Bab 4 Kok Dia Tahu Tentangku?

1316 Kata
Suasana di gedung Balai Pemuda Surabaya tempat kejuaraan catur yang memperebutkan Walikota Cup hari ini tampak penuh dengan peserta. Panitia penyelenggara nampak sudah mempersiapkan semuanya dengan rapi. Hampir dua ratus peserta hari ini hadir di even besar Kota Surabaya kali ini dari seluruh penjuru kota Jawa Timur. Masing-masing kota mengirimkan kurang lebih lima orang peserta unggulan. Jadilah tempat ini nampak semarak namun tetap dengan ketertiban peserta yang patut di acungin jempol. Setelah technical meeting sebentar dan di lanjutkan dengan acara pembukaan, sekitar jam sembilan pagi pertandingan di mulai. Kejuaraan kali ini hanya akan di laksanakan selama satu hari penuh, tidak seperti biasanya yang di pecah menjadi beberapa sesi yang menghabiskan waktu menjadi beberapa hari. Jadi, pada hari ini juga juara turnamen Walikota Cup sudah bisa di ketahui meskipun di pastikan akan selesai ketika hari sudah malam. Suasana tenang melingkupi ruangan itu, hanya terdengar pembicaraan pendek sesekali. Masing-masing peserta tampak fokus pada permainan mereka. Dan akhirnya pertandingan itu berakhir pada malam hari sekitar pukul sembilan malam. Panitia sudah nampak naik ke atas podium dengan selembar kertas dan memegang mikrofon siap membacakan nama-nama pemenang. Wajah Gaby berbinar, doa mama, Mbak Asya dan Manda membawanya pada kesuksesan. Meskipun bukan juara pertama, tapi hari ini dia berhasil meraih juara kedua untuk kategori cewek SLTA. Begitupun Robby yang mengikuti kelas senior, puas di peringkat ke tiga. Paling tidak, perjalanan mereka ke Surabaya membuahkan hasil. “Juara kedua kategori wanita SLTA, Gabyella Mikaila dari Percasi Kota Malang,” sebut panitia yang di ikuti riuh tepuk tangan membawa Gaby berjalan penuh senyum menuju podium. Sepasang mata bersorot tajam jernih mengikuti setiap langkahnya sampai gadis itu berdiri di podium, menerima medali dan tropi yang di angkatnya tinggi-tinggi dengan penuh senyum lebar. Cantik, pemilik mata memujinya dalam hati. Kamera ponselnya tak lupa mengabadikan momen itu, hanya satu jepret, baginya itu sudah cukup kemudian memasukkan kembali ponsel ke dalam saku kemeja pendek rapi yang di pakainya. Penampilannya cukup menarik dan rapi meski terkesan simple, postur tubuh tinggi seratus tujuh puluh lebih, kulit kuning langsat, rambut cepak rapi hitam legam dan mata dengan sorot tegas yang bernaung di bawah alis tebal menambah cool penampilannya. Kedua tangannya kini bersedekap seolah tak ada sesuatupun yang barusan dia lakukan. Hari ini dia tak mengikuti turnamen namun membantu menjadi salah satu panitia karena kotanya menjadi tuan rumah perhelatan rutin satu tahun sekali ini. Sampai dengan Gaby turun dari podium matanya tak lepas mengikuti bahkan ketika nampak Gaby di peluk oleh teman-teman satu klub-nya cewek dan bahkan cowok. Rahangnya hanya sedikit mengeras namun dia tak melakukan apapun, mungkin karena menyadari posisinya. "Sebelum balik ke Malang kita makan dulu di satu kafe deket-deket sini, yuk," ajak Robby pada rombongannya. "Asyik ... traktiran nih yang barusan dapat rejeki," celetuk Rega yang di amini oleh yang lain. “Kak, nanti perjalanan balik mampir ke pusat oleh-oleh di jalan ini, ya,” pinta Gaby sambil menunjukkan ponselnya yang berisi balas pesan dengan bunda-nya. "Beresss ... yang penting makan dulu," jawab Robby sambil merangkul bahu Gaby dengan akrab di ikuti yang lain menuju pintu keluar ke parkir mobil. “Bengong aja, kita cari makan dulu, yuk, bosan sejak tadi makan nasi kotak melulu,” seseorang menepuk bahu cowok yang sejak tadi masih memperhatikan semua tingkah Gaby. Sedikit merasa tak rela ketika melihat Gaby di rangkul oleh Robby dan gadis itu hanya menurut diam saja. “Yang beres-beres siapa?” tanya cowok itu pada temannya. “Biarin yang lain lah, banyak junior, kita kan senior boleh dong sekali-kali kabur duluan.” Jadilah dua cowok itu melangkah keluar menuju parkir mobil yang sama dengan Gaby dan rombongannya. Di sebuah kafe yang cukup estetik dan ramai tak jauh dari gedung Balai Pemuda. Robby dan yang lain masih tengok kanan kiri mencari meja kosong ketika sebuah panggilan terdengar meneriaki namanya. "Rob," Robby segera menoleh ke arah sumber suara dan di lihatnya dua orang cowok yang wajahnya tampak familiar dalam ingatannya. Robby menghampiri mereka hingga salah satu dari kedua cowok itu tertawa melihat wajah Robby yang tampak bingung mengingat sesuatu. "Lupa ya sama kita? sombong banget. Kejuaraan catur di Jakarta dua bulan lalu kita satu penginapan wakil dari Jatim," perjelas cowok itu. Robby terdiam sejenak dan tak lama dia segera mendekat dan membuat salam ala cowok pada dua orang di depannya. "Astaga ... Yudis, Chandra. Sori-sori aku agak lupa nama, maklum udah bangkotan," ujar Robby sambil tertawa begitu mengingat nama dua orang cowok itu. Menelisik kostum keduanya Robby segera berkomentar kembali, “kalian panitia ternyata, sombong amat nggak ada sapa-sapa sejak tadi?” Yudis terkekeh, “aku tahu kamu itu pas tadi di sebutin nama juaranya, mencibir sih, masak wakil Jatim tingkat nasional cuma dapat medali ketiga,” olok Yudis yang di sahut tawa Chandra. Sejak tadi cowok itu belum nimbrung bicara. “Gila emang sih, tapi kalian tahu kan siapa lawan aku di final tadi, bangkotan kalian dari Surabaya tuh, mana bisa aku menang taktik lawan beliau?” Ketiganya tertawa hingga akhirnya Yudis menunjuk satu deret bangku kosong. "Duduk sini, deh, tuh kebetulan sebelah udah kosong tempatnya," tunjuk Yudis yang berlanjut dengan Robby dan geng yang mengambil tempat duduk di dekat mereka berdua. Menggabungkan beberapa bangku sehingga menjadi satu kelompok besar. Sebelum duduk di kursi masing-masing tak lupa Robby memperkenalkan dua temannya di Surabaya itu pada rombongannya dari klub Malang. "Jadi ini Kak Archandra Sukma yang kemarin memenangi catur master pas wakili Jatim di tingkat nasional, ya?" Meta menatap takjub sambil berceletuk mengusir rasa penasarannya pada cowok yang memperkenalkan diri dengan nama Chandra. Sekilas Meta ingat cerita Robby pada waktu cowok itu baru kembali dari turnamen nasional di Jakarta mewakili Jatim dua bulan lalu. Lain hal-nya dengan Gaby yang duduk cuek sambil memainkan ponselnya. Membalas pesan demi pesan dari mama yang khawatir dan menanyakan kepulangannya. "Gab, kamu mau minum apa?" tanya Meta sambil menyikut sikunya. "Es jus alpukat," jawab Gaby tanpa fikir panjang. "Dasar Miss Avocado, jalan sendiri sono gih cari jus kesukaan kamu. Di menu ini nggak tersedia minuman jus alpukatnya," jawab Meta sambil menoleh cuek. Gadis itu tahu kalau sedari tadi Gaby tidak memperhatikan keadaan sama sekali, bahkan juga pada saat teman-temannya memesan menu makan dan minuman. Menu makanan apa yang sekarang lagi di pesan untuknya saja di pastikan dia juga nggak tahu. Tapi untungnya teman-teman Gaby sudah hafal dengan menu sederhana kesukaannya, yaitu nasi goreng jawa special dan kebetulan emang ada. Meta masih menunggu jawaban dari Chandra, perhatiannya masih tertuju pada cowok itu. Tetapi cowok yang menerima pertanyaan dari Meta itu hanya tersenyum tipis. Justru yang keluar dari bibirnya bukanlah jawaban untuk pertanyaan Meta barusan. "Biar aku aja yang pesankan es jus-nya, kebetulan aku juga lagi pengin minum jus," ujar Chandra yang membuat semua kepala menoleh ke arahnya. Termasuk Gaby yang menatapnya tak percaya. "Eh, nggak usah, Kak. Biar aku pesan sendiri aja," tolak Gaby yang bersiap berdiri. "Kamu pasti nggak kenal kan dengan pegawai di sini, lebih baik duduk saja," ucap Chandra tenang dan setelahnya dia segera beranjak pergi. Seperti teringat sesuatu Gaby kembali memanggil Chandra yang belum jauh berlalu dari tempat duduk mereka. "Kak Chan ... " panggilnya sok kenal. Cowok itu berhenti dan menoleh sejenak. "Kalau ada, gula dan susunya sedikit aja, ya, jangan terlalu manis, alternatifnya kalau nggak ada jus alpukat … " pesan Gaby dengan sedikit merasa tidak enak. "Aku tahu, mix nanas dan mangga," jawab Chandra singkat kemudian melanjutkan langkahnya yang terhenti menuju ke bagian lain kafe. Sepertinya dirinya benar sangat mengenal kafe ini sekaligus pegawai-pegawainya. "Hah?" Gaby terkejut dengan jawaban cowok itu. Serius dia tahu racikan jus kesukaannya itu? sekaligus dia kenal jus buah lain yang dia suka? Gaby menimang buku menu di hadapannya, membolak balik sejenak, di situ tertulis jus alpukat sedang kosong tapi jus nanas dan jus mangga tersedia. Tak hanya Gaby yang terheran, bahkan teman-teman yang lain pun hanya bisa saling berpandangan takjub, apalagi Meta yang segera mencubit lengan Gaby dengan tatapan penuh tanya. Yudis hanya tersenyum, sepertinya hanya dia yang tahu tentang keajaiban Chandra saat ini. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN