Tin! Suara klakson menyadarkan Regan. Ia segera menjalankan mobilnya melihat jalan di depannya telah kosong. Situasi yang terjadi sebelumnya membuatnya kehilangan konsentrasi. “Jangan bercanda. Mimpimu sangat konyol,” ucap Regan yang kini kembali fokus pada kemudi. Mara menoleh sekilas dan melihat semburat kemerahan di wajah suaminya. Telinga suaminya juga memerah dan membuatnya yakin Regan berusaha mencari alasan dan semakin membenarkan dugaannya. Entah kenapa, bukannya marah, Mara justru mengukirkan senyuman. Padahal, harusnya ia marah, bukan? Regan telah menciumnya dengan lancang. Sebuah ide terbersit dalam kepala Mara. Ia kemudian menyahut sambil mengedikkan bahu. “Yah, kalaupun memang bukan mimpi, apa salahnya? Kita kan sudah menikah, sah-sah saja kalau berciuman. Bukan begitu?