Mengamati pancaran rasa takut di paras Sesil, Devanno tersapa iba. Sisa-sisa rasa perih di lengannya seolah menguap begitu saja. Tiada berbekas. Dia mendengar jelas ancaman yang ditujukan kepada Sesil tadi. “Itu tadi.., eng.., pacarmu, Sil?” tanya Devanno hati-hati. “Bukan. Mantan! Aku sudah berkali-kali memutuskan dia tapi dia nggak mau putus sama aku,” bantah Sesil sambil mengusap pipinya. Sekarang, setelah Wilson pergi, baru rasa pedas di pipinya itu menggoda. Refleks, Devanno ikut menyentuh pipi Sesil. “Sakit?” tanya Devanno dengan pertanyaan bodohnya. Padahal sudah jelas-jelas orang ditampar, tentu saja sakit. Sesil, yang terkaget, menangkup telapak tangan Devanno. Alangkah lucunya. T