Pagi itu, di sebuah rumah sakit terkenal di Jerman, terlihat Kinanti yang baru tersadar sedikit histeris sembari memegangi perutnya. “Anakku gimana, Mas? Anakku, Mas?!” Dia memegangi perutnya dengan memaksakan untuk berdiri. “Anakku masih ada kan, Mas?!” Serunya lagi, terus berusaha meronta dari genggaman Brandon. ”Titi…kamu tenang, Ti. Kandungan kamu baik-baik saja. Semua masih baik-baik saja, Titi…” peluk Brandon dengan erat pada wanita yang masih berusaha berdiri untuk menemui dokter. Tak ayal, dekapan pria yang menjadi idamannya sejak kecil itu membuatnya tenang. “Mas, aku takut anak ini kenapa-kenapa. Aku taku dengan vonis dokter kala itu yang menyatakan aku gak bisa hamil. Aku takut kehilangan dia, meskipun…” Kinanti terisak tak kuasa melanjutkan kalimatnya. ”Titi, kamu kalau mema

