Seandainya yang Mencurigakan

1384 Kata
"Sayang, tadi kan aku bilang seandainya. Aku bertanya seperti itu karena penasaran saja ingin tahu respon kamu, dan sekaligus ngetes." Jessica berkilah dengan seulas senyuman yang mengembang, berharap hal itu dapat membuat Brendan tidak mengetahui kebimbangan hatinya. "Tidak perlu pakai acara tes-tes segala sayang. Aku percaya sekali kalau kamu tidak mungkin melakukan kesalahan di belakangku tanpa memberitahu aku. Kamu adalah istriku yang paling jujur, aku percaya kamu tidak akan mungkin menyembunyikan sesuatu dariku," jawab Brendan yang sebenarnya masih penasaran mengenai hal apa yang Jessica sembunyikan darinya. Terlebih hingga detik ini ia belum menyelidiki apa pun tentang Patrick yang diyakininya menjadi satu-satunya alasan mengapa Jessica menyembunyikan sesuatu darinya. Namun, sebisa mungkin Brendan berusaha menutupi rasa keingintahuannya itu. Ia tidak akan memaksa Jessica untuk berkata jujur, biarlah dirinya sendiri yang akan mencari tahu tentang kebenaran yang ada. Tetapi jauh di lubuk hati yang paling dalam, Brendan berharap semua kenyataan itu tidak membuat hatinya terluka. Ada rasa bersalah di kedalaman hati Jessica karena terpaksa harus membohongi suaminya. Bahkan ia memohon pada Tuhan agar Brendan tidak akan pernah mengetahui kejadian pada malam itu. Ia tak ingin kembali membuat pria itu merasakan kecewa, setelah kemarin Brendan merasa terbebani karena permintaannya yang menginginkan perceraian. "Maafin aku Tuhan, aku terpaksa menutupi semua ini dari suamiku karena aku tidak ingin melukai hatinya. Dengan begini saja aku merasa hina karena Brendy begitu mempercayaiku dan menganggapku adalah istri yang jujur, padahal nyatanya aku sedang membohonginya," batin Jessica penuh penyesalan. Namun, sebisa mungkin Jessica menutupi raut kesedihannya yang diselimuti rasa penyesalan karena tak mampu jujur kepada sang suami. Ia memilih untuk memendam permasalahannya bersama Patrick seorang diri, tanpa melibatkan Brendan. Bahkan Jessica sampai saat ini masih berusaha untuk berdamai dengan keadaan atas kejadian pelecehan yang ia alami tanpa sepengetahuan suaminya. "Jess, seandainya kamu tahu aku begitu mencemaskan tentang masalah yang kamu pendam sendiri tanpa ingin berbagi denganku. Masalah yang pastinya berat untuk kamu lewati sendiri, makanya selama beberapa hari ini kamu terlihat lebih sering diam, tidak seceria biasanya. Kamu hanya akan terlihat bahagia di waktu-waktu tertentu seperti yang sedang berlangsung saat ini, tapi saat aku tinggal kamu sendiri, kamu malah sering menghabiskan waktu untuk melamunkan sesuatu yang tidak aku ketahui. Bahkan hatiku semakin gelisah setelah mendengar pertanyaan kamu tadi. Pertanyaan apakah aku akan memaafkan kamu jika kamu melakukan kesalahan di belakangku? Kesalahan apa yang sebenarnya kamu lakukan di belakangku, Jess?" Sementara jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Brendan pun begitu cemas memikirkan tentang Jessica dan terus bertanya-tanya mengenai hal apa yang istrinya sembunyikan. "Terima kasih ya, Brendy, karena kamu sudah percaya sama aku," ucap Jessica memecah suasana hening yang tercipta selama beberapa saat karena pergolakan batin satu sama lain. Brendan hanya menjawab dengan anggukan kepala. Lalu ia mengecup mesra dahi Jessica. "Sekarang kita siap-siap yuk, setelah itu kita pergi dinner di Menara Eiffel. Satu setengah jam lagi akan ada orang yang menjemput kita untuk pergi menuju ke restoran," ucap pria itu memberitahu dan bergegas beranjak bangkit meninggalkan ranjang. "Aku sudah tidak sabar ingin merasakan dinner di Menara Eiffel sama kamu. Kalau begitu, ayo kita mandi bersama, sayang!" Jessica pun ikut menyusul langkah suaminya, kemudian ia segera merangkulkan kedua lengannya di leher Brendan dan bergelayut manja. Wanita itu coba menggoda suaminya dan mengajaknya untuk mandi bersama. Menghabiskan waktu yang singkat sebelum menuju ke restoran bersama-sama di dalam bathroom hotel. Lalu Jessica menaiki tubuh Brendan dan minta digendong menuju bathroom oleh pria yang dicintainya. Sementara di tempat yang lain, tepatnya di Los Angeles. Tampak seseorang tengah membuntuti sosok pria yang bayangan tentangnya masih tertanam jelas di dalam memori seseorang itu. Dari sebuah rumah sakit, menuju ke kediamannya di salah satu apartemen mewah yang tidak jauh dari letak rumah sakit tempatnya bekerja. Ini adalah hari kedua seseorang itu membuntuti pria yang sudah berani berurusan dengannya. Dan pria itu juga akan dijadikan tumbal untuk menghancurkan rumah tangga Brendan dan Jessica. "Aku sudah mengetahui semua aktivitas sehari-harimu. Sekarang kamu tinggal tunggu tanggal main yang sudah aku rancang untukmu!" gumam seseorang itu dengan menyeringai tipis penuh rencana yang sudah ia rancang dengan rapi di kepala, dan hanya butuh waktu sesaat lagi untuk memuluskan jalannya. *** Sementara di tempat yang berbeda tapi masih berada di kota Los Angeles, tampak dua orang gadis tengah beradu argumen di sebuah ruang tamu di kediaman mereka. "Mau ke mana kamu? Jangan harap aku akan membiarkan kamu pergi jika kamu belum mau membuka mulut siapa yang sudah menyuruhmu untuk mendekati Tuan Brendan dan bersikap kurang ajar padanya?" "Aku mau pergi ke mana itu bukan urusan kamu sama sekali! Dan kamu harus tahu satu hal, aku sudah dibayar mahal oleh orang yang memintaku untuk mendekati Tuan Brendan. Jadi sampai kapanpun aku akan terus menutup mulut tidak akan mengatakan siapa orang yang telah menyuruhku. Apakah kamu tidak sadar kemarin aku sudah membayar sewa rumah ini sampai 1 tahun ke depan hasil bayaran yang aku dapatkan dari orang itu! Please berhenti memaksaku untuk melakukan hal yang tidak akan pernah mau aku lakukan!" "Terus kamu pikir aku bangga kamu bisa membayar sewa rumah yang kita tempati ini dari uang hasil yang tidak halal?" "Terus kamu pikir uang yang kamu dapatkan dari bar juga halal?" "Jelas itu uang hasil jerih payahku sendiri karena hasil dari kerjaku, selama ini aku benar-benar kerja keras. Selagi uang yang aku dapatkan bukan hasil dari jual diri, itu masih bisa dikatakan halal! Tidak seperti kamu yang begitu bodohnya menyerahkan keperawananmu hanya demi mendapatkan uang!" "Loh, kok sekarang kamu malah bahas masa laluku? Mau kamu itu apa sih, Alice?" "Aku hanya mau kamu mengakui kesalahanmu Brielle, dan minta maaf pada Tuan Brendan!" Dua gadis yang tengah berdebat itu adalah Alice dan Brielle. Keduanya adalah adik kakak yang sama-sama mengenal sosok Brendan. Jika Alice tidak sengaja dipertemukan dengan Brendan karena sebuah insiden perampokan yang terjadi di bank, sementara Brielle malah sengaja ingin mengenal pria itu atas perintah seseorang dengan bayaran yang lumayan, karena kebetulan ia juga mengagumi sosok pria yang bagaikan pahlawan karena berhasil menyelamatkan kakaknya. "Jangan mimpi. Lebih baik aku pergi dan tidak bertemu denganmu lagi daripada setiap hari harus mendengar suara ocehanmu yang minta aku mengatakan siapa orang yang membayarku untuk menggoda Tuan Brendan!" bantah Brielle dan hendak berlalu pergi begitu saja. Namun, dengan cepat Alice menahan lengan adiknya itu agar tidak pergi meninggalkan rumah. "Berani kamu pergi dari rumah, aku pastikan kamu akan hidup gelandangan di jalanan!" ancamnya dengan sengaja. "Kamu pikir aku masih sebodoh kemarin yang merasa ketakutan ketika mendengar ancamanmu? Oh, tentu tidak! Aku sudah dewasa dan ancamanmu kali ini terdengar seperti angin lewat. Wanita secantik aku yang diidamkan banyak pria mana mungkin dibiarkan hidup di jalanan dan menjadi gelandangan!" ucap Brielle dengan begitu angkuhnya dan ia segera melepaskan cengkraman Alice yang berusaha menahan lengannya. Alice seketika tersadar bahwa Brielle bukan lagi adik kecilnya yang dulu, yang penurut dan selalu takut dengan ancamannya. Kini Brielle telah berubah semenjak bergaul dengan teman-temannya yang bebas tanpa pengawasan orang tua. Keluar masuk bar hanya untuk minum-minum sampai mabuk, hingga gadis itu menjual kesuciannya hanya untuk uang. Padahal selama ini Alice berjuang dan bekerja keras sampai mati-matian untuk dapat membiayai kehidupannya bersama sang adik yang kini hanya tinggal berdua tanpa sosok orang tua. Ia tak pernah mengharapkan sang adik akan menjadi hobi keluar masuk diskotik, bar, hotel walau dirinya sendiri merupakan seorang bariste di sebuah bar untuk mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan mereka berdua selama ini, agar Brielle tidak merasakan hidup susah seperti saat awal-awal keduanya ditinggalkan oleh ibu dan ayah mereka karena kecelakaan lalu lintas. "Oh, ok! Terserah kamu saja, Briel. Tapi mulai detik ini aku tidak lagi bertanggung jawab atas diri kamu. Apa pun yang terjadi aku tidak mau berurusan sama kamu lagi!" bentak Alice yang sangat kecewa dengan sikap adiknya yang benar-benar telah berubah jauh efek terjerumus pergaulan bebas. Walau hatinya sakit harus mengatakan ucapan yang baru saja terlontar, tapi kata-kata itu mengalir begitu saja karena didorong oleh rasa kecewa yang dalam. Kedua mata Brielle terasa panas seketika begitu mendengar penuturan sang kakak. Namun, ia berusaha kuat dan tidak ingin menjadi lemah hanya karena kata-kata Alice yang pada kenyataannya sungguh melukai hati. "Ok, aku juga tidak mau lagi berurusan dengan kamu, seorang kakak yang bawel, selalu membatasi pergaulanku, dan terlalu banyak aturan yang kamu buat selama ini!" balas Brielle dengan begitu teganya dan kemudian berlalu pergi dari hadapan Alice tanpa mau meminta maaf terlebih dulu karena telah menyayat hati sang kakak akibat perkataannya yang tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN