Menghadapi masalah yang cukup berat sendirian, membuat Jenita lemah. Wanita itu harus meneguk alkohol, setidaknya meski hanya tiga gelas.
Sejauh ini, Jenita masih terpukul atas kematian Suaminya. Belum lagi, ia mendapatkan terorr dari keluarga Ardi, karena sebagian harta milik Ardi di wariskan pada Jenita.
Sementara yang sebagiannya lagi harus di bagi untuk di donasikan, dan 10:14pm hanya menerima seperempat harta dari Ardi.
Semua perusahaan dan aset-aset penting milik Ardi jatuh ke tangan Jenita. Namun begitu, hal tersebut tak membuat Jenita harus bergembira ria.
Jenita hanya merasa terbebani dengan peninggalan Suaminya, yang jika di jumlahkan bernominal fantastis.
Siang ini, Jenita berjalan sedikit gontai karena meneguk beberapa gelas minuman.
Ketika dirinya sedang berjalan dengan santai, ia merasakan ada seseorang yang mengikutinya. Hal itu membuat Jenita sadar seketika.
Benar! Ia sempat melupakan teror yang ia alami saat ini. Ketakutan itu tiba-tiba muncul.
Hingga Jenita mempercepat langkahnya, dan merogoh tas untuk mengambil ponsel-nya.
Wanita itu menekan panggilan terakhir di ponselnya, namun tak mendapatkan jawaban.
Secara kebetulan, Nama Pengacara Andra terlihat di layar ponselnya. Lantas Jenita segera menjawab panggilannya.
"Hallo, Tuan Andra... Tolong saya! Saya merasa sedang di ikuti seseorang" Ucap Jenita dengan nafas tak menentu.
Hal itu tentunya membuat Andra tersentak mendengarnya.
"Anda dimana?"
"Saya ada di jalan Xx2k," Jawab Jenita, singkat. Kemudian ia mendapati bahwa Andra memutuskan panggilannya setelah mendapat jawaban lokasi Jenita berada.
Kini Pria itu sedang dalam perjalanan. Ia memprihatinkan nasib janda kembang, yang baru saja di tinggal pergi oleh Suaminya.
"Wanita itu... Kenapa rasanya aku ingin menghiburnya? Kenapa kamu selalu dalam keadaan tidak nyaman?" Gumam Andra, sambil fokus dengan kemudinya.
Andra menarik gas-nya, hingga membuat mobilnya melaju cukup kencang. Pria yang terpikat dengan Janda itu, terlihat kesal memikirkan nasib Jenita.
Butuh waktu 15 menit, untuk membuat Andra tiba di jalan yang di sebutkan oleh Jenita. Pria itu mengemudikan pelan mobil-nya, sambil memerhatikan sudut jalan untuk menemukan Jenita.
"Apa benar dia disini? Kenapa jalannya sepi?" Andra memincingkan kedua matanya, memerhatikan tiap sudut jalan.
Pria itu berencana menghubungi Jenita, namun ia tak mendapatkan jawaban. Kini, Andra mengambil gas lagi untuk menyusuri gang yang cukup sepi itu.
Tak lama kemudian, Andra melihat seorang Pria berpakaian serba hitam. Ia bahkan menutupi kepalanya dengan topi, serta mengenakan masker. Hal itu membuat siapa saja tak mengenali Pria itu.
Melihat itu, Andra langsung menaruh curiga. Apalagi di tangan Pria itu membawa sebuah botol kaca yang entah apa itu isinya.
Andra mengambil kemudinya untuk lebih cepat lagi. Rupanya benar , tak jauh dari tempat itu, ia melihat seorang Wanita tengah berjalan dengan penuh kecemasan.
Pria itu lalu menghentikan mobilnya, dan bergegas turun untuk mengejar Jenita. Ia mengangkap sebuah pergelangan kecil milik Jenita.
Namun reaksi Jenita sangat mengejutkan. Jenita mendesis dan menunduk di jalanan, ia mengira bahwa penguntitnya berhasil menangkapnya.
"Nona Jenita, ini saya! Andra..." Ujar Andra, selangkah lebih mendekat.
Setelah mendengar suara yang tak asing itu, Jenita perlahan menatap Andra yang kini berdiri di hadapannya.
Pengacara tampan itu lalu mengulurkan tangan-nya, agar Jenita segera beranjak. Keduanya saling bertatapan, Jenita yang lega karena sudah merasa aman. Sementara Andra, dadanya bergemuruh melihat Kecemasan pada Jenita.
"Anda sudah aman sekarang!" Tutur Andra, sambil mengulurkan tangannya.
Lantas, Jenita pun tak segan menerima uluran tangan dari Andra. Wanita itu kini beranjak berdiri, dan masih menatap Intens, pada Pria yang menolongnya untuk yang kedua kali.
Sementara itu dari kejauhan, terlihat Pria berpakaian serba hitam tampak kesal karena rencananya gagal lagi.
Melihat Jenita yang sedang tidak baik-baik saja, Andra berinisiatif untuk memapahnya menuju ke mobil.
Mereka berdua lalu pergi dari tempat itu. Andra yang merasa janggal pun menatap ke arah Spion. Ternyata benar dugaannya, ia melihat seseorang yang berpakaian hitam tadi , tengah menatap kepergian Mereka.
Namun Andra hanya diam, dan tak membicarakan hal itu pada Jenita.
Setelah cukup jauh dari tempat itu, Andra menepikan mobil-nya di sebuah mini market.
"Anda tunggu disini sebentar," Ucap Andra, dan di sahuti anggukkan kepala oleh Jenita.
Pria itu bergegas pergi ke mini market untuk membeli sesuatu. Keadaan Jenita kini sudag cukup membaik, namun wajahnya tetap murung karena kejadian yang menimpanya.
Tak lama kemudian, Andra kembali ke mobil dengan membawa minunan.
"Nona, silahkan minum dulu" Andra menyodorkan sebotol air mineral pada Jenita, agar Wanita itu lebih tenang setelah meminumnya.
Jenita pun tak ragu menerimanya, dan segera meneguk minuman tersebut.
Setelah cukup tenang, Andra kembali menyalakan mobil-nya.
"Apa anda baik-baik saja?" Tanya Pria itu, sembari menfokuskan kemudinya.
"Ya berkat anda, saya baik-baik saja. Terimakasih Tuan Andra, saya sangat takut tadi"
"Kalau boleh tau, anda dari mana? Kenapa anda jalan kaki?" Rasanya Andra tak bisa menahan pertanyaan itu, ia sedikit kesal pada Jenita yang tak berhati-hati. Padahal sudah jelas, jika marabahaya selalu mengintai-nya.
"Bau alkohol lagi? Aku tau dia mungkin stres, tapi kenapa harus membahayakan diri sih?" Batin Andra, kesal.
"Saya hanya mampir ke tempat langganan saya dan Suami saya dulu, lalu saya hanya ingin jalan-jalan mencari angin segar. Maaf kalau saya merepotkan anda" Jenita masih saja murung, ia tentu belum move on dari Suami-nya yang sudah meninggal.
"Sebaiknya anda cari teman untuk menemani anda minum, agar anda nggak sendirian" Timpal Andra, menatap fokus ke depan.
Andra paham, bahwa sulit bagi Jenita untuk move on pada Suaminya. Namun kenyataan itu justru membuat Andra kesal, dan kembali lagi pada kenyataan bahwa dirinya hanyalah Pengacara yang Jenita bayar untuk bekerja sama.
"Teman saya sibuk bekerja. Sementara saya, belum ada tenaga untuk bekerja!" Tutur Jenita, dengan suara lirih.
"Kalau begitu hubungi saya! Maka saya akan menemani anda. Entah itu minum, ataupun meluapkan emosi"
"Apa anda menerima jasa menghibur klien?" Tanya Jenita, menatap ke arah Andra.
"Tidak! Kecuali kalau saya mau" Jawabnya dengan singkat.
Tanpa di ketahui oleh Andra, Wanita itu menyunggingkan sudut bibinya. Jenita lalu mengalihkan pandangannya, ke arah luar.
Hingga sore tiba, Andra mengantar Jenita ke Apartemennya.
"Sekali lagi Terimakasih, Tuan" Ucap Jenita, sebelum turun dari mobil.
"Nona Jenita, sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan"
Mendengar itu, Jenita mengurungkan niatnya untuk turun dari mobil.
Netranya menatap fokus Andra, Ekspresinya seolah mengatakan 'Apa itu?'.
"Saya sudah memecah kasus anda. Kematian Suami ada bukan karena bunuh diri, melainkan murni kasus pembunuhan!" Dengan tenang, Andra menyampaikan hal itu pada Jenita.
"Siapa pelakunya?" Jenita sudah menduga sejak awal, bahwa Suaminya di bunuh.
Tanpa menjawab, Andra hanya memberikan secarik foto seorang Pria, yang mengenakan setelan jas.
Jenita terkejut bukan main, rupanya dalang dari pembunuhan Suaminya adalah Bimo. Kakak iparnya sendiri!
"Nggak mungkin!" Seketika itu pula, air mata Jenita tak terbendung.
Teganya Bimo melakukan itu pada Ardi. Padahal selama ini Ardi memberikan semua yang Bimo minta.
Tangis Jenita memecah, di dalam mobil. Andra hanya bisa menemaninya di saat seperti ini.
Pria itu mengusap pundak Jenita untuk menenangkannya. Namun siapa sangka, Jenita malah memeluknya dengan tangis yang tak terbendung itu.
Andra hanya bisa menelan salivanya, dan menepuk punggung Wanita itu agar lebih tenang.
"Sssttt, tenanglah... Semuanya sudah terungkap. Saya pasti akan membantu anda untuk memenangkan kasus ini! Bimo harus mempertanggung jawabkan perbuatannya!" Tutur Andra, terus menepuk punggung Jenita.
"Terimakasih, Tuan Andra!" Bukanya diam, Wanita itu semakin meluapkan kesedihannya.
Air mata yang berhari-hari ia bendung, kini telah meluap.
Lalu bagaimana dengan perasaan Andra? Apakah baik-baik saja???
*
Next---