Jessica dan Brendan menaiki Limosin yang dikendarai oleh seorang sopir menuju Menara Eiffel. Mereka duduk manis saling menggenggam, menikmati indahnya pemandangan malam yang mereka lewati sepanjang jalanan kota Paris.
"Brendy, entah kenapa aku merasa semua yang ada di Paris ini terlihat begitu manis. Aku betah ada di sini, bagaimana kalau kita pindah ke Paris saja dan menetap di sini?" tanya Jessica mewarnai percakapan yang tak ada putus-putusnya sejak pergi meninggalkan kamar hotel.
"Kamu tega tinggalin Mommy Gwen sendirian di Los Angeles?" Brendan malah balik bertanya dengan menaikkan sebelah alis tebalnya.
"Enggak tega sih," jawab Jessica yang hampir melupakan Gwen karena saking bahagianya berada di samping Brendan, seakan dunia milik mereka berdua.
"Jadi kita tetap tinggal di Los Angeles, kalau kamu rindu Paris setelah pulang dari sini, aku akan sering-sering mengajakmu ke sini untuk berlibur. Hanya sekedar berlibur, lalu pulang karena rumah kita yang sebenarnya adalah tempat di mana kita dilahirkan." Perkataan Brendan menyadarkan Jessica yang begitu terbuai akan keindahan kota Paris. Kota yang baru sekali ini ia kunjungi.
"Ah iya, kamu benar Brendy. Baiklah, kita akan berlibur ke sini setiap tiga bulan sekali. Bagaimana? Apa kamu setuju?" tanya Jessica yang mulai memikirkan schedule baru untuk mereka berdua supaya semakin dekat di tengah-tengah kesibukan keduanya karena profesi masing-masing, tujuannya agar kesalahpahaman seperti kemarin tidak akan pernah terjadi kembali.
"Aku sangat setuju, Jessy. Apa pun rencanamu setelah ini, aku ikut."
"Ah, thank you Brendy karena kamu sudah mulai mau mendukungku." Jessica kemudian menghambur memeluk tubuh Brendan untuk meluapkan rasa bahagianya malam ini.
Tak butuh waktu lama, keduanya pun tiba di tempat tujuan. Sang sopir segera membukakan pintu mobil dan mempersilahkan sepasang suami istri yang tengah mengulang masa-masa indah honeymoon itu untuk melangkah keluar.
"Selamat menikmati malam yang berbahagia ini, Tuan dan Nyonya Cooper," ucap sopir itu yang kemudian membungkukkan setengah tubuhnya sebelum berlalu pergi.
"Terima kasih sudah mengantarkan kami sampai di sini, Parker. Semoga harimu menyenangkan," balas Brendan begitu ramahnya dengan seulas senyuman yang terus menyungging sempurna menghiasi wajah tampannya yang berbahagia malam ini.
"Sama-sama, Tuan. Senang bisa bertemu dengan kalian." Parker pun kembali masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraan mewah tersebut meninggalkan area Menara Eiffel yang cukup ramai dikunjungi orang-orang dari berbagai mancanegara.
Jessica segera memeluk sebelah lengan Brendan dengan posisi tubuh yang semakin rapat, lalu keduanya melangkah berdampingan, selangkah demi selangkah secara perlahan, menikmati semilir angin dan detik yang berputar di atas karpet merah yang membentang menuju restoran.
"Jessy, dari 1-10 sebutkan kamu sebahagia apa bisa melihat sesuatu yang kamu impikan selama ini?" tanya Brendan mewarnai langkah keduanya yang terasa begitu hangat.
Jessica merasa senang mendapat pertanyaan itu, hingga ia berinisiatif untuk menghentikan langkah keduanya sejenak, tepat sebelum mereka menaiki tangga Menara Eiffel. Jessica lalu mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Brendan, kemudian ia mengalungkan kedua lengannya di leher sang suami seraya menampilkan senyuman yang mengembang sempurna.
"1000. Aku sebahagia itu sekarang. Aku sangat bahagia karena bisa memandangi Menara Eiffel yang cantik ini bersama pria spesial dalam hidupku. Sungguh, ini masih seperti mimpi untukku. Selama ini aku bisa saja pergi ke Paris sebanyak yang aku inginkan, tapi aku tidak pernah mau pergi sendirian karena aku memiliki impian untuk pergi ke Paris dan berfoto di bawah Menara Eiffel yang indah ini bersama pasanganku, dan Tuhan begitu baik, Dia mewujudkan impianku satu persatu hingga aku bisa berada di sini bersama someone special yang sangat berarti di hidupku, yaitu kamu Brendy." Jessica menjawab pertanyaan suaminya dengan jawaban yang begitu lembut dan terdengar tulus dari hati.
Tidak terkira sebahagia apa Brendan saat ini mendengar pengakuan istri tercintanya yang menganggap dirinya begitu berarti dalam hidup Jessica. Kebahagiaan itu tidak dapat disembunyikan tatkala kedua mata Brendan mulai berkaca-kaca karena digenangi oleh bulir-bulir kristal.
"Hei, jangan menangis Brendy. Aku sudah menjawab pertanyaanmu, lalu kenapa kedua matamu malah berlinangan? Apa kamu pikir jawabanku tadi terdengar seperti mengada-ada?" tanya Jessica sembari mengusap kedua pipi mulus suaminya yang terasa mulai dingin karena diterpa semilir angin malam Paris yang cukup kencang.
Brendan menyentuh kedua punggung tangan Jessica yang masih berada di permukaan wajahnya. Lalu ia mengusapnya dengan lembut.
"Jika air mata ini menetes, itu adalah air mata bahagiaku, Jessy. Dan kamu sungguh membuatku kesal malam ini!" jawab Brendan lalu menghembuskan napas berat.
"Aku membuatmu kesal? Memangnya apa yang aku lakukan sampai kamu bisa mengatakan hal itu?" Raut wajah Jessica seketika berubah cemas mendengar pernyataan Brendan, ia berpikir suaminya itu telah mengetahui kebohongannya tentang Patrick.
"Aku kesal karena malah kamu yang membuatku menangis bahagia malam ini, padahal seharusnya aku yang melihat kamu menangis bahagia di sini. Kamu curang!" Seketika perkataan Brendan mampu membuang jauh-jauh rasa cemas yang sempat menyelimuti pikiran Jessica.
Wanita itu langsung mencubit perut Brendan dengan tenaga yang cukup kuat karena telah membuatnya berpikir yang tidak-tidak dan merasa terancam, hingga sang suami merintih kesakitan. "Ih, sumpah ya kamu itu bercandanya nyebelin banget!"
"Aw, sakit Jessy. Ampun, ampun… Aku kan bicara apa adanya sayang." Brendan pun segera merengkuh tubuh istrinya agar berhenti mencubit perutnya yang pasti meninggalkan lecet di sana akibat kuku Jessica yang panjang dan tajam.
"Sudah ah, jangan ngambek gitu. Nanti cantiknya malam ini hilang," goda Brendan seraya mengusap punggung halus istrinya yang terekspos karena mengenakan dress model sabrina.
"Apa kamu tidak penasaran untuk makan di atas Menara Eiffel, Jessy?" sambungnya lagi yang bernada sebuah pertanyaan.
"Penasaran banget dong."
"Kalau begitu ayo kita naik ke atas, aku sudah tidak sabar melihatmu menangis bahagia di atas sana."
Jessica pun cepat-cepat mengurai pelukan suaminya dengan mengerucut kesal. "Berhenti membual kalau ingin cepat-cepat naik ke atas sana, Brendy!" protesnya sembari menghentakkan kaki.
"Baiklah sayang. Sudah, jangan diperpanjang. Ayo rangkul lagi lenganku, sayang!" titah Brendan setelah mengusap permukaan wajah cantik istrinya agar kembali tersenyum dan Jessica pun segera melakukan apa yang suaminya perintah.
Keduanya menyudahi percakapan di bawah Menara Eiffel dan kembali melanjutkan langkahnya untuk menaiki anak tangga.
Langkah kaki Jessica dan Brendan akhirnya terhenti setelah keduanya tiba di restoran Le Jules Vernes. Sebuah restoran mewah yang terletak di tingkat kedua Menara Eiffel ini termasuk dalam deretan restoran paling spesial di muka bumi. Dengan tempatnya yang lebih tinggi, kini Jessica dan Brendan dapat mengedarkan matanya melihat pemandangan Kota Paris lebih jelas dan view yang lebih memikat.
"Amazing. Ini sangat luar biasa, Brendy. