Setelah memakai pakaiannya Chalisa melangkah menuju ke ruang tengah, dia melewati ruang makan besar. Di sana para pelayan sudah menyediakan aneka macam masakan untuknya.
"Silahkan nona." Seorang koki menundukkan badannya siap sedia melayaninya. Chalisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia baru pertama kali diperlakukan seperti itu. Lagi-lagi Alfian datang dan duduk di sebuah kursi tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Chalisa merasa sedikit rikuh karena kehadiran Alfian di sana. Selain wajah pria itu yang sama persis dengan Aliando. Dia juga tidak mau ada kesalahpahaman antara mereka berdua.
"Sampai kapan kamu akan mematung berdiri? Duduklah dan makan." Alfian berucap seraya mengunyah makanannya. Dia terlihat sangat cuek, tidak peduli dengan koki yang masih berdiri di sana.
Dia sempat melihat koki tersebut terlihat salah tingkah, karena dia menyiapkan makanan tersebut untuk Chalisa Reina. Bukan untuknya, dia khawatir itu tidak sesuai dengan selera Alfian Steven.
Seusai makan Alfian segera berdiri dari kursinya, pria tersebut melangkah di belakang punggung Chalisa. Menyentuh kedua bahunya. "Makan saja, jangan terlalu banyak berpikir." Desisnya di telinga Chalisa. Gadis itu mendengus sakarshtik, menoleh sejenak ke kanan dimana pria itu berbisik. Kedua telapak tangan Alfian masih berada di atas kedua bahunya.
Chalisa tersenyum mengangkat kedua alisnya, "Sreeeet! Braaakkkk!" Dengan satu sentakan dia membuat Alfian Steven terpelanting ke depan. Pria tersebut meringis memegangi bahunya, Chalisa duduk berjongkok di sebelahnya. "Lain kali, jangan sembarang sentuh!" Bisiknya pada Alfian.
"Lain kali, aku yang akan membuatmu terbanting di atas tempat tidurku!" Sahut Alfian, sambil tersenyum duduk tepat di sebelah Chalisa berjongkok.
Pelayan di sana sedikit heran, kenapa presdir mereka membawa pulang wanita kasar seperti Chalisa, sementara biasanya banyak wanita cantik lain datang silih berganti menghampirinya.
"Jangan salah faham, aku di bawa Presdir kemari hanya akan dipekerjakan sebagai bodyguard." Ucap Chalisa karena mendengar para pelayan berkasak-kusuk di belakang punggungnya. Dia tidak tahan mendengar itu semua. Alfian Steven tergelak mendengar ucapan wanita di depannya tersebut.
"Kenapa? Kamu malu terlibat dengan kakakku? Kalau begitu jadi pacarku sa.. ummmm!" Chalisa segera membekap mulutnya, dan menyeret pria itu pergi ke ruangan lain.
"Tutup mulutmu! Jangan katakan macam-macam!" Keluh Chalisa karena merasa kehabisan kesabaran menghadapi pria kembaran Aliando Steven. Alfian nyengir seraya menarik turun telapak tangannya, masih memegangi tangan Chalisa. "Cup!" Mendaratkan sebuah ciuman lembut pada punggung telapak tangannya.
"Street!" Chalisa segera menarik tangannya dari genggaman Alfian. Dia mundur beberapa langkah. Tatapan mata gadis itu begitu tajam menghujam. Dia tidak mau terlibat lebih jauh lagi dengan Alfian. Bukan hanya karena keduanya bersaudara, tapi dia sudah cukup rumit menghadapi Aliando. Sekarang malah Alfian!
"Jangan bawa aku ke dalam sebuah hubungan yang rumit! Jangan harap! Jangan pernah berharap!" Chalisa segera berbalik, rambut panjangnya ikut terhempas seiring langkah tegaknya. Begitu manis penuh kharisma! Wanita berpostur tubuh sekal, bersorot mata tajam, begitu menawan ketika sedang bertugas di kantor kepolisian.
Chalisa naik ke lantai atas, dia tidak lagi berminat untuk menelan makanan. Setelah mengahadapi situasi barusan. Pikirnya tetap saja pada kebebasan, belum saatnya dia berpikir tentang perjodohan apalagi pernikahan. Dalam benaknya hanya ingin bebas dari penjara yang dibuat oleh Aliando Steven.
"Aku tidak menyangka akan terlibat dalam hubungan seperti ini! Seandainya saja, ada seseorang yang bisa mengeluarkan diriku dari dalam sangkar emas ini! Mengembalikan kebebasan ku!" Gumam Chalisa Reina pada dirinya sendiri.
Tidak terasa dia sudah begitu lama berada di sana. Aliando sudah kembali ke rumah. Pria itu terlihat tampan dengan stelan jasnya. Tidak pernah Chalisa melihatnya memakai pakaian santai seperti Alfian. Sepanjang hari dia melihatnya berpakaian rapi berdasi, kecuali di dalam kamarnya. Pria itu hanya mengenakan piyama tidurnya.
Aliando masuk ke dalam rumah, beberapa pelayan sedang berdiri berjajar di sepanjang jalan menuju pintu.
"Apakah nyonya sudah makan?" Tanyanya seraya menyerahkan tas kerja miliknya pada salah seorang petugas yang berada di sana.
"Belum tuan, nyonya tidak ingin makan." Ujarnya sambil menundukkan kepalanya. Aliando menghela nafas panjang. "Di mana nyonya sekarang?" Tanya pria itu pada pelayan di sana.
"Lantai atas tuan." Jawab pelayan wanita yang bertugas melayani Chalisa.
Tanpa menunggu lagi, Aliando segera naik ke lantai atas untuk menemui Chalisa. Dia melihat gadis itu sedang berdiri memunggunginya berdiri di tepi balkon. Pria itu memeluk pinggangnya dari belakang punggungnya. Chalisa segera menepisnya, lalu melangkah ke samping. Menghindari sentuhan Aliando pada tubuhnya.
"Kamu menghindariku?" Aliando meraih lengannya, memegangnya erat sekali.
"Tash!" Chalisa menepis tangannya dengan mengibaskan genggaman tangannya. Dia tidak tahan harus hidup seperti sekarang. Semuanya tidak seindah dalam bayangannya, menjalin hubungan dengan pria kaya raya.
Dia pikir wanita akan bahagia ketika berada di sisi pria bergelimang harta. Ternyata tidak! Dia merasa terpenjara dalam sebuah hubungan rumit dengan pria arogan yang masih berdiri di sebelahnya sekarang.
"Kamu berubah lagi? Apa jangan-jangan kamu masih berpikir bisa lepas dariku?" Tanyanya pada Chalisa.
"Hahahaha! Iya, aku lupa, malangnya nasibku! Harus menjadi pelayanmu di atas ranjang!" Sahutnya seraya menunjuk d**a Aliando menggunakan jari telunjuknya. Dia ingin marah, ingin pergi tapi tidak bisa. Karena pria itu akan terus menemukannya lagi dan lagi.
"Tak bisakah kamu memberiku kesempatan, agar aku bebas? Aku memiliki mimpiku sendiri! Kamu membuat segalanya menjadi semakin rumit Presdir!" Keluhnya lagi padanya.
"Kamu, tidak berpikir kalau kamu adalah wanita yang begitu beruntung bisa bersanding denganku? Berada di sisiku? Kamu tidak tahu berapa banyak wanita mengantri untuk bisa berada di sisiku?"
"Aku tidak peduli! Dan aku semakin membencimu! Aku benci kamu! Aku benci!" Teriak Chalisa seraya melangkah masuk ke dalam kamarnya. "Braaakkkk!" Membanting pintu tepat di depannya.
"Hah! Temperamennya benar-benar sangat buruk sekali." Keluh Aliando karena menghadapi sikap Chalisa Reina begitu keras. Seperti dirinya! Pria tersebut mengusap tengkuknya berulangkali. Rasa lelah setelah bekerja di perusahaan miliknya seharian, ketika pulang disambut dengan amarah juga teriakan.
"Tuan! Ada telepon penting." Seorang pelayan berlari tergopoh-gopoh menuju ke arahnya, dengan telepon di tangan.
Aliando menjawabnya, dan telepon tersebut dari klien yang menginginkan kerja sama dengan perusahannya. Mereka menawarkan banyak keuntungan jika dia mau bekerja sama dengan perusahaan mereka.
Dia tidak mau memberikan kesempatan pada klien tersebut. Karena Aliando tahu ada sisi hitam dalam perusahaan kliennya itu. Setelah menolak halus ia segera memutuskan panggilan teleponnya.
Namun di sisi lain, klien dari perusahaan K tersebut sangat marah dan menaruh dendam padanya. Karena jangankan meninjau, Aliando langsung menolaknya begitu saja tanpa mau memikirkannya terlebih dahulu.
Pikiran Aliando terpecah belah, dia memikirkan Chalisa. Wanita yang dia inginkan begitu dingin dan terus menolaknya tanpa henti.