Andini Sakit

1329 Kata
Sayup-sayup Andini mendengar suara adzan berkumandang. Perlahan dia membuka kedua matanya, kepalanya masih berdenyut sakit. Dia hanya meminum obat amoxilin dan paracetamol untuk meredakan rasa sakitnya. Meskipun begitu, dia tidak mau melewatkan waktu solatnya. Mas Bastian masih tidur dengan nyenyak di sampingnya. Seperti biasa dia akan membangunkan suaminya itu untuk ikut solat bersamanya. "Mas, udah subuh. Ayo kita solat bareng mas, " ucap Andini dengan lembut seraya mengguncang pelan tubuh suaminya. Namun Bastian bukannya bangun tapi malah menutup wajahnya dengan bantal. Andini hanya bisa menghela nafas berat karena selama 3 tahun terakhir ini mas Bastian sama sekali tidak pernah mau menunaikan solat 5 waktu. Tapi walau begitu dia akan tetap berusaha menuntun suaminya untuk kembali ke jalan yang benar. Andini bangkit dari tidurnya lalu pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Setelah itu dia memakai mukena dan membentangkan sajadah tepat di samping ranjang mereka. "Allahuakbar, " Andini melaksanakan solat subuh dengan kusyu. Sesekali rasa pening di kepalanya muncul kembali. Namun dia tetap menyelesaikan solatnya tanpa memperdulikan rasa sakit di kepalanya. Selesai solat, tak lupa dia memanjatkan doa untuk suaminya. "Ya Allah ya Tuhanku, yang maha pengasih lagi maha penyayang. Tolong bukakanlah pintu hati suamiku ya Allah. Selama 3 tahun hamba menanti jawaban atas doa-doa yang setiap malam hamba panjatkan kepadamu. Berikanlah sedikit ruang untuk hamba dihatinya dan berikanlah dia hidayahmu ya Allah agar bisa kembali ke jalan yang benar. Amin ya rabbal alamin," air matanya bercucuran membasahi pipinya. Dia usap wajahnya setelah selesai memanjatkan doanya. Tes tes tes Lagi-lagi darahnya mengalir lewat hidungnya. Bersamaan dengan itu, dia merasakan kepalanya kembali berdenyut-denyut. "Astaghfirullah, " dia beristighfar saat melihat darah itu membasahi mukena putih yang dikenakan olehnya. Sepertinya ini bukanlah sakit biasa. Dia harus memeriksakannya ke rumah sakit. Tapi dia tidak memiliki uang karena mas Bastian tidak pernah memberikan nafkah untuknya. Selama ini dia diperlakukan seperti pembantu di rumah keluarga suaminya. Makan saja dia harus menunggu yang lain selesai makan. Itu juga lauknya tinggal nasi dan sedikit sayuran saja. Mungkin besok pagi dia akan mencoba meminta uang pada mas Bastian untuk biaya berobat besok. Siapa tau mas Bastian mau memberikan uang untuknya. *** Seperti biasa, Andini memasak sarapan untuk keluarga suaminya dan menyajikannya di atas meja. Namun dia tidak ikut serta duduk di meja makan bersama mereka. Selama ini Andini hanya bisa makan sisa bekas mereka dan makan paling belakangan. Selesai sarapan, Andini memberanikan diri untuk bicara dengan suaminya. " Mas, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu. Apa boleh aku meminta uang? " "Untuk apa? " tanya mas Bastian seraya melihat arloji di tangannya. "Anu mas, aku sepertinya sakit. Beberapa hari ini aku mimisan dan sakit kepala. Apa boleh aku meminta uang untuk berobat mas? " tanya Andini dengan lemah lembut. Bastian berdecak kesal karena Andini hanya membuang-buang waktunya saja. "Ck, jangan manja kamu Andini. Kamu kan bisa berobat ke puskesmas! uang belanja masih ada kan? pakai uang itu dan berobat saja ke puskesmas sana. Sudah dulu aku hampir telat sekarang. " Mas Bastian berlalu begitu saja meninggalkan dirinya tanpa mengucapkan salam. Setiap hari mas Bastian terus mengacuhkan dirinya. Sorot mata pria itu selalu menatapnya dengan penuh kebencian. Rasa bencinya sudah mendarah daging hingga merasuk ke dalam tulang-tulangnya. Andini hanya menatap nanar kepergian suaminya itu. Uang belanja hanya cukup untuk membeli kebutuhan rumah tangga saja. Tidak ada lebih sama sekali malahan dia tidak bisa menyimpan sedikit uang dari uang belanja tersebut. Jadi dia memutuskan untuk menjual satu-satunya tas branded yang dia miliki lewat akun jual beli online. Sebenarnya masih banyak barang-barang branded miliknya yang ada di rumah papanya. Itu juga barang-barangnya malah dijual oleh ibu angkat dan adik angkatnya setelah dia menikah dengan mas Bastian. Hubungan Andini dan papanya berubah memburuk bahkan kesehatan papa semakin menurun drastis. Semua itu dikarenakan oleh hasutan demi hasutan jahat mama angkatnya.Perusahaan bahkan dipegang oleh Adinda, adik angkatnya. Wajar saja karena dia bukanlah anak kandung dari mereka. TING Satu pesan masuk di layar ponselnya. Matanya berbinar cerah karena ada seseorang yang mau membeli tas miliknya dan meminta COD di daerah Manggarai siang ini. Andini segera mengiyakannya dan mereka akan bertemu pada pukul setengah 2 siang di cafe Amico di samping Bank Indonesia. Selesai memasak jam makan siang, Andini mendapatkan telepon dari mas Bastian bahwa berkasnya ada yang ketinggalan di ruang kerjanya. Suaminya itu memintanya untuk membawa berkasnya sebelum jam 1 siang karena jam 2 siang ini ada meeting penting di perusahaan. Karena bertepatan dengan jam makan siang, dia juga menyiapkan bekal untuk mas Bastian. Saat dia akan pergi ke kantornya mas Bastian, mama mertuanya mencegatnya. "Eh kamu mau kemana kamu Andini? banyak daun-daun kering yang berjatuhan di kolam renang belakang! kamu tidak diperbolehkan keluar sebelum membersihkannya! " perintah mama Mayang, mama mertuanya Andini. "Maaf ma, tadi ada pesan dari mas Bastian. Dia memintaku untuk mengantarkan berkas ini ke kantor," jawab Andini seraya memperlihatkan berkas yang dipegang olehnya. "Ck yasudah tapi setelah pulang dari kantor kamu harus langsung pulang ke rumah! jangan keluyuran kemana-mana. Udah sana pergi! " mama Mayang mengibas tangannya memberikan aba-aba pada Andini untuk segera pergi dari hadapannya. "Baik ma, Andini pergi dulu ya. Assalamualaikum, " Andini ingin mencium tangan Mama Mayang, tapi wanita perubaya itu tidak mau tangannya disentuh. "Ck, udah pergi saja sana! tangan kamu itu bau bawang! sana pergi! " mama Mayang mengusirnya lagi seraya menatapnya jijik. Padahal Andini sudah mandi dan mencuci tangannya hingga bersih. Dengan hati yang sedih Andini menurunkan tangannya dan berlalu pergi meninggalkan rumah. Dia meminta pak Ujang, supir yang bekerja di rumah ini untuk mengantarkannya ke kantor mas Bastian. Sesampainya di kantor, dia meminta pak Ujang untuk menunggunya lalu mengantarkan berkas dan bekal ke ruangan kerja mas Bastian yang berada di lantai paling atas. Setibanya disana, dia menemui sekretaris mas Bastian dan bertanya apakah suaminya itu ada di dalam. " Selamat siang bu, apakah pak Bastian ada di dalam? saya ingin mengantarkan berkas dan bekal ini untuknya. " Wajah sekretaris mas Bastian terlihat gugup seperti sedang menutupi sesuatu darinya. " Pak Bastian sedang ada tamu di dalam bu. Biar saya saja yang akan memberikan berkas dan bekal ini padanya. "Tamu? hem baiklah. Tolong berikan berkas dan bekal ini untuknya ya, " ucap Andini sambil menyerahkan berkas dan bekal yang dia pegang kepada sekretaris Sekretaris mas Bastian menerima berkas dan bekal itu lalu menaruhnya di atas meja kerjanya. " Baiklah bu, saya akan menyerahkannya setelah tamu pak Bastian pulang. " "Iya, terima kasih ya. Saya permisi pulang dulu. Assalamualaikum. " "Walaikum salam bu. " Andini berbalik pergi dari sana tanpa rasa curiga sama sekali. Lagian dia tidak bisa lama-lama disini karena ingin COD dengan salah satu pembeli tas miliknya di cafe Amico yang tak jauh dari sini, hanya beberapa blok saja dari kantornya mas Bastian. Setelah COD dan melakukan transaksi jual beli tas, Andini meminta pak Ujang untuk mengantarkannya berobat ke rumah sakit. Untungnya siang itu tidak terlalu ramai pasien yang mengantri jadi dia bisa lebih cepat dipanggil oleh dokter. "Mari silahkan masuk bu Andini, " seorang dokter wanita dengan ramah mempersilahkan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan pemeriksaan. Andini masuk ke dalam lalu duduk di hadapan dokter tersebut. "Bu Andini ada keluhan apa? coba ceritakan kepada saya, " tanya dokter itu sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut. "Dok, saya akhir-akhir ini seringkali mengalami sakit kepala yang luar biasa dan dibarengi dengan mimisan. Apakah saya hanya kecapekan ya dok? " tanya Andini seraya menggenggam kedua lututnya cemas. "Sudah berapa lama keluhan itu berlangsung bu? " tanya dokter itu lagi. "Sudah hampir satu bulan dok, " jawab Andini. "Baiklah, saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahuinya secara pasti, " dokter itu meminta asistennya untuk menuntun Andini berbaring di atas bangsal untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Sample darah Andini juga diambil untuk diperiksa ke laboratorium. Andini harus menunggu selama 30 menit sampai hasil pemeriksaan laboratorium selesai. 30 menit berlalu dengan cepat. Dokter membacakan hasil pemeriksaan sample darah itu kepada Andini. " Bu Andini, menurut hasil pemeriksaan laboratorium, anda diidentifikasi menderita penyakit Leukimia bu. " JDERRR Andini seperti kesambar petir di siang bolong. Sakit Leukimia? apa dia tidak salah dengar?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN