Catatan 52

1935 Kata
Masih hangat dalam ingatanku, ketika perjalanan ke Kota Industri beberapa hari yang lalu, Sheera berkata jika Coco Bar terpaksa tutup karena peredaran narkoba di tempat itu tercium oleh polisi. Hal itu menyebabkan salah satu sumber penghasilan Sheera menurun. Meski begitu, tetap ada beberapa tamu klub tersebut yang memang telah berkali-kali datang dan dilayani dengan baik oleh Sheera, menghubungi Sheera kembali dan memintanya untuk datang ke tempat tamu tersebut. Malam hari, beberapa jam sebelum Alea ditangkap oleh polisi, ia sedang berada di apartemen bersama Sheera. Dua perempuan itu memang akhir-akhir ini suka menghabiskan waktu bersama untuk membunuh waktu luang mereka. Saling belajar, berbagi informasi, serta membaca peluang-peluang baru atau mungkin sekadar berbincang basa basi kerap mereka lakukan sebelum Hook benar-benar aktif seperti sedia kala. Saat itu tiba-tiba Sheera mendapatkan panggilan untuk datang ke salah satu penginapan di wilayah utara Kota Nelayan, tidak jauh dari tempatnya tinggal. Karena Alea sedang ada bersamanya, Sheera mengajak Alea ikut serta menemaninya bekerja melayani tamu. Sudah bukan rahasia lagi bahwa selain menjadi pelayan bar, Sheera juga kerap melayani p****************g menuntaskan hasrat mereka. Karena tidak memiliki kegiatan lagi, Alea pun mengiyakan ajakan Sheera untuk menemaninya bekerja, sekaligus berjaga-jaga jika ternyata orang yang menghubungi Sheera membutuhkan teman kencan lain selain dirinya. Alea tersenyum nakal ketika menerima ajakan Sheera. Pada dasarnya, Alea bukanlah penjaja badan seperti Sheera, namun ketika ada orang yang berhasil mengambil hatinya, Alea juga dengan senang hati akan melakukan sesuatu yang menyenangkan bersama orang tersebut. Taksi sudah dipesan, Alea dan Sheera meluncur menuju tempat yang telah ditentukan. Sepuluh menit perjalanan, mereka berdua telah tiba di sebuah penginapan sederhana di wilayah utara Kota Nelayan. Penginapan yang memang biasa digunakan untuk para pekerja lintas kota, sopir cargo, nelayan yang kebetulan singgah di kota ini, serta beberapa pekerja di sektor lain mengistirahatkan badan sementara waktu sebelum melanjutkan pekerjaan mereka. Tidak jarang, para pengunjung penginapan ini menyewa seorang wanita penghibur untuk menemani kesepian mereka di malam hari. Di sinilah Alea dan Sheera hari ini. Setelah bertemu dengan tamunya, Sheera memberikan isyarat kepada Alea untuk menunggunya di luar sementara Sheera menuntaskan urusannya di dalam. Sheera berkata, “tunggulah di sini sebentar. Di tengah permainan, aku akan merayu tamuku untuk memanggil ‘roda ketiga’ dan saat itulah kau akan masuk. Bagaimana?” Dengan antusias, Alea menjawab, “tidak masalah, jika aku boleh meminta, jangan menghabiskan waktu terlalu lama untuk merayunya, sesuatu di bawah sini sudah mulai lembab.” Mereka berdua pun terkekeh bersama sebelum akhirnya Sheera berjalan cepat ke kamar tamunya. Alea pun menunggu di sebuah kursi yang tersedia di samping tangga, tidak jauh dari kamar yang Sheera gunakan. Dua puluh menit berselang, Alea sudah mulai bosan karena tidak melakukan apapun selain bermain ponsel. Tidak ada tanda-tanda Sheera menghubunginya, mungkin perempuan itu terlena dengan permainan si tamu sehingga melupakannya. Ada niat dari Alea untuk meninggalkan Sheera sendirian karena mungkin gadis itu akan pulang esok hari. Alea akhirnya bangkit, lalu berjalan pelan meninggalkan penginapan. Namun sebelum pergi, Alea menyempatkan diri lewat di depan kamar yang digunakan oleh Sheera dan tamunya, demi sedikit mendengar seganas apa permainan mereka berdua karena sebenarnya ada sesuatu yang telah basah di bagian bawah Alea. Alea ingin menuntaskan rasa penasaran yang ada di kepalanya, lalu menggunakan suara yang ia dengar untuk berfantasi ketika bermain solo. Sayangnya, bukan permainan ganas yang ia dengar dari kamar Sheera. Ketika Alea mendekatkan telinga pada pintu kamar, ia mendengar suara teriakan dari Sheera dan tamunya. Alea mengerutkan dahi ketika mendengar bahwa penghuni kamar tersebut rupanya sedang bersitegang. Alea dapat mendengar dengan jelas jika Sheera dan tamunya sedang bertengkar karena masalah uang. Tidak lama kemudian, sebuah teriakan dari Sheera terdengar seperti orang kesakitan. Beberapa kali Alea mendengar teriakan seperti orang yang dipukul, keras dan penuh rasa sakit. Karena khawatir, Alea mengetuk pintu kamar tersebut namun sayangnya baik Sheera maupun tamunya tidak ada yang membuka pintu. Bahkan Sheera terus saja berteriak kesakitan tanpa menghiraukan atau bahkan memanggil nama Alea yang jelas-jelas sedang berusaha menolongnya. Alea menengok ke kiri dan kanan, melihat jika ada orang yang dapat ia membantunya. Sayangnya malam itu suasana penginapan cukup sepi sehingga Alea tidak dapat meminta tolong kepada siapapun. Alea semakin panik, ia mengetuk pintu kamar Sheera semakin keras, namun tetap tidak ada yang membuka pintu. Kala itu Alea mengabaikan kemungkinan jika ia akan mengganggu tamu lain di penginapan tersebut, karena menurutnya keselamatan rekan yang ada di dalam lebih utama. Seorang penjaga penginapan datang tidak lama setelah itu. Alea menceritakan apa yang ia dengar kepada penjaga penginapan. Penjaga itu pun ikut mencoba menempelkan telinga di pintu kamar, namun kali ini tidak ada apapun yang ia dengar. Penjaga itu sempat berkata, “tidak ada apa-apa, Nona. Mungkin rekan anda sedang bermain peran di dalam sana. Anda pasti tahu, terkadang orang-orang memiliki fetish yang aneh bukan?” Kalimat dari penjaga membuat Alea berpikir, jika Sheera benar-benar membutuhkan bantuan, maka ia akan memanggil nama Alea saat mendengar jika Alea sedang mengetuk pintu dan memanggil namanya. Namun saat Sheera tidak memanggilnya, berarti gadis itu tidak mengalami sesuatu yang buruk di dalam sana. Beberapa saat kemudian, seorang pria paruh baya dengan perut yang buncit membuka pintu kamarnya dengan hanya mengenakan celana pendek tanpa baju. Penjaga penginapan terkejut dan sontak meminta maaf atas gangguan yang terjadi. “Ada apa ini?” seru pria buncit itu sambil terengah. Penjaga penginapan langsung membungkuk dan menjawab, “maafkan saya, Tuan. Wanita di samping saya dari tadi mengetuk kamar anda, saya akan mengantarnya keluar setelah ini.” Alea terus saja memperhatikan pria buncit itu dari atas ke bawah, lalu ia menemukan ada bercak darah kecil di lehernya. Aku cukup terkesima saat mendengar cerita itu, Alea cukup teliti ketika melihat sesuatu. Saat melihat bercak darah itu, Pikiran Alea sudah melayang jauh ke segala kemungkinan terburuk. Pria yang berdiri di depannya sedang terengah, nafasnya memburu, sesuatu yang seharusnya wajar dilakukan oleh seseorang yang baru saja melakukan sesuatu yang menyenangkan. Namun selain bercak darah yang ada di lehernya, telapak tangan pria itu juga tampak gemetar. Alea berasumsi jika pria itu baru saja melakukan sesuatu yang salah dan sekarang ia sedang merasa bersalah. Dalam waktu yang singkat itu, Alea berusaha mengintip ke dalam kamar yang pintunya hanya terbuka sebagian dan dihalangi oleh badan lebar pria buncit itu. Alea terbelalak ketika melihat ada bercak darah lain di lantai kamar. Firasat buruk yang ada di dalam benak Alea seketika menjadi semakin parah. Ia takut jika terjadi sesuatu dengan Sheera, mengingat gadis itu belum keluar dari tadi. Suara kran kamar mandi yang terdengar sejak sesaat sebelum pria buncit itu membuka pintu sebenarnya menjadi alasan yang cukup masuk akal untuk Sheera yang belum muncul, tetapi Alea masih percaya dengan firasatnya yang mengatakan jika ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Dengan sedikit memaksa, Alea berusaha menerobos masuk ke kamar namun dihalangi oleh si pria buncit. Alea terus berusaha mendorong masuk, berusaha melihat apa yang terjadi di dalam sana. Badan Alea berhenti ketika ia melihat di balik pintu, tubuh Sheera tergeletak tidak sadarkan diri tanpa busana dengan pisau yang menancap di perutnya. “Aaargh! Sheera!” teriak Alea sembari terus memaksa untuk masuk. Meskipun apa yang ada di dalam sudah terkuak, namun pria buncit itu terus menghalangi Alea untuk masuk. Bahkan pria itu sekuat tenaga mendorong badan Alea hingga terjatuh keluar dari kamar lalu mengunci pintu dari dalam. Alea segera bangkit dan terus menggedor pintu kamar tersebut. Penjaga penginapan yang peka akan kejadian itu segera berlari menjauh. Beberapa saat kemudian penjaga itu kembali dengan kunci cadangan. Namun sayang, pria buncit itu menggunakan kunci ganda agar tidak mudah dibuka. Penjaga penginapan kemudian kembali berlari, meminta bantuan kepada rekan penjaga yang lain. Lalu penjaga itu kembali bersama dua orang rekannya, mendobrak pintu kamar menggunakan kaki dan badan mereka hingga terbuka. Kericuhan yang terjadi membuat beberapa tamu lain keluar untuk mengintip. Setelah pintu terbuka, dua orang penjaga apartemen segera berlari mengamankan pria buncit itu dan satu orang lainnya memeriksa keadaan Sheera bersama Alea. “Detak jantungnya lemah,” seru penjaga penginapan itu. Dalam keadaan panik itu, Alea masih dapat berpikir untuk mencari sesuatu yang dapat menutupi badan Sheera yang terpampang tanpa busana dengan darah yang sudah mengalir membasahi sprei kamar tersebut. Saat Alea sedang fokus untuk menyelamatkan Sheera, tiba-tiba si pria buncit itu melakukan perlawanan, memukul dua orang yang menjaganya, kemudian melarikan diri setelah sempat mengambil pakaian yang tergeletak di lantai. Ketika dua orang penjaga itu berusaha mengejar pria buncit itu, Alea justru mencegahnya dan berkata, “lebih baik kita utamakan keselamatan temanku. Sheera masih hidup, kita harus segera membawanya ke rumah sakit sebelum terlambat!” “Siapkan mobil!” seru penjaga yang lain. Akhirnya dua orang penjaga itu berlari menyiapkan mobil. Tidak lama kemudian, sebuah mobil MPV putih dengan logo penginapan di sampingnya membunyikan klakson. Sontak satu penjaga yang memeriksa Sheera menggendongnya masuk ke mobil, kemudian Alea membawa barang-barang milik Sheera dan ikut masuk ke mobil. Alea ikut duduk di kursi belakang bersama Sheera yang tidak sadarkan diri dan penjaga penginapan yang menggendongnya, karena kursi depan telah diisi oleh dua penjaga yang lain. “Sheera, sadarlah! Sheera, bertahanlah!” Alea terus menerus memanggil nama Sheera untuk membuatnya terjaga, Alea tidak ingin kehilangan temannya. Lalu tiba-tiba sesuatu terlintas dalam pikiran Alea. Alea berpikir jika pisau yang tertancap pada perut Sheera adalah penyebab kritisnya keadaan Sheera. Karena panik, tiba-tiba Alea mencabut pisau tersebut. “Hei bodoh! Kenapa kau cabut pisau itu?!” teriak penjaga penginapan yang duduk di kursi belakang. Penjaga yang duduk di kursi depan menoleh ke belakang, lalu menghela nafas kecewa. Alea tampak bingung, ia tidak menyangka jika apa yang ia lakukan akan berdampak besar. Ia hanya berpikir pendek, berpikir bahwa ia harus mencabut sumber kesakitan yang menimpa Sheera. Saat itu seharusnya ia tahu bahwa ketika pisau dicabut, maka luka yang timbul akan menjadi semakin parah. Benar saja, darah yang mengalir dari luka itu bertambah deras hingga menetes ke lantai mobil. Sopir mobil tersebut semakin mempercepat laju kendaraan hingga ke rumah sakit. Namun sayang, ketika tiba di rumah sakit, nyawa Sheera tidak dapat diselamatkan. Petugas kesehatan di rumah sakit mengatakan jika pisau itu tidak dicabut, mungkin nyawa Sheera masih dapat diselamatkan. Pendarahan yang semakin parah ketika pisau tercabut lah yang mempercepat proses kematian Sheera. Mendengar kalimat itu membuat Alea semakin frustasi. Niat baik untuk menghilangkan sumber penderitaan Sheera justru mengantarkan gadis muda yang polos itu menuju kematian, menghilangkan seluruh penderitaan Sheera seumur hidup. Membuat Sheera tidak lagi sakit, tidak lagi menderita. Tangan Alea gemetar, tidak menyangka jika tindakannya akan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa Alea lakukan lagi selain menangis di lorong rumah sakit yang gelap dan kosong. Ia hanya bisa meratapi tindakan bod*hnya yang menyebabkan nyawa rekannya melayang. Di sampingnya, pisau yang bersimbah darah tergeletak karena sejak tercabut dari perus Sheera, Alea selalu membawa pisau itu ke manapun ia pergi. “Lalu setelah itu kau menyerahkan diri ke polisi?” tanyaku kepada Alea dengan suara yang bergetar. Air mataku mulai menggenang, aku tidak percaya jika orang yang aku rawat dan aku didik seperti adik kandungku sendiri, harus meregang nyawa dengan cara seperti itu. “Tidak, Lilia, aku tidak menyerahkan diri. Aku ingin melaporkan kejadian itu kepada polisi,” jawab Alea dengan suara bergetar. Aku menangkap rasa kehilangan dari kalimatnya, tapi aku juga hampir kehilangan kesabaran ketika mengetahui tindakan bod*h Alea membuat Sheera meregang nyawa. “Ternyata ketika tidak bersama Zayn, kau benar-benar tidak berguna. Bagaimana jika kau mati saja?!” Aku berusaha keras untuk tidak menimbulkan kericuhan di kantor polisi ini. Tanganku sebenarnya sudah ingin melayang ke arah Alea, namun aku berusaha keras untuk menahannya. “Lilia… aku tidak…” Alea memegang erat kepalanya, matanya tidak berhenti melihat ke kanan dan kiri. Aku menengok ke luar ruangan penyidik, Zayn yang duduk di luar ruangan tampak terkejut melihat raut wajahku yang terlihat marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN