnya berekspresi. "Apa Pangeran tidak menyukai perpustakaan?" tanyanya, setengah menebak begitu melihat Gerald merasa sangat enggan berada di dalam sini. "Ah ... aku memang membencinya." Gerald tak kuasa menunjukkan rasa tidak sukanya. Natan duduk di atas kursi yang sepertinya memang miliknya. Lalu ia menunjuk kursi yang berada di seberang mejanya. "Berkenan untuk duduk di sana, Pangeran?" tanyanya disertai sebuah senyuman yang entah kenapa semakin membuat Gerald merasa ketakutan. Gerald mengembuskan napas kasar. Dia tahu, jika dirinya salah. Dia tahu, kalau dia memang pantas menerima hukuman. Namun entah kenapa, dihukum di tempat seperti ini membuatnya ingin melarikan diri dari tanggung jawabnya saja. "Bisakah kau berhenti memanggilku pangeran dan pangeran seperti itu? Sejujurnya, aku tidak pernah menyukai panggilan itu, panggil saja Gerald. Lagi pula tidak ada yang melihat juga tidak akan ada yang menyadarinya." Gerald memalingkan wajah ke arah lain tanpa perlu duduk di depan Natan lebih dulu. "Dan lagi, bukankah kau membawaku kemari, karena kau ingin menghukumku? Kenapa kau harus repot-repot memperlakukanku dengan sopan, jika kau hanya ingin menghukumku?" Natan tersentak kaget. Dia mengerjapkan kedua bola matanya sambil menatap Gerald dengan ekspresi tak percaya. Menghukum seorang pangeran kerajaan? Apa Gerald sedang ingin bercanda dengannya? Mana mungkin Natan berani melakukannya?! "Kenapa kau bisa berpikir aku akan menghukummu?" tanyanya heran. "Kenapa? Bukankah jawabannya sudah jelas? Aku hampir saja melukai bahkan hampir membunuh putrimu. Apa kau tidak mau marah atau mau memberiku hukuman karena telah menyerang anakmu?" Gerald menatap Natan balik, terlihat heran sendiri pada satu orang tua di depannya ini. "Aku bahkan tidak berani memikirkan untuk memberimu hukuman. Walaupun aku memang sangat ingin melakukan sesuatu, tapi bagaimanapun juga putriku yang memulai semuanya." Natan terdiam cukup lama sebelum memberanikan diri untuk menanyakan alasannya. "Apakah kau pernah dihukum karena telah melukai seseorang?" Natan tidak menduga saat Gerald malah tersenyum padanya. Senyumannya terlihat tenang dan sedikit berbeda. Senyumannya terasa hangat. Apakah dia senang, karena tidak jadi dihukum? Ataukah dia baru saja mengingat sesuatu yang menyenangkan di daam ingatannya? "Ya ... aku pernah mendapatkannya. Amarah seorang ayah yang putrinya aku lukai tanpa sadar," ujarnya dengan tenang. Gerald ingat saat dirinya melukai Angel secara tidak sadar. Dia memberi perlawanan yang cukup serius pada tunangannya sendiri, lalu kekasihnya pun terluka. Luka itu sebenarnya tidak dalam, tapi orang tua Angel tetap memberinya sebuah hukuman sebagai bentuk peringatan. "Kau mungkin tidak pernah menerima hukuman apa pun sebelumnya. Namun, melukai orang yang kamu cintai itu perbuatan yang salah. Aku akan tetap memberimu sebuah hukuman!" Walaupun hukuman itu harusnya tak terasa sakit atau mengerikan. Namun, dilarang untuk mendekat dan bertemu dengan tunangannya sendiri sangat membuatnya ketakutan dan membuat dadanya terasa sesak bukan main. Dia takut ... jika selamanya dia takkan bertemu dengan Angel lagi. "Walaupun hukuman itu sebenarnya tidak mengerikan, tapi rasa sakitnya cukup membuatku ingin memberontak, keluar, dan pergi menemuinya saat itu juga. Aku ingin bertemu dengannya." Gerald memegangi matanya, menghalau air mata yang mungkin akan mengalir pelan menuruni pipinya. "Aku sangat ingin menemuinya ... sangat ... tapi aku takkan bisa melakukannya lagi." Natan akhirnya mengerti, siapa sosok yang telah Gerald lukai. Tunangannya sendiri, Angelica Airfist. Dia mendapatkan hukuman dari ayah tunangannya saat secara tidak sadar dia telah melukai Angelica. Ahhh ... mungkinkah peristiwa itu baru terjadi beberapa bulan yang lalu? Peristiwa yang membuat Gerald semakin menyesali kepergian Angel dari dunianya ini? Gerald pada akhirnya menitikkan air mata. Tanpa suara isakan, dia melunturkan semua emosinya. Selama ini dia pasti menahan lukanya dalam diam. Dia hanya bisa mengamuk dan mengamuk, karena dia menyesal dan tak lagi bisa berbuat apa-apa. Saat itulah Natan menyadari sesuatu. Walau terkesan acuh tak acuh dengan wajah dingin dan tatapan tajam, Gerald tetaplah masih anak muda yang seusia dengan putrinya. Dia tetap memiliki hati yang begitu lembut layaknya kapas. Dia pun memiliki kehangatannya sendiri yang akan ia bagi hanya kepada orang yang dia cintai. Juga, dia memiliki luka yang sulit ia bagi pada orang lain yang belum dia percayai. Lalu, entah kenapa Gerald bisa membuka dirinya padanya. Seperti ... dia pun mencari sebuah jawaban di balik pertanyaan yang diam-diam tengah memenuhi kepalanya sekarang. "Apa aku harus memberimu hukuman untuk membuatmu merasa lebih baik?" Tawaran Natan yang membuat Gerald berhenti dan menatap wajahnya. "Jika kau memang ingin sekali dihukum atas kesalahanmu ini, maka katakanlah! Aku akan menghukummu." Natan berkata dengan tegas. Lagi pula, Gerald memang tak lagi memiliki keluarga selain kakak kandungnya dan beberapa dewan yang bekerja untuk kerajaan Athena. Tidak banyak yang bisa mendidiknya dengan baik. Itu mengapa ayah Angel memberanikan diri untuk menghukumnya agar Gerald menjadi sosok yang lebih baik. "Menurutmu, apakah ada orang yang mau dihukum?" Gerald balik bertanya sambil menghapus semua jejak air mata yang tersisa di wajahnya. "Tentu saja tidak mungkin." Natan menggeleng, lalu tertawa pelan. "Tapi kau terlihat begitu merasa sangat bersalah saat aku membawamu ke mari. Benar, bukan?" Akhirnya ia mengerti, kenapa sejak awal ekspresi wajah Gerald terlihat aneh sekali. "Kau menyadarinya?" tanya Gerald terkejut. Natan menghela napasnya panjang. "Sejak tadi aku terus bertanya-tanya dalam hati, kau sebenarnya kenapa? Walaupun terlihat biasa, tapi ekspresi wajahmu cukup aneh untuk dilihat oleh mata. Dan lagi, aku membawamu ke sini karena aku ingin mengajakmu bicara. Aku tidak ingin menghukummu, malah aku merasa sangat ingin berterima kasih padamu." "Bagaimana bisa?!" "Claire menyerangmu lebih dulu. Dia yang bersalah, dia bahkan layak dihukum mati karena kesalahannya itu. Namun, kau tidak marah dan malah menemaninya berlatih." Natan mengulum senyuman manis. "Aku tahu, kau sengaja melawannya karena ingin melindunginya dari hukum. Hukum karena berani menyerang otoritas tertinggi kerajaan adalah hukuman mati. Kau tidak ingin dia mati, walaupun kau terlihat serius sekali saat melawannya, tapi kau selalu menahan diri. Jika tidak, Claire mungkin sudah mati untuk kedua kali." Gerald terdiam. Dia memang menyerang Claire dengan salah satu alasan seperti itu. Namun, dia tidak tahu Natan mengetahui alasannya melakukannya untuk melindungi Claire sendiri. Lagi pula, untuk apa dia harus melindunginya? Jika hukum kerajaan benar-benar bergerak. Claire hanya akan mati dan itu bukan urusannya lagi. Itu tak akan ada kaitannya dengannya. Dia tidak akan sedih, karena dia bahkan tidak pernah berhubungan apa pun dengannya sebelumnya. Namun, entah kenapa Gerald merasa sangat tidak rela, seandainya dia kehilangan sosok perempuan yang baru saja ditemui olehnya. "Entahlah ... aku melakukannya secara tidak sadar. Aku merasa seperti ... seperti takut akan kehilangan dirinya." Gerald tidak menyangka akan mengatakan hal seperti itu pada orang asing yang baru ditemuinya hari ini. Namun, entah kenapa dia merasa bisa mempercayai Natan hingga lubuk hati bagian terdalamnya. Dia merasa tenang saat bersama dengannya. Layaknya ... dia sedang bersama dengan ayahnya sendiri. "Padahal kau baru saja bertemu dengannya!" Natan tak kuasa tertawa keras, menertawai Gerald dan kalimatnya yang sejujurnya cukup menjijikkan jika harus diingat-ingat. "Harus kuakui, putriku memang cantik dan aku juga tahu kalau dia sangat menarik. Namun aku tak menyangka kau juga akan tertarik padanya, Gerald!" Natan mengedip-ngedipkan sebelah matanya, terlihat jelas jika pria itu sedang menggodanya Gerald tak terprovokasi sama sekali. Dia masih tenang, bahkan dia masih bisa menganalisis apa yang sebenarnya terjadi. Dia memang merasa tidak ingin Claire mati. Dia tidak ingin perempuan itu pergi. Entah kenapa ... dia merasa akan sangat menyesal jika harus kehilangan dirinya untuk kedua kali. Padahal, mereka baru bertemu hari ini. Perasaannya bukan hal yang remeh seperti suka pada pandangan pertama. Dia juga tidak begitu mengerti bagaimana cara menjelaskannya. Hanya saja ... dia tidak ingin Claire pergi darinya. Tidak lagi. Mungkin, dia hanya takut jika Raphael akan mengamuk padanya atau Theo yang datang untuk menguliti seluruh tubuhnya. "Gerald, apa kau merasa tidak asing dengan putriku?" Gerald terdiam. "Bagaimana kau bisa tahu?" Kedua matanya menyipit. "Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" Jelas-jelas itu pertemuan pertama mereka, tapi entah mengapa Gerald merasa seperti mereka sudah pernah dekat sebelumnya. Sangat dekat ... seperti .... "Aku tidak tahu. Aku hanya berpikir begitu saat melihatmu sangat peduli pada orang yang lain yang baru pertama kali kau temui, bahkan belum kau kenali siapa namanya," katanya tidak jelas. Gerald mengembuskan napas kasar. "Ya, kau memang benar. Aku memang merasa tidak asing, tapi aku tidak tahu apa pun tentang itu. Aku merasa ... entahlah ...." Ada jeda cukup lama sebelum Natan mengatakannya. "Gerald, apakah kau mau melindunginya?" tanya Natan secara tiba-tiba. Gerald menatapnya tak mengerti. "Kenapa kau tiba-tiba saja bertanya seperti itu?" "Aku ingin mengetahui jawabanmu dengan jelas. Apa kau mau melindunginya? Seandainya kalian sedang bersama dan berada dalam bahaya. Apa kau mau melindungi putri yang kumiliki satu-satunya?" Natan menatap lurus ke kedua mata Gerald yang terlihat ragu saat menatapnya. Laki-laki itu terdiam, matanya terpejam, dia mengalihkan pandangannya saat memberikan jawaban. "Aku tidak tahu, apakah aku bisa melindunginya atau tidak. Aku yang bahkan gagal melindungi tunanganku sendiri, apa aku bisa berjanji untuk melindungi perempuan lain di dunia ini?" Natan terdiam. Penyesalan Gerald sangatlah dalam. Dia tidak bisa berbuat apa-apa akan hal itu. Hanya saja, dia ingin memastikan jika Gerald tidak akan melukai atau membunuh putrinya di masa depan. Apa pun masalah mereka sebelumnya. Natan hanya tidak ingin kehilangan sosok putrinya untuk kedua kalinya. "Kalau begitu berjanjilah! Berjanjilah padaku, kalau kau tak akan pernah melukainya. Apa pun yang terjadi, tolong ... jangan pernah mengambil dia dariku!" Walaupun Gerald tidak begitu mengerti, tapi kepalanya mengangguk layaknya dia memahami semuanya. Bahkan, jika harus dipikir-pikir. Dia tidak mungkin melukai Claire apalagi sampai membunuhnya. Dia ... tak memiliki alasan apa pun untuk melakukannya. Bahkan, dia merasa sebaliknya. Dia ingin Claire tetap ada di dunia ini dan terus menemaninya. Dia tidak bisa merelakan kepergiannya, jika seandainya hal itu benar-benar terjadi. "Walaupun permintaanmu sangat aneh sekali, tapi aku akan menurutinya. Aku tak akan melukainya, aku juga akan menjaganya, walau kurasa hal itu tak diperlukan. Dia memiliki ayah yang hebat sepertimu, sosok kakak yang baik seperti Raphael, dan orang yang sangat mencintainya seperti Theo. "Kehadiranku sama sekali tak diperlukan untuknya, lalu kenapa kau masih memintaku untuk menjaganya? Aku berharap, itu adalah sebuah bentuk kepercayaan yang kau berikan padaku hari ini atau sebuah hukuman, karena aku hampir saja melukai putri yang kau sayangi.." Natan tersenyum lebar. "Iya, kau bisa menganggapnya seperti itu. Aku mempercayaimu, lebih dari semua orang yang ada di dunia ini. Aku mempercayaimu untuk menjaganya dengan baik di luar sana. Terima kasih!" "Aku akan melakukannya sebaik mungkin. Er ...." Gerald melirik sekitarnya dengan gelisah. "Apa aku sudah boleh pergi dari sini? Jujur saja, melihat ribuan buku di tempat ini membuat kepalaku terasa sakit sekali." Natan tersenyum masam. "Kalau kau terus seperti itu, kau tidak pantas menjadi seorang raja." Gerald mendengkus pelan. "Aku memang tidak pernah tertarik dengan hal seperti itu selama ini. Biarkan saja k*****t itu membusuk di ruangannya bersama semua kertas-kertas bodoh miliknya. Aku tak peduli lagi bagaimana nasibnya." Gerald dengan cepat pergi dari sana, meninggalkan Natan yang langsung mengernyitkan dahi untuk mencermati kalimat terakhir yang Gerald ucapkan padanya. "Hanya perasaanku saja atau memang hubungannya dengan Putra Mahkota memang tidak sebaik itu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN