13 | Seperti Tidak Asing

1525 Kata
PEACHELL bukanlah klan dengan garis keturunan biasa. Mereka terkenal sangat kuat dan ahli. Itu mengapa mereka dipercaya oleh kerajaan untuk menjadi kaki tangan sekaligus anjing penjaga kedamaian di Kerajaan Athena. Dengan kata lain, sebuah klan yang rela melakukan apa pun untuk negaranya. Termasuk di dalamnya ... melakukan pembunuhan. Theodore bukan pewaris satu-satunya mereka. Ada beberapa anak lain seusianya yang bisa saja mengambil posisi penting itu di keluarga Peachell. Namun, Theo adalah keturunan langsung dari pemimpin klan Peachell yang sekarang. Dikaruniai wajah tampan dan senyum manis yang mempesona, Theo dikenal sebagai sosok malaikat yang lahir di sarang iblis pencabut nyawa. Di balik itu semua, Theo memiliki sebuah sisi gelap. Dia bukan orang yang mudah berbelas kasih pada orang lain. Berbeda dengan wajah manisnya, sifat aslinya sebenarnya sangat mengerikan. Di kala tertentu, tatapan matanya yang lembut akan berubah menjadi sedingin es batu. Gerakan tangan dan kakinya cepat dan kuat. Dia juga tidak akan ragu mematahkan atau meremukkan tulang siapa pun yang menghalangi jalannya, juga menghalangi kemajuan negaranya. Bahkan, beberapa waktu yang lalu, keluarga Peachell menerima tugas untuk membunuh seorang Gerald, karena monster di dalam tubuhnya tak lagi bisa dikendalikan. Theo yang mengemban misi itu, tapi dia tidak kunjung melakukannya hingga sekarang. Dia akan menilainya sendiri, apakah Gerald benar-benar layak untuk mati atau tidak? Terlebih, Gerald salah satu teman baik yang dia miliki. Tidak mungkin dia mau membunuh temannya sendiri? Sedangkan Raphael harus mengumpat berulang kali. Dia memang ingin mematahkan tangan atau minimal merontokkan satu gigi laki-laki tampan dan menyebalkan di depannya ini. Namun, dia tidak bisa melakukannya. TENTU SAJA TIDAK! JIKA PERTAHANANNYA TERLALU SEMPURNA! Bahkan Raphael sempat berpikir. Seandainya Theo dan Gerald harus saling melawan, siapa yang akan keluar memenangkan pertarungan? Dan ia sangat yakin, tunangan adiknya ini yang akan menang. Raphael melompat mundur. Di saat itulah Theo merapalkan mantra dan sebuah api yang bergolak besar menyerbu ke arahnya. Raphael merapalkan sihir anginnya, membuat pelindung yang menangkis semua api yang menyerangnya. "Ck, sihir yang merepotkan!" geram Theo yang pada akhirnya menerjang Raphael. Padahal sejak tadi, dia hanya terus menghindar dan bertahan dari serangan cepat yang Raphael lancarkan. "Benarkah? Bukankah kau juga bisa menggunakannya?" Raphael menyeringai licik. Mereka yang bisa menggunakan sihir api, juga bisa menggunakan sihir angin, begitu pula sebaliknya. Manusia bisa menguasai dua tipe sihir elemen yang berbeda secara bersamaan. Sihir-sihir itu bukan sihir asal yang bisa lantas dikuasai dengan belajar. Semuanya sudah diatur sejak lahir, pun ada diagram elemen yang membantu mereka menentukan sihir kedua yang bisa mereka kuasai. Hal-hal seperti itu akan diajarkan di sekolah kerajaan, tepatnya di bagian sihir. Di mana di situlah semua orang bisa mengembangkan sihir yang ada di tubuhnya. Namun, tak semuanya menyukai sihir kedua yang bisa mereka kuasai. Seperti halnya Theo yang membenci kekuatan angin di dalam tubuhnya, karena kekuatan itu mengingatkannya akan sang kakak yang sangat hebat. "Aku tidak pernah suka menggunakannya!" teriakan penuh amarah itu membuat cela di pertahanannya. Raphael melihatnya dengan seringai semakin lebar. Kena kau! Dia berkelit dengan mudah dari serangan Theo. Menghindari lagi tendangan yang Theo berikan untuknya, lalu dia menusukkan pedangnya dengan cepat. Lurus ke depan dan menggores