Bab 19

1013 Kata
Kinanti dengan wajah cemberut turun dari mobil dan langsung memasuki rumah tanpa menoleh ke arah mobil di mana Arveno masih berada. Tidak peduli jika ia akan dikatakan sebagai bawahan tidak sopan pada atasannya. Saat ini ia sedang marah dengan pria itu yang bersikap seolah tidak pernah melakukan hal yang membuatnya jengkel sejak tadi. "Kinan, tunggu." Suara Arveno dibalas dengan pintu yang ditutup dengan kasar dan terdengar sangat keras hingga mengejutkan Lita yang sedang menonton televisi. Gadis cantik itu kemudian menoleh menatap Kakak sepupunya yang masuk dengan wajah cemberut. Melihat itu, tanpa sadar, Lita menyusut tubuhnya sedikit ke kursi. Tidak berani untuk mengucapkan sepatah kata pun pada Kakak sepupunya yang sedang marah. "Dasar cowok nyebelin. Kalau enggak mau kasih gue apa-apa, setidaknya jangan ajak gue. Dikiranya kaki gue enggak akan copot apa diajak keliling." "Kalau membunuh enggak berdosa dan enggak ada hukum, udah gue pukul kepalanya pakai tang besi." "Memang dasar, punya tunangan sekaligus Bos itu enggak enak banget. Enakan juga menjomblo." Gerututan terdengar dari mulut Kinanti membuat Lita akhirnya tahu jika penyebab Kakak sepupunya marah adalah tunangan dari kakak sepupunya sendiri. "Ini." Kinanti yang sedang menggerutu menghentikan ocehannya saat melihat tumpukan barang tiba-tiba sudah berada di depan mejanya. Mengangkat kepala, ia melihat sosok Arveno yang entah sejak kapan sudah masuk ke dalam rumah dengan membawa banyak barang yang ia kenali. "Kenapa bos bawa barang ini ke dalam rumah saya? Kenapa enggak bawa pulang sekalian? Barang-barang ini 'kan untuk anaknya Pak Yosef." Wanita itu mencibir dengan sinis. "Saya cuma bilang sama kamu untuk menemani saya membeli kado untuk anaknya Pak Yosef. Kamu kira saya dermawan, merogoh kocek yang dalam untuk membelikan banyak hadiah?" Arveno balas mencibir kemudian duduk di sebelah Kinanti. "Tas merah yang pertama kali kamu pilih, itu yang akan kita bawa ke tempat anaknya Pak Yosef. Sisanya, untuk kamu." "Tas merah yang pertama kamu pilih, itu yang akan kita bawa ke tempat anaknya Pak Yosef. Sisanya--" Kinanti yang akan mencibir ulang ucapan Arveno menghentikan gerakan bibirnya kemudian menoleh dengan wajah terkejut menatap tidak percaya dengan sosok pria dengan bau parfum yang masih wangi meski hari sudah malam. "M-maksud Bos, semua barang yang saya pilih dari tadi itu punya saya?" Wajahnya berbinar dengan lucu ketika menatap tunangannya yang sangat baik hati. Kinanti kemudian merapatkan tubuh mereka dan merangkul lengan Arveno. Mendongakkan kepala, ia mengedipkan matanya beberapa kali dengan senyum semeringah. Melihat tingkah laku Kinanti, bukannya merasa gemas, Arveno justru bergidik jijik. Dengan wajah tanpa ekspresi, pria itu mendorong kepala tunangannya menjauh. "Jijik." Jika biasanya Kinanti akan mencak-mencak ketika mendengar ucapan Arveno, namun kali ini ia tidak peduli. Segera ia membuka kembali paper bag yang sudah ia tahu isinya dan melihat semua barang yang ia pilih memang untuknya. Kecuali, tas merah pertama yang dibeli untuk anaknya Pak Yosef dan itu pun barang yang paling murah di antara barang yang mereka pilih tadi. Lita sendiri hanya terbengong melihat aksi Kakak sepupunya. Sadar dengan tatapan Lita, Kinanti kemudian mengeluarkan dua dress lengan pendek sebatas lutut yang langsung ia serahkan pada Lita. "Baju-bajunya punya kamu saja. Soalnya enggak muat di Mbak." Tadi saat memilih, Kinanti memikirkan tinggi tubuh anak pak Yosef yang tidak seberapa itu, jadinya ia memilih dua dress pendek sesuai dengan ukuran tubuh anak pak Yosef. Berhubung dress tersebut bukan untuk anaknya Pak Yosef, akhirnya diserahkan pada Lita. "Bos mau minum apa malam ini? Jus jeruk atau kopi? Saya akan membuatkan minuman spesial untuk bos." Kinanti tersenyum lebar dari telinga kanan ke telinga kiri. Wanita itu segera bergegas berdiri tanpa menunggu jawaban dari Arveno. "Kalau begitu saya buatkan kopi saja. Soalnya saya tahu kalau malam enggak mungkin bos ganteng saya ini minum jus." Suara wanita itu terdengar saat melangkah menuju dapurnya, membuat Arveno berdecak tidak habis pikir. Kinanti memang penjilat yang sesungguhnya, pikirnya. Setelah membuat tunangannya cemberut beberapa jam, keesokan malamnya akhirnya Arveno membawa Kinanti menuju sebuah gedung tempat di mana diadakan acara ulang tahun anaknya Pak Yosef yang bernama Tiara. Pak Yosef sendiri adalah relasi bisnis dari perusahaan Arveno dan sudah lama menjalin kerjasama. Dengan kado yang sudah dibungkus, pasangan yang mengenakan gaun hitam tanpa lengan milik Kinanti dan dipadukan dengan setelan jas hitam dengan dasi merah kupu-kupu pada Arveno. "Tiara, selamat ulang tahun. Ini kado dari saya dan Mas Arveno. Diterima ya, semoga suka." Tiara yang mengenakan gaun warna pink tersenyum menatap Kinanti. "Terima kasih banyak, Mbak Kinan dan Mas Arveno." Wanita muda itu mengambil kado dari tangan Kinanti kemudian menyerahkan pada pelayan di sampingnya. "Sama-sama. Kalau begitu kami permisi dulu." "Iya, Mbak. Selamat menikmati acaranya." Kinanti kemudian berlalu dengan menggandeng lengan Arveno. Gaun hitam panjang dengan belahan di pahanya tampak membuat wanita itu cantik. Apalagi dengan rambut yang diikat dan dikepang satu, membuat Arveno yang meskipun sudah terbiasa dengan kecantikan wanita itu tetap saja terkesima. "Bos, tolong jangan pancing emosi saya malam ini. Bos lihat saya sudah cantik jelita, saya enggak mau karena ulah Bos, saya mengeluarkan tanduk," bisik Kinanti. Tidak lupa wanita itu juga merapatkan tubuhnya pada Arveno hingga parfum menyenangkan tercium di indera penciumannya. "Saya juga enggak tertarik untuk memancing harimau betina seperti kamu." "Kalau saya harimau betina, terus Bos apa? Lutung kasarung?" Mendengar apa yang diucapkan oleh Kinanti, Arveno menipiskan bibirnya menatap sengit pada sosok yang memiliki tubuh lebih pendek darinya. Sementara di sisi lain ruangan, ada sosok Alia dan juga Amel yang diundang oleh Tiara untuk datang ke acara ulang tahun. Kebetulan, Amel dan Alia juga merupakan teman-teman dari Tiara meskipun tidak berada di circle yang sama. "Kamu yakin mau merencanakan ini semua? Kalau ketahuan bagaimana?" Sebenarnya Amel tidak mau melakukan hal yang merupakan ide dari Alia. Namun, jika ia tidak bergerak, bisa-bisa Arveno benar-benar akan menjadi milik Kinanti. Akan sia-sia pengorbanannya selama ini yang selalu mengikuti kemanapun Alia pergi. Tentu saja tujuannya mendekati Alia dan Mamanya gadis itu agar bisa dekat dengan orang kaya. "Kamu tenang saja kalau soal itu. Aku yakin malam ini pasti berhasil. Besok pagi akan ada pengumuman, kalau tunangan Kak Arveno tidur dengan laki-laki lain," balas Alia kejam. Perempuan itu menyeringai dengan rencana yang sudah ia susun di dalam otak cantiknya. Tidak akan ia biarkan wanita yang tidak ia sukai menjadi kakak iparnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN