Erika berdiri di ambang pintu kamar Sabina, memperhatikan menantunya yang terbaring di ranjang dengan perasaan sedih dan iba. Satu sisi juga merasa bangga pada menantunya itu, Sabina gadis kuat sangat kuat menghadapi segala permasalahan. Langkah Erika menepis jarak, mendekat ke sisi ranjang. Kemungkinan suara sepatu miliknya yang mengetuk lantai pualam membuat Sabina menoleh dengan lemah. "Mama ...," lirihnya. Erika langsung bisa melihat wajah kurus Sabina, rambut yang sedikit kusut. Benar-benar tak ada cahaya di wajahnya. "Apanya yang masih sakit, Sayang?" Erika sudah duduk di tepi ranjang, mengusap kepala Sabina dengan sayang. "Kalau ada apa-apa kamu bilang, ya?" Erika berujar lembut. Seperti bertanya dengan anaknya sendiri. Sabina mengangguk samar sembari berusaha mengulas sen