Bab 5

1594 Kata
Ano kembali masuk sekolah setelah libur 2 haru, Gilina memang agak sedikit keras jika sudah menyangkut kesehatan Ano, dan meliburkan Ano sampai luka di kepalanya sembuh adalah keputusan yang tepat menurutnya, walau Ano sudah berulang kali memberitahu jika Ia hanya terluka kecil bukan luka parah seperti bayangan Gilina. “Ano” panggilan Adam menghentikan langkah Ano yang baru selesai makan di kantin sekolah, tangan kanannya memegang snack dan tangan kirinya memegang cup berisi ice cream. Mulutnya berlumuran sisa ice cream coklat kesukaannya. “Apppahhh Pak” Ano masih mengunyak makanan di mulutnya, Adam menjongkok dan mengambil semua makanan dari tangan Ano dan membuangnya ke tong sampah. “Yah pak kok diambil dan dibuang Sih, Ano belum selesai makannya” gerutu Ano kesal karena makanannya diambil Adam, Adam menggosok kepala Ano dan berdiri lalu pergi tanpa sedikitpun menjawab pertanyaan Ano. “Huwaaaaaa” Ano yang kesal dan marah melampiaskan dengan menangis dan duduk dilantai layaknya anak yang diganggu orang dewasa, Selmi yang baru keluar dari ruang guru melihat Ano menangis langsung menghampiri. “Loh Ano kok nangis gini? Ano jatuh lagi?” Selmi memeriksa seluruh badan Ano, Ano menggeleng dan menunjuk punggung Adam yang mulai menghilang. “Kenapa dengan pak Adam, kamu diapakannya” Selmi tau Adam benci anak-anak, tapi tidak dengan membuat anak sekecil Ano menangis, Selmi membuang nafas dan menyuruh Ano kembali, Ia membersihkan baju dan celana Ano dari pasir. “Bapak itu mengambil makanan Ano Teacher terus dibuang ke tong sampah, padahal makanannya belum habis hiksss” Ano mengucek matanya yang masih berair, Selmi mendekati tong sampah dan melihat sebungkus snack dan Ice Cream terbuang percuma. “Ya udah jangan nangis lagi, mungkin Bapak itu gak mau kamu sakit perut makanya di buang, kamu balik ke kelas dulu nanti sepulang sekolah Teacher belikan ice cream yang sehat” Selmi tersenyum dan mendengar tawaran Selmi membuat Ano tertawa sumringah dan melupakan kekesalannya kepada Adam. Ano memang sudah tidak kesal kepada Adam, tapi tidak dengan Selmi… Ia cukup sabar menghadapi kaduan dari pihak guru dan murid yang merasa terintimidasi dengan sikap keras Adam, Adam memang adik iparnya tapi mereka bertemu pertama kali ketika Adam baru keluar dari rumah sakit, sekitar 3 tahun yang lalu. Selmi tidak terlalu jelas apa yang menimpa adik dari suaminya itu, tapi menurut cerita suaminya Adam mengalami kecelakaan. Selmi mengetuk pintu ruangan Adam dengan tak sabar. “Masuk” suara dingin  membuat Selmi menggelengkan kepala, Adam menoleh kearah pintu. “Oh mbak Selmi, silahkan masuk ada perlu apa mbak” Adam memang bersikap lumayan ramah jika berbicara dengan Selmi, mungkin karena Selmi istri kakaknya. “Mbak kesini bukan sebagai kakak ipar kamu, tapi sebagai wali kelas Ano, tadi kakak melihat dia menangis dan ketika kakak menanyakan kenapa dia histeris seperti itu, dia menunjuk kamu yang telah mengganggunya” Selmi menatap tajam Adam, Adam membuang nafas dan menatap Selmi. “Apa mbak tidak lihat makanan yang dimakannya, snack dan ice cream… snak semua orang tau jika mengandung perasa dan itu bisa membuat anak kecil terserang kanker, sedangkan Ice Cream… Ice Cream memang sehat tapi jika dia flu dan demam setelah memakannya, kita juga yang akan disalahkan orang tuanya, ah maksud aku Bundanya” Selmi membenarkan perkataan Adam, tapi tidak dengan cara mengambil terus membuang tanpa memberitahukan sebab kenapa Ia melakukan itu. “Tapi tetap saja…” perkataan Selmi terpotong ketika Adam memegang kepalanya. “Kepala aku sakit mbak jika membahas Ano… lebih baik sampai disini aja” Adam berdiri dari kursinya dan menatap lapangan sepak bola, matanya menatap Ano yang sibuk berlarian bersama teman-temannya. “Ano… Ano… anak itu membuat isi kepalaku penuh dengan dirinya” ujar Adam didalam hatinya. **** “Ibu, Bapak Gerando Del Castilo lagi-lagi menghubungi kita, dia bersikeras mau bertemu Ibu” Vina melaporkan apa yang terjadi selama 2 hari Gilina cuti. “Pokoknya kamu tolak, saya tidak mau bertemu dengan orang gila seperti dia” Vina mengangguk dan menyerahkan dokumen yang harus ditanda tangani Gilina. Gilina membuka blazernya dan menyangkutkannya di kursi kerjanya, dia menatap foto pernikahan Ia dan Jilino “Tanpa terasa besok anniversary  kita yang ke delapan, kamu bahagiakah disana sayang? Aku berusaha untuk bahagia bersama anak kita” Gilina mengusap wajah Jilino dan menciumnya pelan. Gilina kembali meletakkan pigura diatas mejanya dan ketika Ia hendak membuka dokumen, pigura itu tersenggol tangannya dan jatuh. Gilina kaget dan langsung memungutnya. “Awwww” karena tergesa-gesa tangan Gilina tersayat potongan kaca pigura yang pecah. “Pertanda apa ini, cukup satu kali aku mengalami hal seperti ini dan terakhir foto ini jatuh berderai, berita kematian Jilino datang, ya Tuhan….” Gilina masih memikirkan bencana apa lagi yang akan menimpa keluarganya dan tidak mengindahkan luka sayatan di tangannya,  darah kental sudah membasahi lantai ruang kerjanya. “Pak, saya sudah bilang kalo Ibu Gilina tidak mau di ganggu…” suara panik Vina menahan Gerand untuk masuk keruang Gilina, terhenti ketika melihat Gilina sudah pucat dengan mata seperti tidak bernyawa. Vina berlari menghampiri Gilina dan memegang tangan Bosnya itu. “Ibu, ya Tuhan… Ibu kenapa” Vina mencari sesuatu, sayangnya diruangan Gilina tidak ada barang yang bisa menghentikan luka. Gerand yang kaget mengeluarkan sapu tangannya tanpa diminta Vina. Vina sebenarnya enggan menerima tapi keadaan Gilina membuatnya mengambil dan membungkus tangan Gilina dengan sapu tangan itu. “Ibu….” Suara panik Vina membuat kesadaran Gilina kembali dan betapa kagetnya Ia melihat ruangannya sudah berantakan dan kekagetannya bertambah ketika melihat Gerand menatapnya, tanpa sedikitpun berkedip. “Bu…Buat apa kamu kesini lagi” walau perasaannya tidak enak, Gilina berusaha terlihat kuat dan berkuasa jika berhadapan dengan Gerand. “Nothing…. Saya lupa tujuan  kesini… ah mungkin hanya untuk melihat J A L A K Janda Galak marah-marah, hmmm 2 hari tidak mendengar omelanmu membuat nafsu makan dan tidur saya tidak enak” Gerand memutar-mutar lehernya seakan seperti orang yang lelah dan tidak tidur berhari-hari. “b******k!!! Keluar!!!” Gerand mendekati Gilina. Gilina mundur beberapa langkah, sayang  heel yang dikenakannya terlalu tinggi dan tanpa sengaja menginjak pecahan kaca, untungnya Gerand sigap dan langsung menangkap tubuh mungil Gilina. Tangan Gilina memegang tangan Gerand sedangkan tangan Gerand memegang pinggang Gilina. “Wah romantis juga posisi kita sekarang, ah sebenarnya saya tidak suka berhubungan dengan wanita Indonesia, tapi anda menjadi pengecualiannya… wangi tubuh anda membuat saya… ah anda pasti mengerti, bukannya anda janda dan pasti mempunyai pengalaman dengan pria” Gilina yang berdirinya mulai stabil semakin emosi dan mendorong Gerand, Ia melupakan luka di tangannya dan menampar Gerand karena perkataan asusilanya itu. “Jaga bicara anda!! Saya bukan w************n yang bisa tidur dengan siapapun, hanya suami saya!!!!” Gilina yang tidak pernah membuka masalah pribadinya dengan orang asing atau lelaki asing terpancing dan menunjuk batang hidung Gerand dengan kesal. “Wah beruntung sekali suami anda, sayang ya dia melepaskan wanita secantik dan sepintar anda” “Bukan dia yang melepaskan saya, tapi Tuhan yang mengambilnya dari saya… andai saya tau dimasa depan akan bertemu dengan b******n seperti anda, saya akan meminta Tuhan mencabut nyawa anda saja daripada mencabut nyawa suami saya” Gilina terpancing dan semakin membuka lebar rahasia hatinya, Ia menatap langit dan meneteskan airmata meski harus membelakangi Gerand.  “Pria yang bodoh!!!” rutuk Gerand didalam hatinya, Ia hendak membalas perkataan Gilina, tapi tangan Vina menahannya, Gerand yang tidak suka tubuhnya disentuh siapapun menghempaskan tangan Vina dan menatapnya kesal. “Don’t touch me!!!” Gerand merapikan lengan bajunya dan mundur beberapa langkah. “Pak sudah, Ibu Gilina sedang emosi jangan di pancing lagi” Vina memang melihat ketertarikan pria ini kepada bosnya dan meminta Gerand menghentikan menyakiti Gilina.  “Oke, untuk saat ini saya akan pergi… tapi saya akan kembali, hingga anda menerima saya sebagai partner kerja anda Ny. Gilina Altamirano” Gerand meninggalkan ruangan Gilina dengan senyum sinis, kali ini boleh gagal dan satu-satunya cara mendekati Gilina dan perusahaan ini dengan menjadi teman Ano. **** Gilina dengan langkah gontai memasuki café, seharusnya Ia menjemput Ano di sekolah, tapi tadi Selmi menghubungi dan memberitahu jika Ia akan membelikan Ano Ice Cream dan meminta Gilina menjemput Ano di café saja. Gilina melihat Ano duduk sendiri tanpa adanya Selmi, Gilina mendekati Ano yang sedang asyik memakan Ice Creamnya. “Loh kamu kok sendirian, teacher Selmi mana?” Ano menggeleng pelan dan menunjuk seseorang yang ada di depan kasir, seorang pria yang dikenal Gilina, Gilina membuang nafas… kenapa sehari ini Ia bertemu dua pria menyebalkan, tadi pagi Gerand dan kini Adam. Pria aneh yang mempunyai sifat yang sama, menyebalkan!!! “Kemana teacher Selmi, kenapa kamu bersama dia” tanya Gilina heran, Ano yang tak berhenti memakan ice cream tidak menjawab pertanyaan Gilina, Gilina menahan suapan Ano. “Bunda nanya kamu sayang, kamu ini kalo sudah bertemu Ice Cream jangan pernah diganggu persis banget dengan ayah kamu” Gilina tersenyum dan menoel hidung Ano. “Tadi Ano kesini sama teacher Selmi, terus pas lagi makan Ano dan Teacher Selmi bertemu Pak Adam, nah Pak Adam katanya mau beliin Ice Cream ya udah Ano setuju, tapi Teacher Selmi gak bisa lama-lama, anaknya udah nungguin…” Gilina mulai mengerti walau Ano berbelit-belit menjelaskan. “Ya udah selesai makan kita pulang ya” Adam datang dengan sebakul ice cream, Gilina menatap heran. “Pak Ano udah kenyang, kok Bapak pesan banyak banget” Ano menatap ice cream dengan lapar, Adam mengambil sendok dan memakannya tanpa menawari Gilina dan Ano. “Siapa bilang ini untuk kamu” ujar Adam, Gilina menatap Adam… perkataan yang sama diucapkan Jilino ketika Jilino memaksanya pergi makan ice cream dan dengan serakahnya makan tanpa menawari sedikitpun kepadanya. “Bapak pelit huh, ayo Bunda kita pulang” Ano berdiri dan menarik tangan Gilina, Gilina menatap Adam meski Ano sudah menyeretnya untuk pulang. Setelah Gilina dan Ano pergi, Adam meletakkan kembali sendok ice cream dan menghubungi Selmi. “Gak lucu ya mbak, buat apa maksa aku kesini…. Aku gak suka dengan dia” “Dia siapa? Maksud kamu apa sih Adam” “Alah jangan pura-pura, Mbak berniat jodohin aku dan janda itukan…. Hentikan atau aku bakal marah besar” “Hahahaha, coba dulu Adam… Gili baik kok, sexy lagi…. Masa kamu tidak tertarik sedikitpun” “Gak, sama sekali tidak… aku tidak nyaman didekatnya Mbak, entah kenapa” “Yo Wes… mbak harap kamu memikirkan lagi, udah ya Senna nangis nih mau mimik… bye” Adam mengambil sendoknya lagi dan mulai memakan ice creamnya lagi meski matanya tak berhenti menatap Gilina yang sibuk menjaga Ano yang rewel minta beli mainan di toko sebelah Café. “I don’t like her, matanya tidak bernyawa… dan aku benci mata itu” ujar Adam dengan gusar. **** Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN