Menggoda Uncle
"Kanaya, kamu jangan gila! Apa yang kamu lakukan disini? Ini bukan tempat yang seharusnya kamu datangi!" ujar pria 30 tahun itu dengan penuh ketegasan, saat kamar hotelnya dimasuki oleh seorang gadis yang memang tidak seharusnya gadis bernama Kanaya itu memasuki kamar hotelnya.
"Uncle tidak perlu sok suci. Jangan munafik, Uncle. Aku tahu Uncle sangat terpesona dengan kecantikan ku." Kata Naya dengan nada centilnya saat Lanc terlihat terkejut atas keberadaannya, bahkan sampai meraba paha Lance yang beruntungnya masih ada penghalang kain hingga kulitnya tidak bersentuhan dengan kulit Naya. Namun meski begitu, tidak dipungkiri Lanc langsung merasakan hawa panas yang datang tiba-tiba di seluruh tubuhnya. Dengan cepat Lanc menepis tangan Naya dari pahanya, namun tidak membuat Naya sedih ataupun marah saat mendapat penolakan dari Lanc.
"Hahahaha. Uncle, Uncle. Aku suka dengan gaya Uncle, sangat menantang." Ujar Naya seraya mendaratkan bokongnya dipangkuan Lanc, dan mengalungkan kedua tangannya di leher Lanc.
"Uncle, ada yang bergerak di bawah, tapi yang jelas bukan berasal dari sofa. Sayangnya aku tidak sedang bermain tebak-tebakan, dan pastinya Uncle mengerti apa maksudku yang bergerak keras di bawahku. Hahaha." Ujar Naya panjang lebar yang diakhiri dengan tawa kerasnya, hingga berakhir tubuh Naya di lantai karena Lanc mendorongnya dengan kasar.
Brugh
"Awww! Uncle, sakit!" Naya berteriak kesakitan saat lututnya mencium lantai, dan pastinya Naya merasa kesakitan karena lutut Naya sampai terlihat merah, mungkin karena Lanc yang mendorongnya terlalu kasar.
Lanc mendesah kasar, lalu berjongkok dan menjepit kedua pipi Naya dengan kuat dan menatap mata Naya dengan tatapan tajamnya.
"Dengar baik-baik. Untuk apa kamu mendatangi kamar ini? Bukankah seharusnya kamu ada di kamar pengantinmu? "Tanya Lanc tanpa melepaskan tangannya yang menjepit kedua pipi Naya. Naya menyentuh tangan Lanc yang masih menyentuh wajah tanpa ada rasa takut sedikitpun.
"Aku rasa Uncle sudah tahu apa alasannya aku mendatangi kamar Uncle, dan bahkan lebih memilih kamar Uncle di dibandingkan dengan kamar pengantinku. "Ujar Naya yang membuat Lanc langsung melepaskan tangannya dari wajah Naya dengan kasar, hingga wajah Naya sampai menoleh ke sampingnya karena Lanc benar-benar tidak memperlakukan dirinya dengan lembut.
" Katakan saja dengan jelas, Nay. Aku tidak ingin kamu berada di kamar ini, dan kalau memang kamu ingin menjelaskannya maka jelaskan langsung tanpa harus bertele-tela. "Ujar Lanc Dengan penuh ketegasan, dan berdiri membelakangi Naya, Seraya memasukan kedua tangannya dalam satu celananya masing-masing.
Naya yang mendengar ucapan Lanc langsung berdiri dan membersihkan seluruh pakaiannya bahkan juga mengelus lututnya yang memar, dan meniupnya dengan lembut agar tidak merasa perih.
Naya memandang punggung Lanc dari belakang, Lalu melingkarkan kedua tangannya pada perut Lanc, membuat Lanc lagi-lagi memejamkan matanya karena tidak ingin tergoda oleh Naya.
"Kalau tidak ingin bertele-tele, Uncle tidak perlu bertanya, karena Uncle sendiri sudah tahu apa alasannya Aku ada di kamar Uncle. Lebih baik kita bersenang-senang saja, karena aku datang ke kamar Uncle hanya untuk bersenang-senang." Ujar Naya dengan nada sensualnya.
"Jangan panggil aku Uncle, karena kamu bukan keponakan ku." Ujar Lanc Dengan penuh ketegasan, sambil melepaskan tangan Naya yang melingkar di perutnya, dan Lanc membalikkan badannya untuk membalas tatapan Naya.
"Jangan coba-coba bermain denganku, Nay. Aku Uncle dari suamimu. Ini malam penggantimu, jadi kamu seharusnya berada dalam kamar Niko, bukan di kamar Uncle nya Niko." Ujar Lanc Dengan nada pelannya, namun penuh ketegasan, serta tangan Lanc yang mengelus pipi Naya dengan lembut, dan membantu menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik Naya.
Yah, sebenarnya Naya dan Niko, sudah menikah pada malam itu, dan pria yang menikah dengan Naya itu adalah keponakan Lanc sendiri. Makanya Lanc terkejut bahkan dengan penuh ketegasan Lanc meminta agar Naya kembali ke kamarnya , dimana kamar Naya yang semestinya, bukan malah di kamar Uncle dari suaminya.
"Hanya mencoba untuk bermain-main seperti yang dikatakan Uncle. Apa ada yang salah?" tanya Naya yang langsung mengangkat salah satu tangannya dan menyentuh bibir Lanc dengan lembut, membuat Lanc langsung menahan tangan Naya, dan menatap mata Naya dengan tatapan yang terlihat sangat mendalam.
"Berani sekali kamu menyentuhku sampai ke atas. Aku memberimu kesempatan untuk keluar dari kamar ini, sebelum kamu menyesal." Ujar Lanc tegas, bahkan masih belum melepaskan tangan Naya.
Naya yang mendengar ucapan Lanc tersenyum singkat, lalu melepaskan tangannya dari genggaman tangan Lanc, dan membawa langkahnya dengan langkah anggunnya untuk mendekati sofa dekat ranjang Lanc, dan mengambil gelas yang sudah terisi minuman berwarna kuning, lalu meneguknya dengan cepat hingga tandas.
"Kalau aku sudah berani ada disini, tentunya sudah dipastikan aku tidak akan menyesali apapun yang akan menjadi keputusanku! Aku berani datang kesini, berarti aku sudah siap menerima apapun konsekuensinya." Ujar Naya dengan ekspresi sungguh-sungguh, seraya memainkan gelas yang sudah kosong itu di tangannya, membuat Lanc benar-benar merasa sangat bingung dengan keberadaan Naya yang tiba-tiba.
Lanc sendiri tetap membiarkan Naya duduk di sofa, tanpa ada niatan untuk menyeret Naya keluar dari kamarnya, karena entah kenapa Lanc jadi memiliki rasa keinginTahuan terhadap tujuan Naya mendatangi kamarnya.
Malam itu, seharusnya Naya menghabiskan malam panas dengan Niko, suaminya. Tapi, entah kenapa Naya malah mendatangi kamar Uncle dari suaminya, padahal sudah seharusnya Naya melakukan malam pertama dengan Niko, bukan malah keluyuran ke kamar Lanc.
Lanc tetap membiarkan Naya memainkan gelas kosong di tangannya itu hingga puas, karena meminta penjelasan pada Naya pun percuma, pada akhirnya Naya akan menjawab kalau dirinya sudah tahu apa alasannya Naya memasuki kamarnya, bukan kamar dia sendiri dengan Niko.
"Kurasa, masalahmu cukup berat, sampai tidak mampu untuk membuka suara, bahkan tidak mampu masuk ke kamarnya sendiri dan memilih kamar Uncle suaminya." Ujar Lanc yang berhasil hingga membuat Naya langsung menatap mata Lanc, dan Lanc melihat kedua mata Naya yang sudah terlihat merah karena menahan tangis.
Naya yang mendengar ucapan Lanc mulai meletakkan gelas kosong yang beberapa menit tadi dijadikan sebagai alat mainan, kini Naya berdiri dengan pandangan lurus ke depan.
"Sesuai dengan yang sudah aku katakan tadi, Uncle. Aku tidak pernah bermain-main dengan Uncle. Menurutku masalah ini memang cukup berat, karena aku sendiri merasa tidak mampu untuk mengatasinya, tapi bisa jadi hanya masalah sepele kalau bagi Uncle. Sesuai dengan yang aku katakan tadi, aku datang kesini untuk bersenang-senang." Jawab Naya tegas dan tidak ingin merubah jawaban awalnya, karena memang cuma itu yang bisa dijadikan sebagai jawaban atas pertanyaan Lanc.
"Tapi kenapa kamu harus kesini? Apa yang membuatmu datang ke kamar ini?" tanya Lanc dingin
"Karena perceraian…"