9.WEWEGOMBEL

1077 Kata
Apa yang ada dibayangan kalian tentang wewegombel? Wanita bertubuh tinggi besar, berambut panjang serta memiliki balon udara yang besar. Namun bagi Vina, definisi itu justru menggambarkan wanita yang baru saja mendorongnya. Menyebabkan p****t teposnya mencium lantai. Wanita itu berdiri di hadapannya, matanya melotot seperti banteng yang siap menyeruduknya. Deru napas yang menggebu, menandakan emosi yang memuncak ke ubun-ubun. Terlihat jelas dari sorot mata wanita itu. Siapa dia? Mungkinkah dia Ana-Ana itu? Di luar ekspetasi Vina. Apa Sean sudah tidak bisa memilih mangsanya dengan benar sekarang? Sungguh menggelikan. "b***h! Pelakor!" What? Pelakor? Sinting emang nih wanita! Pikir Vina, ia mendesis sambil meringis menahan sakit di pinggulnya. Encok dah gue. "Kamu gak apa-apa?" Vina terkesiap, tatapannya tertuju pada Sean yang berlutut di depannya. Sungguh pemandangan yang menyegarkan mata, Sean terlihat sangat tampan. Wait. Ralat, Sean sama sekali tak terlihat tampan. Justru pemandangan d**a lebarnya sudah m*****i kesucian mata Vina dan ia merutuki hal itu. "Sean! Ngapain si kamu bantuin dia?!" Wanita itu menarik lengan Sean, namun Sean langsung menepisnya. "Harusnya gue yang nanya, apa-apaan lo dateng-dateng jengkangin orang kaya gitu. Childish!" Wanita itu melongo, respon Sean menyakiti perasaannya. Sean terang-terangan memarahinya, hanya untuk membela Vina. Wanita itu tak terima, ia menatap sengit Vina. "Puas lo Pelakor! Dasar wanita mura——" "Kimmy!!" hardik Sean. Suara lantang Sean sampai membuat Vina bergidik. Aura kemarahan terlihat jelas di wajahnya. "Keluar lo!" "Tapi———" "Gue bilang keluar!" Sean bangkit, mendorong tubuh Kimmy menuju pintu. "Sean aku ke sini di suruh mama kamu loh, aku masakin buat kamu juga." Sean tak peduli dengan ocehan Kimmy, ia mendepaknya keluar dari apartemen. "Lo denger baik-baik, gak usah repot-repot bawain gue makanan lagi. Gue udah punya koki pribadi, NGERTI!!" Sean memberi penekanan di akhir kalimatnya. Sean menutup pintu ketika Kimmy akan melayangkan protes. Sean mengembuskan napasnya dengan kasar, ia berbalik terkejut mendapati Vina sudah berdiri di belakangnya. "Apa?" ketus Sean, merasa aneh dengan tatapan Vina. "Gue mau pulang," ucap Vina tanpa ekspresi. "Yaudah pulang sono!" Sean membukakan pintu. Sepulangnya Vina, Sean duduk termenung. Ia memegangi d**a sebelah kirinya. Aneh! Detak jantungnya sudah normal kembali. Tapi tadi saat berhadapan dengan Vina, kenapa jantungnya seperti sedang lari maraton? Berdegup kencang seolah siap meledak. "Aneh!" —————— Sean menghela napasnya berulang kali, sejak tadi ponselnya terus berbunyi mengganggu konsentrasinya. Sean hanya melirik sekilas layar ponsel, lalu mengabaikannya. Tak perlu mengangkatnya, Sean sudah hapal kata-kata kutukan macam apa yang akan keluar dari mulut mamanya. "Vina, masuk ke ruangan saya," suruh Sean melalui sambungan telepon di depannya. Tak berselang lama, Vina masuk ke dalam. Seperti biasa ekspresi membosankan yang selalu ia tunjukan. "Bikinin saya kopi." Sean mengendorkan ikatan dasinya, matanya tetap fokus pada layar monitor. Tanpa menjawab, Vina segera berbalik hendak keluar. Tapi suara Sean menginterupsi, membuatnya refleks berbalik. "Mau ke mana lo?" "Ya, bikinin lo ... maksud saya Pak Sean. Kan tadi Bapak Sean yang terhormat minta di bikinin kopi." Vina tersenyum simpul, dalam hati ia menahan diri untuk tidak menyumpah serapah Sean. Vina ingin sehari saja hidupnya damai, tentram seperti sebelum ada Sean. Kejadian tadi pagi cukup membuatnya lelah, ia tidak ingin emosinya kembali menguar jika meladeni Sean. "Hm." Sean mengibaskan tangannya, mengisyaratkan Vina untuk keluar. Dasar bos k*****t! Rese! Vina memutar bola matanya, ia bergegas keluar menuju pantri. Vina duduk termenung sambil menunggu air panas. Pikirannya menerawang, memikirkan kejadian tadi pagi yang terus mengusiknya. Wewegombel itu bernama Kimmy Hime Sasuke Hentai, ah apalah itu intinya namanya bukan Ana. Lalu, Ana yang mana? Rasa penasaran merongrong jiwa stalking-nya. Namun dengan cepat Vina menepis semua itu, ia menggelengkan kepalanya. "Gak, gak. Ngapain gue kepoin dia? Gue udah move on!!" Vina meyakinkan diri sendiri. "Move on dari siapa hayo?" Tepukan di bahu mengejutkan Vina, ia tersentak dan refleks berbalik. Vina berdecak, menatap sebal Gita yang berdiri di belakangnya. "Ngapain lo? Katanya lo mau cuti?" Terdengar helaan napas berat dari Gita. Ia duduk di kursi lain. "Tahu tuh pak Bian, main undur-undur cuti gue. Lo juga si, lelet kerjanya." Vina memutar bola matanya. "Siapa yang lelet, lo gak tahu aja kerjaan sekretaris beratnya ngalahin beban hidup." Gita berdecak, geleng-geleng kepala. "Terlalu mendramatisir lo, kaya sinetron azab." Gak tahu aja Gita, kalau bosnya emang dalang skenario sinetron azab. Membuat hidupnya penuh huru hara, lebih mengenaskan dari sinetron azab malah. "Eh, Vin!" Gita melotot saat melihat Vina menuangkan sesendok garam ke cangkir kopi. "Itu———" "Apaan, udah ya gue duluan. Bayi dugong keburu ngamuk, bye Gita." Vina tak memberi kesempatan Gita bicara, ia langsung keluar pantri. "Itu ... lo salah masukin peak. Bisa darah tinggi pak Sean dikasih garam sesendok," gumam Gita. Sepertinya Vina memang tidak menyadari hal itu, ia terlalu banyak pikiran sampai tidak bisa membedakan mana garam mana gula. "Ini Pak kopinya?" Wajah Vina ditekuk, karena Sean sama sekali tak menggubrisnya. Sean hanya menunjuk meja depannya, menyuruh Vina meletakkannya di sana. "Oh ya, laporan yang saya minta sudah kamu kerjakan?" tanya Sean. Vina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bahkan ia sama sekali belum mengerjakan, Tiba-tiba otaknya tumpul harus mengerjakan skema penjualan. "Em ... anu ...." Vina bingung harus beralibi apa. "Jangan bilang lo belum kerjain sama sekali." Vina meringis, tersenyum canggung. "Lo gimana si? Itu bahan buat rapat besok, pokoknya gue gak mau tahu besok pagi harus udah jadi." "Iya Pak." Vina mengerucutkan bibirnya, mana bisa ia kerjakan dalam satu malam. Kecuali Vina punya jin tomang. Sean mengambil kopi yang dibuatkan Vina, hari ini begitu penat. Sean butuh rileksasi dan kopi jadi pilihan tepat baginya. Baru saja Sean menyeruputnya, ia langsung menyemburkan kopi itu tepat mengenai kemeja putih Vina yang masih berdiri di sampingnya. "Sean!!!" pekik Vina, menatap kemejanya yang penuh noda kopi. "Asin!" Sean menyeka bibir, lidahnya jadi terasa asin. "Lo sengaja?!" Sean menggebrak mejanya, membuat Vina berjengit mundur. Vina mulai panik karena Sean menatapnya tajam, pria itu bangkit. Vina refleks berjalan mundur, saat Sean terus melangkah maju. Mempersempit jarak, Vina semakin kalang kabut dibuatnya. Hingga punggung Vina menyentuh dinding, matanya bergerak ke segala arah. Tak berani menatap mata Sean yang begitu menyeramkan. "Maaf, gue gak tahu," cicit Vina, semakin panik saat Sean merapatkan dirinya ke dinding. "Bohong!" Embusan napas Sean menyapu wajahnya, membuat aliran darah berdesir dengan kejutan listrik di sekujur tubuhnya. Help me, please. Jerit Vina dalam hati. "Lo pasti sengaja kan? Jawab!" "Gak .... " Vina menggelengkan kepalanya di depan wajah Sean yang hanya berjarak sejengkal. "Gue ... ceguk!" Shit! Vina merutuki reaksi tubuhnya, kenapa ia harus cegukam disaat darurat seperti ini!! Siapa pun tolong gue.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN