Deru mesin mobil serasa menyelamatkan Marshanda dari keharusan menjawab. Refleks, ia melongok ke bawah. Dilihatnya, kendaraanyang tadi mengantar dirinya serta Sang Ibu telah kembali. Bak mendapat celah, Marshanda berkata, “Wah. Cepat sekali Pak Tatang. Padahal itu rumah makan paling ramai lho. Jangan-jangan Pak Tatang malah belum makan. Ibu, nanti mau makan dengan Adik-adik atau kita cari makan di luar? Ibu sudah lapar belum?” Bu Anggraeni mengeluh dalam hati. Baginya, peluang untuk menanyakan apayang terjadi dalam hubungan Devanno dengan Marshanda menjadi tertutup. Dia paham, Marshanda bukanlah Orang yang gemar didesak-desak.