Dua bulan kemudian … “Sayang!” Aku langsung tersenyum begitu melihat Mas Rifqi melambaikan tangan. Dia memang sudah berjanji akan menjemput, dan ternyata dia datang tepat waktu, bahkan lebih cepat dari perkiraanku. “Mas!” aku berjalan cepat menghampiri Mas Rifqi dan dia langsung menggandeng tanganku begitu aku tiba di depannya. “Jalannya jangan cepat-cepat, Bumil. Hati-hati. Perut udah gede gitu, lho!” “Udah excited mau pulang.” “Hari ini capek?” Aku mengangguk dengan bibir cemberut. “Iya. Soalnya banyak banget pasien.” “Nanti sampai rumah Mas pijitin.” “Okay!” Aku dan Mas Rifqi bergegas menuju mobil. Mas Rifqi parkir di pinggir jalan, tidak sampai masuk area rumah sakit. Ini lebih mudah dan tak perlu memutar. Jujur, hari ini cukup melelahkan. Aku ingin segera istirahat di rumah