pipi Theo yang kini langsung membeku dalam diam. "Aku tahu kelemahanmu dengan baik, adik kecil!" ejek Raphael, tepat sebelum suara Claire terdengar di seberang sana. "Sedang apa kau di sini?" Raphael menoleh, Theo pun melakukan hal yang sama dan membuat luka gores di pipi kananya semakin lebar. Namun, dia tak memedulikan lukanya, karena ia penasaran untuk melihat keadaan Claire di seberang sana. Claire .... Mata kedua laki-laki itu langsung membelalak kala melihat Claire memasang kuda-kuda dengan tangan mengacungkan pedang lurus ke arah Gerald. Gerald menyeringai tipis. "Aku ingin keluar dari tempat busuk itu, lalu Raphael mengajakku ke mari. Apa aku tidak boleh berada di sini?" tanyanya santai. "Kau seharusnya tahu, di sini bukan tempatmu!" Raphael terpana, sama halnya Theo yang tak bisa berkata ataupun berbuat apa-apa, saat melihat Claire mengompori seorang Gerald Athena. Ayolah! Bukankah mereka belum pernah bertemu sama sekali sebelumnya? Kenapa Claire bisa melakukannya? Kenapa juga Gerald mau meladeninya?! "Kau benar, ini memang bukan tempatku." Gerald mengeluarkan bilah pedangnya, suara nyaring yang terasa menyakitkan telinga itu membuat Claire langsung mewaspadai semua gerakan Gerald berikutnya. "Tapi, kalau kau terus menatapku seperti itu, juga berani menyerangku, aku takut kau akan kehilangan nyawamu. Jadi, lebih baik aku menemanimu bermain hari ini, bukan?" Dalam sekejap mata Gerald sudah berada di hadapan Claire. Langkah kilat, tidak, itu salah satu sihir Gerald yang tidak pernah dia perlihatkan pada siapa pun. Banyak rumor yang mengatakan jika Gerald adalah pengguna sihir api, seperti halnya Theo dan Archilles. Namun, sebenarnya Gerald adalah penguasa sihir petir dan air. Gerald menyembunyikan kenyataannya dan membiarkan rumor palsu itu agar tak seorang pun tahu kekuatan aslinya, kecuali Angel, tunangannya sendiri. Angel mengetahui kekuatannya yang sebenarnya, karena berulang kali mereka hanya berlatih berdua. Setelah Gerald mengusir Raphael, mereka akan bertanding dengan sungguh-sungguh. Claire terkejut, tapi hanya seper sekian detik, sebelum dia menangkis sabetan samping dari pedang Gerald yang mengayun sempurna dan ingin menebas tubuhnya menjadi dua. Gerald menggerakkan pedangnya lagi, berusaha memenggal kepala Claire, tapi perempuan itu sudah mengalihkan pedangnya ke sisi kepala, menahan tebasan Gerald berikutnya. Claire menendang Gerald yang menghindari tendangan itu dengan cara mengambil dua langkah mundur. "Lumayan juga," gumamnya disertai seringai menyeramkan. "Aku jadi ingin melukai sedikit kulit cantikmu itu!" Gerald menyerang lagi dan lagi. Claire terus menangkis semua serangannya dengan baik. Dia bahkan memberikan perlawanan yang sedikit lebih baik dari seorang pemula pada umumnya dan hal itu berhasil membuat kakak serta tunangannya terpana melihatnya. Theo berdecak kagum. "Aku tak menyangka, dia akan menjadi sehebat itu hanya dalam waktu sebulan." "Ya, aku juga tak menyangka dia sampai bisa mengimbangi serangan Gerald," gumam Raphael ikut-ikutan. Namun, berbeda dengan kedua laki-laki berbeda usia lima tahun yang terpana di seberang sana. Natan merasa tubuhnya mengering menjadi sebuah kapas yang bisa terbang ke mana pun dengan mudah. Putrinya yang baru dan Pangeran Gerald saling mengenal sebelumnya. Mereka cukup dekat, sangat dekat hingga Claire bisa mengetahui semua gerakan Gerald dan bisa mengambil gerakan untuk mengantisipasi semua gerakan Gerald. Namun, sehebat apa pun putrinya bisa mengantisipasi semua gerakan Gerald. Tubuhnya tak akan bisa mengikuti kehebatan Gerald yang terkenal sebagai monster mengerikan dalam wujud manusia. "Raphael! Hentikan Pangeran Gerald!" teriak Natan pada Raphael yang tersentak kaget, lalu dengan sihir anginnya dia menerjang ke arah Gerald untuk menggantikan Claire. Claire ambruk di belakang punggung kakaknya. Napasnya memburu, tubuhnya memanas hebat, dan keringat menetes dari pelipis serta seluruh wajahnya. Dia kelelahan. Natan mendekati putrinya, lalu menggendongnya kembali ke kamar. Theo bersiul, memanggil seekor burung merpati lalu mengeluarkan pita merah di saku jasnya, dan membiarkan burung itu pergi menuju pamannya. "Apa yang terjadi?" tanya Gerald, menarik diri dan memasukkan kembali pedangnya ke sarungnya. "Hah!" Raphael mengembuskan napas kasar, sambil berdecak sebal. "Aku membawamu ke sini bukan untuk membunuh adikku. Dan lagi, aku yang ingin melawannya, kenapa malah kau yang melakukannya?" gerutunya. "Aku akan membunuhmu kalau sampai terjadi hal yang buruk padanya," gumam Theo dengan wajah dingin. "Kau tak begitu terlihat terkejut," kata Raphael sambil menatap Theo penuh selidik. "Leo sudah menjelaskan masalahnya padaku. Dia akan menjadi seperti itu kalau kelelahan." Theo mendelik ke arah Gerald yang tersenyum tak berdosa. "Kau harusnya bisa menahan diri saat melawan perempuan yang bahkan baru belajar bela diri selama sebulan!" Gerald mengerjapkan matanya. "Aku menahannya, tentu saja. Tapi kenapa aku merasa, dia sudah belajar bela diri sejak lama sekali, ya?" Raphael mendengkus. "Jangan membuat alasan macam-macam. Dia baru belajar selama sebulan. Bukankah kau sudah tahu, jika dia baru kembali dari maut bulan lalu?" "Ah ... kau benar juga." Walaupun Gerald cukup menahan dirinya tadi, tapi seharusnya Claire tidak akan bisa mengimbangi gerakannya secepat itu. Terutama, karena dia baru mulai belajar menggunakan pedang dan ilmu bela diri satu bulan yang lalu. Dia terlalu hebat ... atau kuat ... dan entah mengapa, ada sesuatu yang tak ia ketahui apa alasannya. Dia merasa ... sangat familier dengan gaya bertahan Claire beberapa saat lalu. Seperti ... dia pernah melawannya sebelumnya. Namun, siapa? Di mana dia melakukannya? "Bagaimana keadaan Claire, Natan?" Raphael bertanya begitu Natan kembali berkumpul dengan mereka. "Dia masih beristirahat sekarang. Pelayan sedang membersihkan tubuhnya, untuk itulah aku datang. Kau bisa menjaganya sementara waktu, kan?" Natan menatap penuh maksud pada sosok Theo yang berdiri di sampingnya. "Baiklah!" "Pangeran Gerald, apa kau tidak keberatan jika aku ingin bicara berdua saja denganmu?" Raphael langsung menyipitkan kedua matanya, memandangi ayah angkatnya curiga yang lantas diabaikan begitu saja. Gerald tersentak. Dia lupa sedang berada di mana dan baru saja menyerang anak siapa. Mampuslah dia! Dengan terang-terangan Gerald melawan putrinya di depan matanya. Dia bahkan sampai mengeluarkan aura membunuh yang kentara saat melawannya. Gerald menelan ludahnya susah payah. "Tidak masalah." Walaupun mengatakan demikian, wajahnya langsung menunduk pasrah. Dia pasti menyadari semua kesalahan yang telah dibuatnya. "Kalau begitu, tolong ikuti aku!" Natan pergi, diikuti Gerald di belakangnya. Raphael hanya tersenyum miring melihat pangeran dinginnya berubah menjadi seperti itu. Dia langsung melirik Theo dan mengawasinya dengan baik. Jika dia berada di sekitar sini, Theo akan menjadi orang yang berbahaya untuk berada di sekitar adik manisnya itu. Theo hanya acuh tak acuh lalu pergi dari sana, menuju kamar tunangannya. Dia ingin memastikan jika Claire tidak terluka saat melawan Gerald sebelumnya. Jika sampai dia terluka .... Aku akan membunuhmu, Gerald!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN