10.RENGGINANG

1078 Kata
Embusan napas Sean menyapu wajahnya, membuat aliran darah berdesir dengan kejutan listrik di sekujur tubuhnya. Help me, please. Jerit Vina dalam hati. "Lo pasti sengaja kan? Jawab!" "Gak .... " Vina menggelengkan kepalanya di depan wajah Sean yang hanya berjarak sejengkal. "Gue ... ceguk!" Shit! Vina merutuki reaksi tubuhnya, kenapa ia harus cegukan disaat darurat seperti ini!! Siapa pun tolong gue. Sean memiringkan kepalanya, maju seperkian centi. Bau mint langsung menyeruak ke indera penciuman Vina. Vina memejamkan mata, dalam hati ia terus merapalkan doa. Termasuk doa pengusir Setan, berharap dalam hitungan detik Sean akan menghilang———melebur jadi asap. Wussss! Tapi nyatanya, itu hanya imajinasi Vina saja. Karena Vina merasakan deru napas Sean menyapu wajahnya, menandakan Sean masih di depannya dengan jarak yang semakin tipis. "Bos, siang ini ...." Tiba-tiba pintu terbuka lebar, pria yang tengah memegang tablet itu tercekat melihat posisi bosnya dengan sang sekretaris. "Ups ... sepertinya timing-nya tidak tepat, kalau begitu saya permisi." "Bian!!" Panggilan Sean menginterupsi Bian, ia berhenti lalu berbalik sambil menyengir. "Iya Bos." Bian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tampak kikuk, masalahnya Sean masih di posisi yang sama seperti tadi. "Lanjut Bos, saya gak lihat kok." "Heh!!" Refleks Bian bergidik. "Sini kamu!" Sean mengusap wajahnya kasar, berbalik menuju kursi kebesarannya. Vina mengembuskan napas lega, akhirnya ia terbebas dari belenggu setan yang hampir saja membawanya ke jurang penyesalan seumur hidup. "Ada apa?" Sean melepaskan ikatan dasinya, atmosfir di ruangan ini seperti mencekiknya. "Ini Bos, Pak Igun dari perusahaan The Express sudah konfirmasi buat jadwal pertemuan makan siang hari ini. Bos gak lupa kan?" "Apa?" Sean melirik Vina yang masih berdiri di dekat dinding. "Davina! Kenapa lo gak bilang kalau hari ini ada jadwal makan siang dengan client?!" "Em ... anu, lupa." Vina memasang wajah melasnya, ia hari ini tidak konsen dengan pekerjaanya. Bahkan urusan jadwal saja, Vina bisa sampai kelupaan. "Bian, tolong kamu atur proposalnya. Saya gak yakin kalo dia yang mengurus." Sean melirik kesal pada Vina yang tampak memanyunkan bibirnya. Persetan dengan perasaan wanita itu, memang kenyataanya Vina gak becus kerja. Kalau saja bukan dalam misi balas dendam, sudah pasti Sean depak Vina dari kantornya. Sepeninggalan Bian, ruangan ini semakin mencekam. Baik Sean maupun Vina memilih bungkam dan saling membuang muka. "Lo ikut gue," celetuk Sean. "Ke-ma-na?" Vina tampak gelagapan, tampak terkejut mendengar suara Sean. "Ke neraka!" ketus Sean, ia bangkit melangkah menuju cermin di sudut ruanganya. "Neraka? Oh, tempat Setan kan emang di sana ya?" gumam Vina, berbicara pada dirinya sendiri. "Lo gila?" "Hah?" Vina mendongak, menatap Sean yang tengah berbalik memandangnya dengan aneh. "Apa putus dengan gue bikin lo jadi stres, sampai ngomong sendiri begitu. Jangan bilang tadi lo ngarepin gue ci———" "Najis!" sergah Vina, berdecih lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. "Ngaku aja, lo gak bisa move on kan dari gue?" Sean terkekeh. "Pesona gue emang dari dulu gak berubah, wajah gue aja makin ganteng. Kaya Jaehyun NCT." "What? Jaehyun menangis mendengar ucapan lo! Betapa ternistakan dia harus disamakan sama remahan rengginang kaya lo!" Vina mendesis, muak mendengar kenarsisan Sean yang semakin membuatnya tampak halu. "Remahan rengginang? Rengginang apa?" Vina memutar bola matanya, mendengar pertanyaan konyol Sean. "Poor Sean. Kasian lo ya, hidup kaya raya, harta berlimpah, jabatan CEO. Tapi belum pernah makan rengginang." Vina berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Kalau gitu nanti pulang dari restoran kita beli rengginang. Kalau perlu gue borong sama toko-tokonya." Sean menggerutu gak jelas. Sementara Vina tengah menahan tawanya. Betapa konyol dan polosnya si Sean. "Vina!" Vina menolehkan kepalanya, ketika Sean memanggil. "Sini lo!" Vina mendengus, apa tidak bisa si k*****t kalau manggil dirinya gak perlu pake urat. Sungguh menyebalkan! "Pakein." Sean menyodorkan dasinya ke depan wajah Vina. "Gak bisa pakai sendiri Pak?" Vina mengembuskan napasnya, kasar. Lidahnya kaku harus bicara formal dengan Sean. "Pakein, gak usah banyak ngomong." Vina diam, tangannya bergerak memakaikan dasi Sean. Pria itu awalnya menatap cermin, namun tiba-tiba tertunduk menatap wajah Vina. Tinggi Vina yang hanya sepundaknya, membuat Sean leluasa memperhatikan wajah Vina. "Pak ini propo ... salnya." Bian terpaku di depan pintu, lagi-lagi ia masuk disaat kondisi yang tidak tepat. Bian pikir Sean dan Vina tengah berciuman, dilihat dari posisi Sean yang memunggunginya dan sedikit menundukkan kepala. Kenapa mereka gak peka? Bikin jiwa jombloku meronta-ronta! Jerit Bian dalam hati. ——•••—— Vina tak habis pikir dengan Sean, bosnya itu benar-benar merealisasikan ucapannya. Bahkan Sean tak peduli dengan rintik hujan yang masih mengguyur daerah sana. "Vina yang bener dong pegang payungnya?" Vina mendengus, ia mengangkat tinggi-tinggi tangan yang memegang payung. Harusnya Sean yang memegang payung, karena dia lebih tinggi. Tapi bos k*****t itu mana mau, alhasil sejak dari restoran Sean terus mengomel tiada henti. "Vina masih lama?" tanya Sean untuk yang kesekian kali. "Dikit lagi." Vina memutar bola matanya, kenapa Sean harus sebawel ini. Seperti emak-emak PMS. "Dikit lagi, dikit lagi. Dari tadi juga dikit lagi, tapi gak nyampe-nyampe. Kaki gue udah pegel, kenapa gak pake mobil saja si?" omel Sean. "Bapak bawel banget si? Lagian suruh siapa minta rengginang? Kalau pake mobil kita musti muter dan kejebak macet di perempatan lampu merah. Jadi udah deh jangan kaya anak kecil bisa?" Hilang sudah wibawa Sean, diomelin Vina di pinggir jalan. "Kok jadi lo yang marah si?" Sean mendengus dan Vina enggan menggubris. Karena akan berbuntut panjang jika berdebat dengan Sean. Keduanya berhenti di pinggir jalan bersiap untuk menyeberang, karena letak toko oleh-oleh ada di seberang. "Rame banget si, mana pada kenceng-kenceng," gerutu Vina, melirik kanan dan kiri. Baru Vina akan menoleh, tiba-tiba Sean menarik tubuhnya. Ketika ada mobil yang melintas dengan kencang. "Vina awas!" Refleks payung yang dipegang Vina terjatuh saking kagetnya, ia mengerjapkan mata. Jika kalian pikir Sean akan melindungi Vina, kalian salah. Sean justru berlindung di belakang Vina. Menjadikan Vina tameng, hingga air di kubangan jalan berlubang itu menyiprat ke Vina. "Lo gak papa kan? Untung aja." Sean mengelus dadanya, ia kembali berdiri tegak di samping Vina. Sementara Vina tengah meredam kekesalannya, emosinya mencuat ke ubun-ubun. Tangannya terkepal erat. Siap menghantam wajah Sean dengan tinju maut. "SEAN DAVICHII!!!" Sean berjengit, terkejut karena teriakan Vina. Ia menoleh, mendapati Vina dalam keadaan basah. Bukannya merasa bersalah, Sean justru tertawa terbahak-bahak. "Muka lo kaya tikus nyemplung ke got." Sean tak bisa berhenti tertawa, muka Vina begitu menggelikan baginya. Sepertinya Vina harus mengirim petisi ke gedung parlemen, agar DPR segera merilis UUM. Undang-undang Mantan, mengenai pelegalan membunuh mantan kurang ajar kaya Sean. Aaarghh!! Ya Allah, tolong kurung saja Sean. Gak perlu nunggu bulan puasa, kelamaan. Hamba sudah tidak tahan lagi!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN