Dukungan Keluarga 1

670 Kata
- Dukungan Keluarga Hans memarkir mobilnya di halaman perkantoran yang cukup luas. Kemudian ia keluar saat melihat Diyan melangkah tergesa ke arah bangunan kantor bercat warna krem. "Diyan," panggil Hans cukup keras karena jarak mereka yang cukup jauh. Gadis yang dipanggil sontak berhenti dan menoleh. Hans tergesa mendekati gadis itu. "Ada apa, Mas? Nirmala nggak masuk kerja, ya?" "Iya. Papanya masuk rumah sakit. Mungkin dalam beberapa hari ini, dia tidak akan masuk kantor. Tolong nanti izinkan pada bos kalian, ya." Diyan mengangguk. "Nanti sepulang kerja saya akan mampir ke rumah sakit, Mas." Hans tersenyum, kemudian izin pergi. Dia harus segera masuk kerja. Jadi tidak perlu bertemu Brian. Itu hal yang bisa di urus belakangan. ***L*** "Kamu sudah sarapan apa belum?" tanya Bu Arni pada putrinya. Nirmala yang berwajah sayu menggeleng. "Mana suamimu?" "Kerja, Ma." Bu Arni merasa ada yang tidak beres dengan Nirmala. Sebagai seorang ibu, beliau bisa merasakan tidak harmonisnya hubungan Nirmala dan Brian. Pernikahan yang diawali dengan hal yang memalukan itu, membuat benaknya selalu was-was. Apalagi akhir-akhir ini merasakan kejanggalan dalam rumah tangga Nirmala. Putrinya itu tidak pernah datang ke rumah lagi, selain menelfon. Itu pun terkesan tergesa-gesa. Dari pintu muncul Pandu dan istrinya. "Itu Masmu datang. Ayo, sarapan sama Mama di kantin. Sama Mbak Nety juga." Nirmala mengangguk. Bu Arni mengajak menantunya untuk sarapan. Setelah membiarkan Nirmala bicara dengan kakaknya sebentar. "Dengan siapa kesini?" "Mas Hans." "Kok bareng, Mas Hans?" "Iya. Brian repot, Mas." Pandu tidak bertanya lagi. Wajah masam sang adik membuatnya curiga. Tapi ia tidak bertanya apa-apa, takut Papanya mendengar. "Ayo, kalian berdua sarapan sama Mama." Menantu dan anak perempuannya mengikuti Bu Arni. Mereka berjalan menuju kantin rumah sakit yang berada di lorong bagian depan. Kebetulan masih sepi. Hanya ada beberapa pengunjung yang sedang minum kopi dan makan kue. Sedangkan mereka bertiga makan nasi bungkus, nasi rames berlauk ayam goreng. Dengan teh hangat di gelas ukuran sedang. "Kamu kok suntuk gitu, Nir?" tanya Mbak Nety penuh selidik, sambil mengunyah. Nirmala tidak menghabiskan makan. Segera disesapnya teh hampir separuh gelas. Dengan air mata yang mengalir di pipi mulusnya, Nirmala menceritakan peristiwa satu setengah bulan yang lalu. Tapi ia meminta untuk merahasiakan hal itu dari Mas Pandu, terutama Papanya. Nirmala percaya Mama dan kakak iparnya bisa menjaga rahasia. Biarlah kakaknya tahu di saat yang sudah tepat. Bu Arni makin sedih merasakan penderitaan putri bungsunya. Juga menahan amarah pada menantunya. Mata wanita itu berkaca-kaca. "Mama, nggak usah sedih. Doakan saja Nir bisa melalui semua ini." Mbak Nety mengusap punggung adik iparnya. Dari awal ia juga menduga bahwa rumah tangga adiknya tentu tidak akan berjalan semestinya. Wanita itu sangat tahu bagaimana Brian. Pria itu sangat arogan dan suka main perempuan. Yulia adalah teman kuliahnya, dari Yulia lah Nety tahu bagaimana Brian. Dengan segala kemewahan yang ia punya, pria itu bebas berbuat apa saja. Bu Arni meyakinkan putrinya bahwa tanpa Brian, ia dan anaknya akan baik-baik saja. Itu sudah merupakan kekuatan buat Nirmala. Semua keluarga mendukungnya. Walaupun mungkin kakaknya akan membuat cerita lain pada Brian. Pandu tidak sesuai dengan karakter pewayangan yang sesuai dengan namanya. Prabu Pandu yang berhati lembut dan sabar. Tapi, Pandu, sang kakak sangat keras dan tidak main-main saat bertindak. "Sementara aku akan tinggal dengan Mas Hans, Ma. Sampai ada waktu yang tepat untuk memberitahu Papa dan Mas Pandu. Setelah itu, aku pulang ke rumah. Boleh, kan, Ma?" "Ya Alloh, Nirmala. Tentu boleh. Sekarang pun kamu boleh pulang." "Tunggu keadaan membaik, Ma." Bu Arni dan Mbak Nety mengangguk setuju. ***L*** Waktu terus berjalan, kondisi Pak Malik makin membaik. Setelah sebulan lebih mendapatkan perawatan di rumah sakit. Tapi Nirmala masih belum berani pulang ke rumah. Takut Papanya akan drop lagi. Ia masih tinggal dengan sepupunya. Sang Mama yang sering mendatangi kesana. Dan ia sudah berhenti kerja. Pandu pun sekarang sudah tahu permasalahan Nirmala. Sehari setelah Papanya pulang dari rumah sakit, ia mendatangi Brian. Perkelahian yang seimbang membuat keduanya sama-sama babak belur. "Ceraikan Nirmala, adikku tidak layak memiliki suami b******k sepertimu." "Cerai atau tidak itu bukan urusanmu. Biar Nirmala tahu bagaimana rasanya digantung. Sebagaimana apa yang telah dilakukan padaku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN