Bab 7

1514 Kata
Gerand tidak sedikitpun menghentikan tatapan matanya kearah Gilina dan Adam, rasa penasaran akan hubungan mereka membuatnya sedikit uring-uringan, apalagi pertanyaan yang diajukannya tadi mengenai apa hubungan mereka tidak dijawab Gilina, Gilina malah mendengus dan meninggalkan Ia dengan jutaan pertanyaan siapa Adam dan kenapa perasaannya mengatakan kalo keberadaan Adam bakal membuat posisinya terancam. “Pelayannnnnnn” teriak Gerand, Gilina dan Adam melihat kearah Gerand, Gerand menantang mereka seolah mengatakan ‘lo nyuekin gue, lihat saja balasan yang bakal lo terima’. Pelayan bergegas masuk dengan wajah ketakutan, tidak pernah sekalipun pelanggan mereka memanggil dengan nada sekeras itu. “A..ada apa ya Tuan” jawab pelayan yang memang khusus melayani tamu VVIP selain Dewi. “Masakannya dingin dan asin, saya tidak suka” Gerand mendorong piring yang berisi makanan buatan Adam, memang sudah dingin karena tidak disentuhnya dan masalah Rasa, Gerand sama sekali tidak mencicipinya. “Saya…” pelayan itu gugup, Gilina yang mendengar complain dari Gerand berdiri dan meminta Adam kembali ke dapur meski pembicaraan mereka belum dimulai sama sekali, tapi ulah Gerand membuat Gilina habis kesabaran. “Sudah kamu pergi dan layani tamu yang lain” Gilina menyuruh pelayan itu keluar dan dirinya masuk serta menutup pintu dengan kasar. “Saya heran dengan anda, bisa tidak jangan buat ulah disini, disini tempat saya memberi nafkah pegawai saya dan keributan  yang anda buat membuat saya dan pegawai saya tidak nyaman” ujar Gilina kesal, Gerand menatap sambil tersenyum mendengar ocehan Gilina. “Siapa suruh anda tersenyum!! Saya ini sedang marah… jangan anggap angin lalu saja kata-kata saya, saya bisa bersikap lembut tapi saya juga bisa bersikap kasar, terutama jika orang yang menjadi lawan bicara saya tidak pantas untuk di lembuti seperti anda” Gilina semakin tersulut, tidak pernah Ia merasa kesal kepada orang kecuali dengam Jilino dulu dan kini kepada Gerand. “Saya tersenyum melihat dan mendengar anda mengomeli saya, ah tau tidak… semakin anda mengomel dan marah kepada saya semakin saya tertantang menaklukkan anda dan juga kebawelan anda” balas Gerand, Gilina membesarkan matanya dan hendak membalas perkataan Gerand ketika tiba-tiba pintu ruangan VVIP terbuka dan terlihat Ano dengan senyum sumringahnya. “Bundaaaaaa eh ada Om Gerand, hai Om” Gerand  yang kaget melihat Ano mengangkat tangannya membalas sapaan bocah yang mampu membuatnya terkesima, dan pikiran menggunakan Ano mendekati Gilina kembali muncul di kepalanya. “Loh Ano kok kesini, bukannya Bunda bilang kalo pulang sekolah langsung saja ke rumah, sama siapa kamu kesininya” tanya Gilina heran, Ano membuka tas nya dan mengeluarkan sebuah undangan acara pertemuan keluarga dengan pihak sekolah. “Ano di antar supir Bun, lagian Ano sudah lama sekali tidak kesini… Ano kangen Ayah” ucapan Ano sukses membuat Gilina mengalah dan memeluk putranya itu, Gerand menatap Ano dan tiba-tiba ada dorongan didala hatinya untuk memeluk anak itu tapi keberadaan Gilina membuatnya tidak mampu melakukannya. “Oh  iya Bun, besok Bunda di panggil ke sekolah, ini undangannya” Gilina menerima undangan dan membacanya, Gilina bingung mau menjawab apa, besok dikantor akan diadakan rapat umum pemegang saham dan sebagai CEO Ia wajib datang atau kedudukannya akan terancam. “Ano sayang…. maaf sekali, bukannya Bunda tidak mau datang, tapi Ano tau sendiri kalo Bunda besok harus ngantor, Nenek atau Kakek aja ya yang datang ke sekolah” Gilina berusaha membujuk Ano yang wajahnya langsung berubah seakan menahan isak tangis, Ano merasa Gilina sudah terlalu sibuk dan selalu memberikan tanggung jawab ke nenek atau kakeknya padahal Ia ingin Gilina datang dan bertemu dengan teman-temannya dan menjelaskan kemana Ayah yang tidak pernah datang menjemputnya. Gerand yang melihat wajah sedih Ano memberi kode, Ano melihatnya dan Gerand memberikan kode ‘Besok Om yang akan datang, jangan sedih dan buat Bunda merasa bersalah’ Ano mengangguk dan tersenyum, Gilina yang melihat perubahan mood anaknya, bersyukur Ano mengerti meski Ia tidak tau besok Gerand akan menggantikannya di sekolah Ano. “Bunda masih lama tidak disininya?, Ano pengen jalan-jalan nih” Gilina berdiri dan merapikan bajunya yang kusut akibat Ia menjongkok tadi. “Bentar ya, Bunda halau virus dulu” Gilina menatap Gerand sedangkan Ano yang tidak ingin Bunda dan Om yang mau membantunya bertengkar langsung mencari ide supaya Gilina dan Gerand berbaikan. “Bun, Ano pengen makan Ice Cream tapi tidak disini… tempatnya hanya Om Gerand yang tau, iyakan Om” Ano memberi kode, Gerand yang tau Ano sedang membantunya langsung mengangguk. “Iya Om tau, kamu mau makan ice cream disana? Kapan-kapan kita kesana ya” balas Gerand “Yah Om Ano pengen sekarang, ayo Bun kita pergi sama OM Gerand” Gilina menatap Ano kesal, tumben anaknya serewel ini. “Ano, Om nya sibuk, iyakan Om” Gilina menatap Gerand dan memberi kode agar menolak permintaan Ano, Gerand mengangkat bahunya. “Sorry, aku free hari ini… ayo Ano” Gerand berjalan mendahului Gilina yang menghentakkan kaki saking kesalnya. Gerand menggenggam tangan Ano dan mengucapkan terima kasih karena membantunya dekat dengan Gilina. “Ayo Bun, Bunda tidak mau kan Ano jalan sama om-om sendirian, kalo Bunda ikut orang-orang akan menganggap Ano sedang jalan dengan Bunda dan Ayah” perkataan Ano membuat Gerand terkesiap, ayah? Kata-kata yang dulu sangat dibencinya semenjak kecelakaan yang merenggut Valeria dan Antonio dari sisinya. **** “Jangan gunakan Ano untuk kepentingan kamu, anak itu tidak tau apa-apa dan saya tidak suka anda memperalatnya demi kepentingan anda” perkataan tajam Gilina ketika mereka melihat Ano sedang bermain di play park membuat Gerand membuyarkan lamunan tentang keluarganya, tentang masa lalunya dan luka diwajahnya. “Apa..” ujar Gerand lirih, Gilina menatap Gerand dan melihat darah keluar dari hidung Gerand. “Darah….. hidungnya berdarah” Gilina panik dan mengeluarkan sapu tangannya, hal yang menjadi kebiasaan ketika dulu Jilino suka juga mimisan tanpa sebab, dan sudah kewajibannya menyiapkan sapu tangan di tas meski tidak digunakannya. “Ah ini sudah biasa, tidak usah kuatir” ujar Gerand yang merasa senang  Gilina mengkuatirkannya. “Ngarep!!! Siapa yang kuatir, jijik yang ada lihat darah” dengus Gilina kesal, dirinya capek melawan Gerand dan memutuskan membeli minuman dan meninggalkan Gerand menghapus mimisan yang keluar dari hidungnya. “Menyebalkan!!!! Bisa-bisanya aku berurusan dengan pria seperti dia, arghhhh menyebalkan” Gilina menendang kaleng minuman yang ada dilantai dan sialnya mengenai kaki seseorang dan membasahi celananya. “Aduh maaf Mas” Gilina merasa tidak enak dan mendekati pria yang sedang mengantri membeli kopi. Pria itu berbalik dan Gilina kaget melihat Adam lagi-lagi ada dimanapun Ia berada. “Loh kok ketemu pak Adam lagi bukannya tadi masih di restoran ya” tanya Gilina, Adam tersenyum walau sedikit. “Mungkin takdir mempertemukan kita, dimana anda ada saya juga ada dan seperti janji saya kepada kakak ipar saya, saat ketiga kalinya Tuhan mempertemukan kita, disaat itu juga saya menerima tawarannya” ujar Adam, karena Ia percaya tidak ada kebetulan yang terjadi karena murni kebetulan tapi pasti ada campur tangan Tuhan dan sepertinya tawaran Selmi tentang menikah dengan Gilina cukup menarik. “Hah, tawaran apa” Gilina kaget dengan perkataan Adam. “Menjadi suami kamu” perkataan Adam membuat Gilina mati langkah, dan sialnya perkataan Adam didengar Gerand yang membawa Ano mencari Gilina. “Om, suami itu apa?” tanya Ano santai, Gerand salah tingkah dan menatap Ano. “Oh suami itu orang jahat No, pokoknya jika Bunda nanya… boleh gak om itu jadi suami Bunda, kamu jawab aja TIDAK” Ano mengangguk sedangkan Gerand tersenyum licik. “Tidak semudah itu merebut Gilina dari seorang Gerando Del Castilo” ujar Gerand dalam hati. “Maksud Bapak apa sih, jangan bercanda Pak…” Gilina menganggap perkataan Adam hanya candaan, mana mungkin Selmi berniat menjodohkan pria dingin seperti Adam dengan dirinya lagian belum ada niat sedikitpun dihatinya untuk menikah lagi, tidak sekarang ketika Ia masih sangat mencintai Jilino. “Saya tidak bercanda, apa wajah saya menunjukkan saya bercanda? Saya tertarik dengan kebetulan yang mempertemukan kita dan saya mempercayai tidak ada kebetulan tanpa ada arti dibalik itu semua, takdir mempertemukan kita agar kita menjadi satu, menjadi pasangan yang saling melengkapi” perkataan Adam di cemooh Gerand. “Tapi saya dan Bapak tidak saling mencintai” tolak Gilina langsung, Ia tidak mau memberi angan-angan dan harapan tinggi kepada Adam. “Cinta itu tidak penting, yang penting kebersamaan dan juga kenyamanan jika saya nyaman dan anda nyaman ya kita lanjut” perkataan Adam membuka kembali memori ketika Jilino menyatakan cintanya dulu, sebelum mereka resmi pacaran. Perkataan yang sama seperti diucapkan Adam, dan itu cukup membuat Gilina merasa Adam dan Jilino  mempunyai sikap, sifat dan gaya yang sama. “Akan saya pertimbangkan” perkataan Gilina membuat Gerand murka, Ia mendekati Gilina dan memegang tangannya. “Segitu mudahnya kamu menerima dan mempertimbangkan keberadaan orang asing, sedangkan aku….” Geram kasar Gerand, Gilina menatap mata Gerand yang terlihat menakutkan. Tidak pernah Ia merasa setakut ini, mata penuh amarah yang juga pernah dilihatnya dulu ketika Jilino sangat murka ketika ada preman pasar yang mencoba menyentuhnya, yang mengakibatkan Jilino membuat preman itu babak belur dihajarnya. “Sakit….” Gilina berusaha melepaskan tangan Gerand, Adam tidak tidak tinggal diam dan menarik tangan Gilina dari genggaman Gerand. “Dia bilang sakit, tolong anda lepaskan” Gerand kini melepaskan Gilina dan menatap Adam dengan emosi. “Ini bukan urusan anda” Gerand memukul pipi Adam dan Adam tersungkur akibat pukulan mendadak, Gilina berteriak dan menghampiri Adam. “Anda bener-bener keterlaluan, maaf Adam… kita lebih baik pergi saja” Gilina membantu Adam berdiri sedangkan Ano bersembunyi dibelakang Gerand. “Ayo Ano kita pulang” ujar Gilina, Ano menggeleng menolak Gilina, Ia ingin bersama Gerand dan takut jika ada Adam. “ANO KITA PULANG DAN BUNDA TIDAK IZINKAN KAMU BERTEMU LAGI DENGAN DIA” Gilina menarik tangan Ano yang menangis melihat amarah Gilina, Gerand ingin menahan tapi Ia sadar tidak punya hak atas diri Ano. “Ano, pulang dulu.. Om janji akan cari Ano lagi” Gerand melihat Adam tersenyum licik kearahnya dan Ia sangat tidak menyukai keberadaan Adam. “Ayo Adam kita ke rumah sakit” Gilina memegang pipi Adam yang bengkak, Gerand yang melihat mengeram dan menghubungi sekretarisnya. “Cari tau tentang Adam” “Adam apa pak” “Cari tau!!! Makanya saya menyuruh kamu” Emosi Gerand membuatnya membentak sekretarisnya dan membanting ponselnya. “b******k!!!!” **** Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN