Bab 4

1539 Kata
Gilina meniup kopinya yang masih panas, emosinya masih diubun-ubun mengingat pertemuan dengan pria aneh dan belagu bernama Genand dan kopi lah yang bisa membuat kepalanya kembali menjadi dingin. "Ibu ini semua laporan yang bisa saya telusuri tentang siapa Gerando Del Castilo" Vina meletakkan map ke atas meja kerja Gilina, Gilina meletakkan kembali cangkir kopi dan membaca isi Map yang berisikan data pribadi Gerand. "Dia pemilik Del Castilo Company perusahaan besar di Amerika, keluarga Del Castilo mewariskan perusahaan dan juga uang tunai jutaan dollar kepadanya" Gilina membuka satu persatu salinan data pribadi Gerand. "Oh pantesan dia bersikap arogan dan sombing, dia kira semua hal bisa dibeli pakai uang, dia lupa ada hal yang tidak bisa dibeli yaitu cinta dan keluarga" Gilina kembali menutup map tadi dan memasukkan kembali kedalam laci, Ia berharap hari ini terakhirnya Ia bertemu pria seperti Gerand, firasatnya mengatakan untuk menjauhi Gerand atau hidupnya tidak akan pernah tenang. "Ano ada dimana Vin?"  Gilina mengambil tas dan blazernya, pertemuan dengan Gerand membuat  kepalanya sakit dan pulang menjadi pilihan utama, bermain dan menghabiskan waktu dengan Ano lebih baik daripada memikirkan Gerand. "Tadi Ano bermain diruangan sebelah" Vina menunjuk ruang kosong yang memang khusus dibuat Gilina untuk Ano jika Ia membawa Ano ke kantor. "Ya sudah saya mau pulang dulu, kalo ada hal penting pending saja sampai besok, besok saya usahakan datang" Gilina berjalan dengan tidak bersemangat dan mulai mencari keberadaan Ano. "Ano..." Gilina membuka pintu ruangan dan tidak melihat Ano ada didalamnya. "Ano...Ano... Bunda lagi gak bercanda ya, ayo pulang kepala Bunda sakit nih" Ano tak juga menunjukkan batang hidungnya, Gilina membuka pintu kamar mandi dan kosong. Gilina kembali ke ruangannya dan mencari Vina. "Vin, kenapa Ano gak ada? Kamu yakin dia disana? Ruangan sebelah kosong" Suara Gilina terdengar cemas, Vina juga mulai kuatir. Tadi setelah bertabrakan dengan Gerand, Ia membiarkan Ano menatap lift yang berisikan Gerand, tak lama Ia dipanggil Gilina, karena buru-buru Vina meninggalkan Ano dan yakin anak itu tidak akan kemana-mana. "Saya sudah memberitahu Ano untuk menunggu Ibu di ruangan sebelah, sebentar Bu saya tanya satpam dulu" Vina berlari keluar dan mulai menanyakan satu persatu kepada siapapun yang melihat Ano, dan sialnya mereka terakhir melihat Ano didepan lift. "Ya Tuhan, Ano kamu dimana sih sayang" Gilina terlihat panik, Vina yang tau ini kesalahannya meminta satpam memeriksa tayangan CCTV. **** Hari yang dinanti Gilina akhirnya datang, hari dimana Ia dan Jilino mengikuti tes untuk memilih siapa diantara mereka menjadi perwakilan sekolah. Sebelum pergi berangkat ke sekolah Gilina terlebih dahulu menolong ayahnya membersihkan kelas yang akan menjadi tempat dilaksanakan ujian antara dirinya dan Jilino. "Gili, kamu yakin mau saingan dengan den Jilino? Ayah sudah dengar reputasinya, dia juara kelas setiap tahun, ayah tidak mau kamu nanti kecewa" Gilina yang sibuk mengepel lantai menghentikan kegiatannya dan tersenyum kepada ayahnya. "Gili tidak peduli kalo nanti dia yang terpilih  mewakili sekolah yah, silahkan Gili rela asal tes ini adil, kami bersaing secara adil dan benar, toh kalah atau menang itu biasa" Gilina mendekati  dan memeluk ayahnya, satu-satunya keluarga yang hanya dimilikinya kini. "Pokoknya kamu janji tidak bakal sedih jika kamu kalah?" Ayah memberikan jari kelingkingnya dan Gilina langsung mengaitkan jari mereka. "Janji, Gili tidak akan kecewa dan malahan akan menjadikan ini sebagai motivasi agar kedepannya Gili semakin giat belajar" ayah tersenyum dan memeluk putri tunggalnya itu. Gilina membalas pelukan ayahnya dan menjadi pemenang olimpiade akan sangat membantu Ia dan ayahnya yang tidak akan pusing memikirkan biaya kuliah lagi. Ujian yang di ikuti Gilina dan Jilino akhirnya dimulai, Jilino dengan gaya santainya duduk disamping Gilina yang terlihat tegang, doa tak henti dipanjatkan Gilina, Jilino yang melihat hanya tersenyum dan merasa bahagia bisa bersama dengan Gilina di satu ruangan. "Santai aja Mbak, tegang amat... relaksss masih ada waktu 15 menit lagi, daripada bengong mending tidurrr" Jilino mengambil buku tebal dari lacinya dan meletakkan keatas meja, kemudian Ia merebahkan kepalanya diatas buku tebal tersebut. Gilina hanya berdecak kesal, kesal kenapa Ia harus bersaing dengan orang yang sama sekali tidak terlihat antusias. 15 menit kemudian Gilina melihat pak Sukri dan kepala sekolah memasuki ruangan dan ketika Ia ingin membangunkan Jilino kepala sekolah memberi kode untuk membiarkan saja. Gilina menatap heran kepala sekolah dan pak Sukri, tapi berhubung ujian segera dimulai Ia tidak memikirkan apapun lagi kecuali ujian. Pak Sukri meletakkan soal dan lembaran jawaban ke masing-masing meja, Pak Sukri hanya menggeleng pelan melihat Jilino yang masih menikmati tidurnya. "Anak ini tidak pernah berubah" gerutuan Pak Sukri lumayan keras, Jilino bukannya bangun malah semakin jatuh ke alam mimpi, Gilina membuang nafas dan mulai melanjutkan ujiannya. **** "20 menit lagi, kamu sudah selesai?" Tanya pak Sukri, Gilina membuang nafasnya, pertanyaan terakhir membuat kepalanya sakit. "Belum pak sedikit lagi" balasnya pelan, pak Sukri kembali berjalan ke meja Jilino, matanya menatap lembaran kosong yang  belum diisi Jilino. "Ckckckck anak ini" pak Sukri memukul bahu Jilino dan itu cukup membuat mata Jilino terbuka, Jilino terlihat segar dan tertawa. "Waktu habis ya pak? Asyikkkkk pulang ahhh" suara Jilino membuat Gilina menoleh padanya. "Belum, masih 20 menit lagi. Sudah puas tidurnya? Ckckckckc ayo isi Bapak tau kamu pasti bisa menjawabnya" suara keras pak Sukri membuat Jilino menatap Gilina. "Ayo semangat Gili, aku sengaja tidak menjawab agar kamu yang menang, aku tidak berminat sedikitpun bersaing dengan kamu, kamu mau ikut olimpiade itukan? Aku akan membuat kamu menjadi pemenangnya" ujar Jilino dalam hati. "Ini mah gampang pak soalnya, gampang banget" Jilino mengambil penanya dan bersikap seolah mau menjawab, padahal Ia sama sekali tidak menulis jawaban sedikitpun, Ia hanya menulis. "Ngantuk parah!!! Membosankan, saya sedikitpun tidak berminat dan tertarik untuk mengikuti olimpiade yang pasti dan saya jamin saya pemenangnya, tidak menantang lebih baik biarkan nona manis Gilina yang menjadi utusan sekolah" hanya itu dan dengan santainya Jilino menyerahkan kertas tadi kepada kepala sekolah. Kepala sekolah membuka lembaran kertas ujian Jilino dan membacanya. "ZIYAN JILINOOOOOOO, KAMU!!!!" teriakan kepala sekolah membuat Jilino tertawa ketika meninggalkan ruangan dan membuat Gilina memegang dadanya karena kaget mendengar teriakan kepala sekolah. "Sudah sudah tidak perlu kamu jawab lagi, kamu utusan sekolah" ujar kepala sekolah dengan emosi, Gilina kaget melihat kepala sekolah dan pak Sukri mengerutu. Ia melihat lembaran jawaban Jilino masih tergeletak diatas meja, rasa penasaran membuatnya mengambil kertas itu dan membacanya. "Dasar Jilino rese!!! Ini mah bukan saingan namanya, tapi menyerah tanpa bertanding" Gilina meremas kertas dan membawanya keluar untuk mencari keberadaan Jilino. **** "Ano... Ano... ya Tuhan, kamu dimana Nak" suara panik Gilina membuat semua pegawai ikut mencari keberadaan Ano. "Bagaimana Vina? Ano ketemu?" Vina menggeleng pelan, Gilina merasakan lututnya melemah, Ano hilang dan sialnya lagi saat Ano sedang bersamanya. "Bu, saya menemukan den Ano" suara Satpam membuat Gilina berdiri dan menghampiri satpam dengan cepat. "Ano dimana Pak" "Ayo ikut saya Bu" satpam itu membawa Gilina menuju ruang kontrol CCTV dan memutar saat-saat Ano bertabrakan dengan Gerand, Gilina juga melihat Ano yang sedang memakan Ice Cream kembali memencet tombol lift. Lift terbuka dan tangan seorang pria menahan laju pintu Lift, Ano masuk dan lift turun ke lantai dasar, satpam memutar CCTV lantai dasar dan melihat Ano berjalan dengan Gerand. "Pria itu!!! Ya Tuhan apa dia yang menculik Ano?" Gilina mengambil ponselnya dan berniat menghubungi polisi. "Ano diculik pria b******k itu Vin, saya harus lapor polisi" Vina menahan tangan Gilina dan menyuruhnya kembali melihat rekaman CCTV, Gilina melihat Gerand membawa Ano ke mini market  di lantai dasar gedung. Gilina langsung berlari menuju lantai dasar dan berniat mengambil Ano dari tangan Gerand. Gilina mencari kesemua sudut mini market, tapi sosok Gerand dan Ano tak juga dijumpainya, ketika hendak keluar Gilina mendengar tawa Ano, bahkan Ia mendengar Ano berbicara dengan sangat antusias. "ANO!!!! BUNDA SUDAH BERULANG KALI MEMBERITAHU KAMU JANGAN PERNAH PERGI DENGAN ORANG ASING" amarah Gilina tidak terbendung, apalagi melihat Ano terlihat dekat dengan Gerand yang notabene musuhnya. "Ma... maafin Ano Bun, Ano merasa bersalah sama Om Gerand, gara-gara Ano baju Om kotor, nah tadi Ano nolongin bersihin Bun eh kami keasyikan ngobrolin pelajaran dan hobi"Gerand melihat amarah dimata Gilina, Ia tidak menyangka anak yang menarik perhatiannya ini merupakan anak dari wanita yang menolak mentah-mentah niatnya tadi. "Anda berurusan dengan saya, jangan pernah bawa-bawa anak saya" Gilina menarik Ano kearahnya. "Sakit Bun" Ano memegang tangannya yang sakit, mendengar Ano kesakitan Gerand mulai mengintimidasi Gilina kembali. "Sayang ya Ano punya Bunda galak dan pemarah, poor to him... Ano kalo tidak betah dan kerasa tinggal sama Bunda kamu yang galak itu, Ano boleh kok tinggal sama Om, Om punya banyak mainan" Gerand berbohong, cuih mainan apa... selama ini anak-anak merupakan musuhnya selain lautan, bahkan Ia merasa heran kenapa disisi Ano jiwanya menjadi tenang, selama ini hidup dan hatinya terasa hampa, sepi, kuatir, takut dan trauma tapi berbincang dengan Ano semua rasa itu menghilang sedikit demi sedikit. "Jangan sembarangan kalo bicara!!! Lebih baik anda pergi atau saya lapor polisi" lagi-lagi Gilina mengancam Gerand, Gerand berdiri dan mendekati Ano. "Terpaksa kita harus berpisah hari ini jagoan, om janji kita akan sering bertemu..." Gerand tersenyum lembut kepada Ano, tapi senyum itu berubah ketika wajah Gerand bertatapan dengan wajah Gilina. "Sampai bertemu lagi J A L A K janda galak" Gerand mengambil jasnya dan meninggalkan Gilina yang wajahnya sudah merah padam menahan amarah, sedangkan Ano tertawa mendengar julukan Gerand kepada Bundanya. Gerand tersenyum sinis dan ketika hendak masuk ke mobil, tanpa sengaja seorang anak kecil menyenggolnya "Hey kalo jalan pake mata!!!!" Teriakan Gerand membuat bocah kecil itu menangis dan itu membuat geram Gerand. "Hah anak kecil menyebalkan!!!! Cengeng dan memuakkan, Ano memang anak yang lain daripada yang lain dan aku menyukai anak itu, dan juga Bundanya... semakin ia marah, wajahnya semakin membuatku terbayang-bayang" Gerand menyunggingkan senyum liciknya dan membuat rencana lanjutan untuk menguasai perusahaan dan juga Gilina beserta Ano. **** Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN