"Hak? Hak apa?" Afkar yang mendengar pertanyaan itu sontak berpura-pura tak mengerti. Bukan karena dia benar-benar tidak tahu, melainkan untuk menjaga dirinya dari kemungkinan salah paham. Dia tidak ingin terlihat seperti pria yang haus akan kesempatan, terlebih dalam kondisi seperti ini. Padahal, jauh di lubuk hatinya, dia tahu persis apa maksud Iqlima. Tanpa perlu penjelasan pun, dia memahami bahwa hak dan kewajiban suami istri bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Meski dia belum pernah menikah sebelumnya dan pemahamannya tentang agama masih terbilang dangkal, tetapi satu hal yang dia mengerti, setelah ijab kabul, ada hak yang kini menjadi miliknya. "Ya, hak kamu, Maa," sahut Iqlima lembut. Senyumnya menghangat, sementara tatapannya begitu teduh, seolah tak ada keraguan sed