Mara menutup pintu kamarnya dengan sedikit kasar. Berjalan menuju ranjang dan duduk di tepi, ia terus menggerutu memaki sang suami. “Dasar, apa-apaan itu? Dia benar-benar kurang ajar,” gerutu Mara. Wajahnya tampak merah karena malu dan kesal. Mara menjatuhkan punggungnya membuatnya berbaring kemudian meraih bantal dan memeluknya. Sebagian wajahnya tertutupi bantal yang dipeluknya tapi, tak dapat menutupi wajahnya yang kian memerah saat teringat tubuh atletis suaminya. Wajah Mara terasa panas hingga telinga. Ia berusaha mengenyahkan bayangan tubuh indah Regan tadi tapi, justru membuatnya teringat saat tanpa sengaja melihat aset suaminya itu. Kini dalam kepala yang terngiang adalah tubuh telanjang suaminya tanpa sehelai benang. Mara segera menutup wajahnya dengan bantal dan menjerit