Bab 6

1744 Kata
“Apaan sih lo narik-narik tangan gue kayak gini, lepas atau gue lapor kepala sekolah” ujar Gilina dengan keras, Jilino hanya tersenyum dan mengabaikan ancaman Gilina, niatnya hanya satu yaitu mengajak Gilina ke suatu tempat. “Udah jangan bawel, sekali lagi bawel gue ikat lo di pohon cabe, mau? Gak mau kan makanya diam dan nurut, lo akan semakin cantik di mata gue kalo jadi cewek penurut” Gilina menutup mulutnya takut jika Jilino benar-benar melakukan niatnya. Jilino tertawa dalam hati, walau Gilina termasuk murid pintar tapi ada suatu saat  sikap lugu dan polos yang dikeluarkannya  itu membuat Gilina terlihat imut dimata Jilino. Jilino menyuruh Gilina masuk kedalam mobilnya, tak lupa Ia memasangkan Seatbel, wajah mereka hampir beradu dan itu cukup membuat Gilina menahan nafas serta debaran jantung yang semakin lama semakin susah dikendalikan, Jilino  mengemudikan mobilnya menuju tempat yang sangat ingin di tunjukkan kepada Gilina. Gilina hanya diam dan tak sedikitpun melihat kearah Jilino, matanya hanya memandang jalanan melalui jendela. “Kamu suka ice cream gak?” pertanyaan Jilino membuat Gilina mengarahkan kepalanya kepada pria itu, hatinya berdesir ketika Jilino berbicara dengan lembut kepadanya. “Hah?” balas Gilina. “Aku nanya, kamu suka ice cream gak? Suka rasa apa” tanya Jilino sekali lagi. “Tumben lo lembut, kesambet dimana? Hello arwah yang masuk ke tubuh lo, please keluar sekarang juga jangan bikin gue ketakutan” Gilina mengelus tangannya agar bulu yang tiba-tiba berdiri kembali tidur. Mendengar dan melihat Jilino yang biasanya rese membuatnya yakin Jilino sedang kerasukan. “Gak ada setan di tubuh gue, puas lo… dibaikin malah dibilang kesambet, au ah cewek Indonesia memang menyebalkan” Gilina tertawa dan mengangguk, ini baru Jilino yang dikenalnya. “Nah gini aja deh cara bicara lo ke gue, lebih manusiawi kayaknya” Gilina mulai merasa nyaman dan tertawa pelan, Jilino yang melihat senyum Gilinapun ikut tertawa. “Jawab dulu pertanyaan gue, lo suka ice cream gak, suka rasa apa?” “Gak terlalu sih, tapi kalo ada ya gue makan juga… tapi kalo sekarang lagi malas ah makan itu, lagi sariawan” Gilina menunjukkan bibirnya yang sariawan. “Oh gak mau ya, tapi gimana dong gue pengen makan ice cream nih, lo temenin gue ya disana ada banyak makanan lain kok” Gilina tau percuma Ia menolak, Jilino tipe pria yang akan memaksakan kehendaknya dan menolak adalah perbuatan yang sia-sia. Selama perjalanan Jilino berceloteh panjang lebar, dimulai dari hobby, kesukaan akan makanan dan lain-lain meski tanggapan Gilina hanya oooo atau kalaupun bertanya hanya sekedar basa basi saja. “Nah kita sudah sampai, ayo turun” Jilino membuka seatbell nya dan keluar dari mobil, Gilina masih duduk didalam mobil dan menatap kagum restoran yang tak disangkanya bermerek “GILINANO” dan Ia sadar itu adalah namanya. “Ayo keluar” Jilino membuka seatbell Gilina dan memegang tangannya. “Ini punya siapa?” entah kenapa itu hal pertama yang ditanyakan Gilina, ia tidak mau besar kepala dan menganggap restoran itu khusus untuknya, tapi rasa penasaran membuatnya ingin bertanya tentang pemilik restoran ini. “Punya kamu” balas Jilino santai, Gilina masih tidak percaya dengan pendengarannya dan menyampingkan anak rambut yang menutupi telinganya. “Siapa?” Jilino tertawa dan merapikan kembali rambut Gilina. “Aku tidak suka ah, kamu cantikan rambutnya kayak gini… ya restoran ini hadiah ulang tahun kamu dari aku, ‘GILINANO’ Gilina dan Jilino alay yah aku, tapi mau gimana dong demi kamu sedikit alay boleh lah ya” balas Jilino, Gilina menatap aneh. Radar untuk waspada langsung muncul seketika. “Lo kasih restoran mahal pasti ini tidak gratis, apa jangan-jangan lo kasih gue ini terus lo minta yang aneh-aneh” kata Gilina to the point. Jilino langsung menatap tajam Gilina dan menjentik keningnya. “Awww sakit tau” “Kamu itu bisa tidak jangan negative thinking dulu, asal kamu tau aku bukan lelaki yang menggunakan uang untuk mendapatkan cewek, sorry to say  keluarga dirumah lebih banyak cewek daripada cowok, takut nanti kakak atau adik-adik yang kena tulah akibat kelakuanku, ini hanya hadiah saja kok tanpa embel-embel sesuatu” ujar Jilino jujur, Gilina menatap tajam Jilino dan melihat kesungguhan dimatanya. “Gue tidak mau hadiah semahal ini sia-sia ditangan gue, gue akan bayar dengan membuat restoran ini terkenal dan gue butuh lo” mata Gilina berbinar bahagia. “Oke mulai sekarang kamu dan aku partner mengelola restoran ini, dan sebagai partner yang baik tidak ada salahnya kekakuan diantara kita dihilangkan dan bersikap santailah, aku bukan pemakan manusia kok apalagi memakan cewek semanis kamu” gombalan Jilino mampu membuat pipi Gilina memerah. “Hahahhaa malu niyeee, awas loh nanti kamu kecantol pesona Jilino yang jarang-jarang aku tunjukkan ke cewek lain, seharusnya kamu bangga loh” sikap narsis Jilino sontan membuat Gilina mendorongnya dan masuk dengan mulut mengeluarkan gerutuan tiada henti. Jilino yang menatap kepergian Gilina hanya tertawa dan bahagia, restoran ini satu-satunya usaha untuk bisa mendekati Gilina, atas bantuan modal dari Papa Ia berhasil mendirikan Restoran untuk Gilina meski   Ia berjanji untuk melanjutkan perusahaan Altamirano setelah tamat kuliah dan memupus impiannya menjadi koki handal. **** Gilina tidak berhenti menatap nama restoran yang kini masih beroperasi, tempat bersejarah dimana untuk pertama kalinya Ia mengetahui kalo Jilino sengaja mendirikan restoran ini untuk dirinya, kenangan yang sudah berlalu tahunan masih bersemayam erat di pikirannya. “Pagi Ibu” sapaan pegawai restoran membuyarkan lamunan tentang hari dimana Ia pertama kali menginjakkan kaki di restoran ini. “Ah, Dewi Pagi… bagaimana keadaan restoran, ah sudah terlalu lama ternyata saya tidak kesini, pekerjaan di kantor membuat saya melupakan restoran ini sejenak” Ujar Gilina. “Baik-baik Ibu, restoran masih seperti biasa, rame akan pengunjung  yang menikmati suasana restoran dan juga memesan makanan andalan restoran ini” Gilina mengangguk dan duduk diruangan VVIP, kedatangannya ke restoran selain untuk memonitor, alasan utamanya yaitu mencicipi menu ciptaan Jilino yang di release bertepatan disaat Jilino melamar Gilina dulu. “Masih menu itu andalan restoran ini?”tanya Gilina pelan, Dewi mengangguk dan menyerahkan tablet berisi menu-menu yang menjadi andalan restoran miliknya. “Masih Ibu, menu ‘Jilino n Gilina’” balas Dewi. “Saya ingin mencoba menu itu hari ini, rasanya sudah terlalu lama saya tidak mencicipi dan saya ingin merasakan apakah rasanya masih sama seperti yang dulu” Gilina mengembalikan tablet kepada Dewi dan membaca laporan keuangan yang juga diserahkan Dewi. “Ah iya, apa Bapak Baron sudah melaporkan kalo koki kita kali ini ada pergantian Bu?” tanya Dewi, semenjak mengambil alih perusahaan mertuanya kepengurusan Restoran ‘Gilinano’ diserahkan kepada Baron, supervisor andalan Gilina. “Sudah, makanya saya ingin membuktikan perkataan Pak Baron jika koki kali ini tidak kalah dengan koki yang lama, meski baru 1 minggu ini bekerja” balas Gilina. “Baiklah Bu, saya permisi dulu” Dewi keluar dan Gilina kembali sibuk dengan laporan keuangan. Tak menunggu waktu lama menu yang dipesan Gilina tiba, wangi makanan itu menggoda hidung Gilina, rasanya sudah sangat lama Ia tidak mencicipi makanan ini, selain takut kenangan lama menghantuinya tapi juga kesibukan di kantor membuatnya sedikit melupakan restoran ini, dan entah kenapa tiba-tiba kata hatinya meminta dirinya untuk datang ke restoran ini. “Wanginya sama persis dengan yang dulu, saya jadi penasaran dengan koki nya, nanti setelah makan tolong suruh dia menemui saya, kami belum sempat berkenalan” ujar Gilina dan mulai menyantai makanannya, Dewi mengangguk dan meminta izin untuk keluar. “Selamat menikmati Ibu, saya permisi dulu ada pelanggan VVIP baru datang” Dewi keluar dan menemui tamu VVIP yang beberapa hari ini selalu datang ke restoran dan memesan menu yang sama setiap harinya. “Selamat datang pak, diruangan sebelah sini pak” Dewi tau jika ruangan VVIP yang sering di tempati tamunya kini dipakai Gilina, mau gak mau Ia membawa tamu ke ruangan VVIP lainnya meski masih bersebelahan. “Kenapa tidak disana? Saya lebih nyaman diruangan sana” tamu itu menunjuk ruangan yang kini berisi Gilina. “Maaf pak, tapi pemilik restoran sedang berada didalam” balas Dewi dengan sopan, tamu tadi sedikit kesal, biasanya Ia datang ke restoran ini jika kepalanya sakit dan Ia selalu mendapat ruangan itu. “Saya tidak mau ruangan lain, saya akan tunggu saja sampai pemiliknya keluar” Dewi merasa tidak enak dan bingung, akhirnya setelah berpikir agak lama Ia memutuskan kembali masuk. Gilina sudah selesai makan dan sedang membersihkan mulutnya dari sisa makanan. “Ada apa Dewi” “Itu Ibu, tamu VVIP kita ingin menggunakan ruangan ini, saya sudah kasih opsi untuk menggunakan ruangan sebelah tapi Ia bersikeras bahkan ingin menunggu sampai Ibu selesai” “Saya sudah selesai kok, tidak baik membiarkan tamu VVIP menunggu.. kamu bersihkan dan biarkan Ia masuk, saya akan kembali ke kantor saja” Gilina berdiri dan mengambil tasnya, ketika Ia keluar matanya tak sengaja melihat sesosok pria yang beberapa hari ini menjadi musuhnya, pria itu duduk dan menunduk tangan kanannya tak berhenti memijat keningnya. “Ngapain anda disini, bahkan kemana saja saya pergi anda selalu ikuti” ujar Gilina kesal, pria tadi mengangkat kepalanya dan Ia pun merasakan hal yang sama kaget bertemu dengan musuhnya ditempat yang cukup jauh dari perkotaan. “Memangnya restoran ini punya kamu nona cantik, aahhh selalu lupa janda cantik” Gilina mengepalkan tangannya dan berusaha menahan amarahnya. “Saya memang pemilik tempat ini dan jika tau tamu yang dibilang anak buah saya adalah anda, sejak awal saya pasti melarang anda menginjakkan kaki disini” Gilina tidak pernah sekasar ini, saat terakhir Ia bersikap kasar adalah ketika Jilino sengaja menciumnya dulu tapi kelakuan Gerand mampu membuatnya kembali kasar dan Ia tidak suka sikap kasarnya kembali. “Ah ternyata anda tidak professional, anda mencampur adukkan masalah pribadi kita dengan restoran ini, bukannya restoran dibuka untuk menerima pelanggan, saya bahagia dan suka berada disini, sakit kepala saya hilang jika saya berada disini, dan anda sebagai pemilik sangat tidak berhak melarang saya untuk menginjakkan kaki disini, ah kecuali anda ingin menjual tempat ini kepada saya… saya jamin anda tidak bakal bertemu saya lagi disini” perkataan Gerand membuat wajah Gilina sudah merah menahan amarah, restoran ini adalah kado dari Jilino dan tak ada niat sedikitpun dihatinya untuk menjual apalagi menjual kepada pria yang dibencinya. “Go to hell!!!” hanya itu dan Gilina hendak pergi, tapi tangan Gerand menghambat langkahnya. “Temani saya makan, saya sangat suka makanan disini dan sebagai pemilik anda berkewajiban menemani tamu penting seperti saya” Gerand menarik paksa Gilina masuk kedalam ruangan VVIP, Gilina hendak melawan tapi beberapa orang tamu masuk dan takut pamor restorannya menurun akibat pertengkaran dirinya dan Gerand, mau tidak mau Ia mengalah dan masuk. Gerand menutup pintu dan menyuruh Gilina duduk dihadapannya. “Terima kasih anda tidak membantah, anda semakin cantik jika tidak membantah perkataan saya” Gerand membuka jasnya sedangkan Gilina lagi-lagi mengingat perkataan yang sama dulu pernah diucapkan Jilino padanya. “Kalau boleh saya bertanya…” Gilina ingin bertanya tentang jati diri Gerand, entahlah beberapa saat ini bayangan tentang Jilino belum meninggal selalu menghantui pikirannya. Tok tok tok “Masuk” Pintu ruangan VVIP terbuka dan Gerand menatap siapa yang mengetuk pintu ruangannya. “Ada apa” tanya Gerand tidak suka, pria yang mengetuk tadi menatap Gilina walau perempuan itu membelakanginya. “Tadi pelayan memberitahu jika pemilik restoran ini meminta saya menemuinya” ujar pria yang ternyata koki, Gerand menatap Gilina dan Gilina memutar tubuhnya dan ingin mengetahui siapa koki baru restorannya. “Bapak Adam… loh kok Bapak bisa jadi koki disini” tanya Gilina tidak percaya, Gerand menatap Gilina dan Adam bergantian. Radar waspada akan Adam langsung muncul di hati Gerand. “Kalian ada hubungan apa?” pertanyaan Gerand membuat Adam dan Gilina menatap Gerand dengan tajam. **** Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN