Kinanti melangkah menyambut tamu yang datang, karena yang datang adalah orang yang sangat dia kenal. “Om Linc. Silahkan masuk, Om…” Kinanti membawa pria paruh baya itu masuk dan duduk di ruang tamu. ”Ti, papa mau bicara sebentar aja. Gak usah duduk, Ti.” Pria itu terlihat sayu. “Iya, Om. Kenapa? Silahkan, jangan sungkan, Om. Santai aja…” Kinanti tidak ingin memanggil papa pada pria itu, dia merasa semua sudah berubah dan panggilan om adalah yang paling tepat dia lontarkan pada pria yang sudah baik padanya. ”Ti, om tahu ini kejam terdengar, tapi, kami gak punya jalan lain lagi. Cuma ini jalan satu-satunya, sepertinya Nadine telah merencanakan sejak lama. Jadi, maaf kalau kami menyakiti hati kamu. Dan kamu jangan kawatir, Nak. Papa gak mungkin telantarin cucu papa. Begitupun Harry. Meski

