Pukul 23;32 di gedung Apartemen Elite Luxury, terlihat dua orang Pria berada di dalam mobil yang terparkir di parkiran.
Mereka adalah Beny dan Andra, dua orang yang selalu bertemu karena pekerjaan.
Hubungan mereka sangat dekat, meskipun seringkali beradu mulut. Apalagi Andra yang sangat percaya dengan kinerja Beni.
Begitu pula dengan Beni, yang merasa puas bekerja sama dengan Andra. Malam ini mereka baru saja menyelesaikan pencariannya.
Kebetulan klien mereka bukan hanya Jenita, namun ketika mereka sedang berbicara tentang pekerjaannya, tiba-tiba Andra menyela ucapan Beni.
"Kamu mau kemana? Aku kan belum selesai!" Timpal Beni, melihat Andra membuka pintu mobil.
"Aku ada urusan mendesak, kau pergi saja dulu!" Jawabnya tanpa menoleh.
"Ah, dasar kebiasaan!" Beni yang terbiasa dengan sikap Andra pun mulai melajukan mobilnya, meninggalkan Andra.
Usut punya usut, rupanya Andra melihat seseorang yang tak asing, tengah berjalan sendirian di area parkir.
Andra kalu menghampiri Wanita itu, yang merupakan Jenita. Ia merasa perlu menyapa Klien-nya, walaupun terdengar seperti alasan.
Pria itu tampak menyunggingkan ujung bibirnya, ketika berdiri tak jauh dari Jenita.
Namun siapa sangka, tiba-tiba ia melihat sebuah pengendara motor sport berpakaian serba hitam, serta penutup kepala dan wajah yang sangat rapat, sedang melaju dengan cepat!
Hal itu membuat Andra reflek menangkap tubuh Jenita dan menyangkalnya dari bahaya.
Akibat tindakannya yang mendadak, Mereka berdua terjatuh, namun Jenita terlihat baik-baik saja.
Wanita itu hanya kaget, dengan aksi teror yang menimpanya semakin menjadi-jadi.
Jenita yang menumpu tubuh Andra pun menatap lekat Pria itu, yang sedang menatap tajam pengendara motor itu.
Sayangnya, pengendara motor itu sudah tak terlihat.
"Apa anda baik-baik saja?" Tanya Andra, setelah menyadari, bahwa Pengendara motor tadi sengaja datang untuk mencelakai Jenita.
"Ekhem, saya baik-baik saja" Mereka lalu beranjak berdiri.
Kedua Netra Jenita menatap luka benturan di bagian siku Andra, yang sedikit mengeluarkan darah.
"Sepertinya anda yang ngga baik-baik saja! Mari saya obati luka anda dulu, sebelum pergi" Jenita dengan anggun melangkah lebih dulu memasuki lift.
"Apa anda tinggal disini?" Tanya Andra, mengejar langkah Jenita.
Keduanya kini telah berada di dalam lift dan sedang munuju ke tempat tinggal Jenita.
"Iya, saya tinggal di lantai 32. Anda sendiri? Kenapa ada disini?"
"Saya ada urusan di sekitar sini. Awalnya saya datang dengan Detective, tapi dia pergi lebih dulu" Jawab Andra, beralasan.
"Sepertinya anda sibuk? Lalu bagaimana dengan kasusku? Apa sudah ada titik terang?" Tanya Jenita, menatap Pria itu dengan intens, seolah mengharapkan hasil baik dari kasusnya.
Andra mengangguk pelan, sambil menatap wajah cantik Jenita.
Ting....
Akhirnya mereka tiba di rumah Jenita, ia lalu mempersilahkan Andra untuk masuk ke rumahnya.
Pria itu memerhatikan tiap sudut rumah Jenita yang sangat besar dan rapih.
Tak lama kemudian, Jenita keluar dengan membawa kotak obat di tangannya. Wanita itu berniat untuk mengobati luka Andra, yang di dapat karena menolongnya.
Jenita dengan tlaten mengoleskan antibiotik dan salep pada luka tersebut. Sementara sepadang mata milik Andra menatap intens Janda kembang itu.
Betapa cantiknya Jenita, yang sedang fokus mengobati luka Andra.
"Gawat, aku benar-benar terpikat dengan Wanita ini!" Batinnya, meronta.
"Sejak kapan?" Tanya Andra tiba-tiba.
"Apa maksud anda?" Bukannya menjawab, Jenita justru terlihat bingung.
"Apa ini pertama kalinya, seseorang mencelakai anda dengan sengaja?"
Mendengar itu, Jenita menghentikan gerakan tangannya. Ya dia memang pengacara, karena cepat menangkap sesuatu! Batin Jenita, kembali membalut luka itu dengan perban.
"Sebenarnya, sudah 10 hari lebih, aku di teror seseorang. Mereka bahkan mengataiku seorang Pembunuh, dan mengatakan akan membalasnya" Ujar Jenita, menatap ke sembarang arah.
"Kenapa anda tidak melapor polisi?"
"Polisi? Memangnya polisi akan berbuat apa, pada Wanita yang menadapat tuduhan sebagai tersangka kasus pembunuhan suaminya?" Setelah selesai mengobati luka Andra, Wanita itu pun mengemasi kotak obatnya.
Mendengar jawaban pasrah dari Jenita, membuat Andra tau, bahwa saat ini tidak ada orang lain yang ada di pihaknya.
"Kemana keluarga anda? Bukankah anda punya keluarga?" Tanya Andra.
Sejenak Jenita menatapnya, hingga membuat Pria itu menelan salivanya karena gerogi.
"Keluarga saya memang baik, tapi mereka pindah ke luar negeri setelah mendapat banyak uang mahar dari Suami saya. Mereka mungkin mengira, bahwa hidup saya baik-baik saja sekarang" jawabnya, tanpa ekspresi.
Andra semakin tau, betapa ketakutannya Wanita ini, menghadapi permasalahan yang sedang menimpanya.
"Janda kembang yang malang..." Batin Andra, menatap intens Jenita.
Wanita itu lalu memberikan sebotol air mineral pada Andra. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh petir, yang menandakkan akan turun hujan.
"Sekali lagi maafkan saya, gara-gara saya, anda jadi terluka" Tutur Jenita, merasa bersalah.
"Tidak, ini karena melihat seseorang hampir mencelakai anda. Kalaupun itu orang lain, saya juga pasti akan menolongnya" Ucapan Andra terdengar ngawur. Ia tengah gerogi saat ini.
Netranya menatap langkah Jenita, yang mendekat ke arah jendela.
"Kalau begitu saya permisi, Nona Jenita" Ucap Andra, sudah beranjak dari sofa. Sontak Jenita pun menolah dan kembali menghampri Andra.
"Di luar sedang hujan deras, anda akan pulang naik apa? Bukannya anda di tinggal oleh teman anda?" Sambil menunjuk ke arah jendela, Jenita mengingat alasan Andra berada di parkiran.
"Ah, Beni sialan!" Gumamnya, mengumpat dan terdengar oleh Jenita.
Namun begitu, Jenita tak menanggapinya . Karena bagaimana pun, pengacara juga manusia, yang pasti punya perasaan dan emosi.
"Kalau begitu, tunggu sampai hujannya reda saja. Anda boleh duduk sambil menonton tv disini" Ucap Jenita, menunjuk ke arah tv.
"Baiklah, maaf merepotkan anda" Tak ada pilihan lain, Andra pun akhirnya meneduh di rumah Jenita.
"Apa dia habis minum? Aku mencium bau alkohol di tubuhnya" Batin Andra, menatap langkah Jenita yang semakin jauh.
Sambil menunggu hujan reda, Andra benar-benar menonton tv di rumah Jenita. Ia melihat beberapa berita yang beredar hari ini.
"Aku pasti akan menemukan tikus itu!" Gumamnya, mengingat daftar pencarian dalam pekerjaannya.
Ketika sedang fokus menonton televisi, tiba-tiba ia di kejutkan dengan pemandangan sosok Wanita yang mengenakan pakaian tidur yang tipis.
Hal itu tentu nembuat Andra menelan salivanya, ketika melihat Jenita berjalan ke dapur untuk mengambil sesuatu di kulkas.
Entah apa yang ada di pikiran Jenita, ia mengambil minuman dingin tanpa menoleh ke ruangan TV.
"Ujian apalagi ini?" Batin Andra, menjerit.
Selain cantik, Jenita memiliki tubuh yang sexy. Apalagi saat ini dirinya tengah mengenakan pakaian tidur yang tipis, dan membuatnya menampilkan lekukan tubuh, bak gitar spanyol.
Selain itu, di lihat sekilas saja, kedua mata Andra menangkap bahwa ukuran p*yud*r*-nya cukup besar.
"Tenang-tenang, Ndra. Dia hanya Klien! Jangan berpikir kotor padanya!!!" Batin Andra, meyakinkan diri.
Tak lama kemudian, Jenita kembali masuk ke kamarnya. Karena pengaruh alkohol, mungkin Jenita lupa bahwa ada seorang Pria di rumah-nya.
***
Malam itu setelah hujan reda, Andra pergi dari rumah Jenita tanpa berpamitan. Ia tahu bahwa suasana hati Jenita sangat tidak baik, sehingga ia pergi begitu saja.
Hari-hari tetap berlanjut sebagai mana semestinya. Begitu pula dengan kasus kematian Ardi, yang sudah satu bulan ini berlalu.
Andra dan Beni benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik. Satu persatu petunjuk mulai memperlihatkan semuanya.
Keganjalan yang di rasa Jenita pun benar, bahwa kematian Suaminya bukan karena bunuh diri, melainkan kategori kasus pembunuhan.
Lagi pula, bagaimana mungkin seorang Ardi melakukan bunuh diri setelah selesai melakukan acara pernikahan? Bahkan Istrinya pun sangat cantik! Mustahil jika Ardi melakukan itu semua.
Hal tersebut tak bisa di bantah oleh Andra dan Beni, sebagai Pria normal.
Siang ini, Andra sedang di kantor polisi untuk mewakili kehadirann Jenita. Selain itu, Andra juga melapirkan bukti-bukti kuat bahwa Jenita tidak bersalah.
"Ini kan.... Tuan Bimo?" Gumam polisi itu, sambil menatap Andra. Di tangannya terdapat sebuah foto, yang merupakan dalang dari kasus pembunuhan Ardi.
Andra pun mengangguk membenarkan itu. Ia bahkan tak menyangka, jika musuh dalam selimut Ardi adalah, Kakak ipar-nya sendiri.
Demi ingin menguasai harta Adik ipar-nya, Bimo dengan otak liciknya menyusun sebuah rencana pembunuhan, agar terlihat seperti bunuh diri.
Bimo Setia nagara, adalah Suami dari Vina yang dimana Vina adalah Kakak kandung Ardi.
Kehidupan Vina jauh dari Ardi, sehingga membuat Bimo tak tahan melihat kesuksesan Ardi.
Kini daftar nama pelaku Jenita di coret, dan di ganti menjadi Bimo setia nagara.
"Padahal mereka satu keluarga, tapi kenapa selicik ini?" Polisi itu bahkan tak percaya dengan tindakan Bimo. Satu persatu bukti telah di tunjukkan kepada Polisi.
Hal itu membuat Andra lega. Ia lalu kembali memikirkan Jenita, yang hidup tanpa penyemangat.
"Kalau begitu, saya permisi. Mari..." Andra beranjak dari tempat itu, setelah selesai melaporkan pelaku yang sebenarnya.
Dalam perjalanan menuju ke mobilnya, Andra sedang menghubungi Jenita, namun panggilannya tak kunjung mendapatkan jawaban.
Andra lalu kembali melakukan panggilan pada Jenita, setelah memasuki mobil.
Panggilan kedua, akhirnya Jenita menjawabnya.
Seketika, kedua mata Andra membelalak sempuran ketika mendengar sesuatu yang tidak dia inginkan.
"Anda dimana???" Tanya Pria itu dengan sorot mata tajam.
Begitu Andra mendapat jawaban, ia segera membanting setir, menuju ke tempat tujuan.
"Jenitaa... Kenapa hidupmu sangat menyedihkn!" Batin Andra, sambil menyetir dengan fokus agar segera tiba.
***
***
Sebenarnya apa yang terjadi???
****