Catatan 48

1451 Kata
Lagi-lagi badanku gemetar, setiap kasus yang aku tangani sejak kembali ke negara ini benar-benar membuat jantungku seakan naik roller coaster. Berawal dari sebuah kasus penculikan sederhana, namun berakhir dengan penculikan-penculikan lain yang lebih parah. Lalu kali ini, perkiraan lokasi di mana korban disekap, ternyata telah bocor hingga ke telinga si penculik. Aku berasumsi jika si penculik juga telah berhasil memecahkan kode yang dikirim oleh Mr. Fantastic. Akhirnya dengan tangan yang masih gemetar karena khawatir, aku kembali ke apartemen Jacob guna menghubungi kembali si bocah bernama Z itu. Kali ini aku menyelonong masuk ke ruang kerja Jacob karena si tuan rumah sedang tidak berada di tempat. Sayangnya, Jacob memasang kata sandi pada komputer miliknya dan aku tidak mengetahui kata sandi komputer ini. Mungkin agen mata-mata di luar sana banyak yang terkenal dengan kemampuan meretas komputer dan memecahkan kata sandi, tapi itu tidak berlaku untukku yang hanya pandai baku hantam. Otak bodoh yang kumiliki membuatku tidak dapat berbuat apapun ketika melihat kedipan kursor di layar yang memintaku untuk memasukkan kata sandi. “Ah bodoh!” seruku sambil memukul meja kerja milik Jacob. Beberapa saat kemudian, Jacob memasuki ruangan ini bersama dengan Alea dan Sheera. Jacob membuka kata sandi komputernya dan membantuku menghubungi Z. Keadaan panik kembali membuatku tidak dapat berpikir, aku tidak ingin kejadian yang menimpa Max terjadi lagi pada Crystal. Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya panggilanku dengan Z tersambung. “Aku tahu jika yang menghubungiku kali ini adalah Madame Lilia. Apakah aku salah?” sapa Z ketika panggilan terhubung. Setelah panggilan tersambung, Jacob dan Sheera segera keluae dari ruangan ini. “Bagaimana kau tahu, Z?” sahutku terkejut. “Karena Tuan Jacob tidak akan pernah menghubungiku dalam rentang waktu yang dekat, Madame.” Perkataan Z mengindikasikan jika ia sudah tidak marah padaku. Nada bicaranya tidak lagi lesu dan sudah kembali bersemangat seperti biasa. “Z, lokasi yang kau kirimkan padaku kemarin sudah bocor, si penyiar tidak ada lagi di tempat tersebut,” ucapku tanpa basa basi. “Aku tahu, Madame. Penyiar wanita itu sangat cantik. Aku terus mengikuti siarannya hingga hari ini, hahaha…” Jawaban yang diberikan oleh Z membuatku berpikir bahwa ia sengaja menyembunyikan informasi ini dariku. “Lalu kenapa kau tidak memberitahu padaku, Z?” Nada bicaraku mulai naik karena aku mulai merasa kesal kepada Z. “Kau menyalahkanku, Madame? Bukankah kau kemarin tidak bertanya padaku?” Z justru balik menyalahkanku. “Z, apa kau masih dendam padaku soal kemarin?” Aku mencoba kembali merendahkan suaraku. “Dendam? Hummm…” Z tampak berpikir. “Jika kau menganggap aku menaruh dendam padamu, mungkin itu benar.” Kali ini aku tidak terkejut dengan ucapan Z. Aku sadar, bagaimanapun Z adalah anak kecil yang masih labil, emosinya masih meledak-ledak dan juga masih egois. Mungkin apa yang aku katakan kemarin benar-benar mengganggu pikirannya. “Di antara kita berdua, sepertinya kau lah orang yang tidak sadar akan posisi, Madame. Kau terlena dengan posisi Tuan Jacob dan bertindak semena-mena padaku. Padahal seharusnya kau ingat, aku menghormatimu karena ada Tuan Jacob di belakangmu.” Kepalaku seperti dihantam oleh batu besar ketika mendengar hal itu. Aku terlena? Semena-mena? Padahal selama ini aku merasa bahwa aku selalu bersikap sebagaimana mestinya. Aku merasa selalu bertindak sesuai dengan porsi dan posisiku. Namun sejak kapan? Sejak kapan orang-orang ini tidak melihatku sebagai manusia? Sejak kapan orang seperti Z melihat bayangan Jacob di belakangku? Apakah selama ini posisiku tidak sekuat itu? Ucapan Z benar-benar memantik emosiku, namun aku tidak bisa seenaknya marah pada Z karena ia akan semakin merendahkanku nantinya. Aku menghempaskan badanku ke sandaran kursi, sedikit memutar-mutar kursi itu dan berpikir. Z terus saja menyerocos di seberang sana, namun suaranya tidak lagi terdengar di telingaku karena aku larut ke dalam alam pikiranku sendiri, berpikir bahwa selama ini apa yang aku lakukan memiliki dampak buruk pada posisiku. “Madame... Madame!” Panggilan Z dari seberang panggilan berhasil menyadarkan lamunanku. “Maafkan aku, Z,” sahutku lesu. “Kenapa kau diam? Apakah kau merasa bersalah? Merasa rendah?” Z menghujaniku dengan pertanyaan yang merupakan ungkapan kekesalannya padaku. “Maaf, aku hanya hanyut dalam lamunanku,” Aku menyangga kepala dengan tangan karena kepalaku mulai terasa berat. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ada di dalam kepalaku, segala hal tiba-tiba terasa berputar-putar di sana. Kemudian Z mengatakan sesuatu yang benar-benar membekas pada pikiranku. Aku terkejut, seorang bocah ingusan seperti Z dapat mengeluarkan kalimat yang terdengar lebih dewasa dari usianya saat ini. “Lagipula, kenapa kau ingin menyelamatkan Crystal? Apakah kau mengenalnya? Aku rasa tidak. Lalu kenapa kau ingin menyelamatkan gadis itu? Apakah dia orang yang penting bagimu? Aku rasa juga tidak. Jujur saja, Madame, sepertinya aku mulai tidak mengenalmu saat ini, kau terlalu naif. Aku melihatmu seperti orang yang terkena sindrom pahlawan super yang selalu ingin menyelamatkan orang lain. Padahal, kau tidak perlu selalu ikut campur dalam urusan orang lain, Madame. Setiap orang memiliki garis takdirnya masing-masing. Kau memiliki sesuatu yang harus kau kerjakan saat ini bukan? Aku tidak suka dengan cara bermainmu yang seperti ini.” “Bangs*t! Apa yang selama ini aku lakukan sebenarnya?” gerutuku. “Entahlah, Madame. Mungkin sebenarnya selama ini kau tidak melakukan apapun.” Jawaban yang dilontarkan oleh Z memang bukan sesuatu yang istimewa, tetapi jawaban itu berhasil membuat mataku terbelalak. Mungkin jika seseorang membaca catatan ini, ia tidak akan menyadari apabila aku tidak menjelaskan secara rinci. Baik, aku akan menjelaskan hal itu di sini. Sejak awal aku berkomunikasi dengan Z, aku selalu menerjemahkan kalimat yang dikatakan oleh Z ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh orang di negara ini karena Z berbicara dengan bahasa asing. Namun kalimat terakhir yang aku lontarkan, aku mengatakan itu dengan bahasa negaraku dan Z dapat mengerti bahasa yang aku ucapkan. Hal itu membuatku berpikir macam-macam. Apakah selama ini sebenarnya Z ada di negara ini, tapi ia berpura-pura berada di negara lain dengan mengadaptasi bahasa mereka? Jika Z memang benar-benar orang dari negara ini, berarti... Hening, perjalanan pulang menuju Kota Nelayan benar-benar hening. Sheera yang duduk di depanku bersama Alea tampak bersenda gurau dengan akrab. Sejak pulang dari apartemen Jacob, dua perempuan ini memang tampak semakin dekat satu sama lain. Aku terus saja melihat ke arah jendela, menyaksikan hamparan pemandangan indah yang terpampang jelas di sana. Ketika aku mengajak Sheera dan Alea pulang ke Kota Nelayan, Sheera sebenarnya sempat protes. Sheera berkata bahwa ia ingin menyelamatkan Crystal dan bersikeras menjadikan Crystal sebagai rekan satu profesinya. Aku paham, sejak awal aku berencana menyelamatkan Crystal memang ingin menjadikan Crystal sebagai bawahanku yang terlatih, sama seperti Sheera. Namun tampaknya aku terlalu egois dan ambisius terhadap hal itu dan justru terlihat terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. Saat itu Sheera benar-benar merajuk. Gadis itu tampak hanya memikirkan kesenangannya sendiri saat berkata ingin menyrlamatkan Crystal. Jacob yang juga ada di tempat itu hanya menyimak tanpa ikut campur dalam perdebatanku dengan Sheera. Alea juga hanya menonton, wanita jal*ng itu memang hanya peduli pada dirinya sendiri. Akibat dari kemarahan Sheera adalah ia sama sekali tidak menyapaku di perjalanan pulang hingga tiba di Kota Nelayan. Saat tiba di stasiun, mereka berdua segera berpisah jalan dan meninggalkanku sendirian di tempat itu. Saat pergi, Alea menengok ke arahku yang berada di belakangnya dengan tatapan datar. Hingga saat ini aku masih belum dapat mengartikan tatapan itu. Sebuah akhir yang mengecewakan untuk misi perburuan, atau penyelamatan seorang penyiar yang ternyata tidak terlaksana dengan baik. Hingga saat ini pun, Crystal masih tetap melakukan siaran langsung di kanal yang mungkin dikendalikan oleh penculik itu. Mr. Fantastic juga masih memberikan komentar-komentar berisi pesan rahasia yang selalu dapat diterjemahkan oleh Crystal. Apa yang terjadi di sana benar-benar rumit. Apa yang sebenarnya terjadi di balik siaran Crystal benar-benar mengundang rasa penasaranku, namun aku tidak ingin terlalu ikut campur dalam urusan orang lain lagi. Sudah cukup aku berinisiatif untuk masuk ke dalam Hook dan kehilangan nyawa dua orang. Aku ingat, alasan aku masuk ke dalam Hook saat ini adalah karena rasa penasaranku terhadap si gadis bermata terang. Jika aku ikut campur dalam urusan orang lain lagi, mungkin semua urusanku di sini akan menjadi semakin berantakan. Hari berganti hari, sekarang semua berjalan seperti biasa. Tidak ada komunikasi lebih lanjut dari Sheera dan hanya ada aku yang menjalani hariku sendirian seperti biasa. Ya, mungkin aku memang seorang Madame Lilia yang hanya datang ketika membutuhkan sesuatu, tetapi aku tidak ingin membuang citra itu dari diriku. Dalam lamunan pagi ini, aku dikejutkan dengan suara ponselku yang tiba-tiba berdering. Tidak biasanya juga aku menggunakan nada dering pada ponselku, mungkin semalam aku tanpa sengaja mengaktifkan nada dering ponsel ini. Ketika melihat nama si penelpon dari layar ponsel, aku mengangkat sebelah alisku karena panggilan itu berasal dari Zayn yang mungkin hari ini sudah kembali bekerja di Atlantic Harvest sejak keluar dari rumah sakit dan memintaku datang ke sana. “Halo, Tuan Zayn,” sapaku ketika mengangkat telepon darinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN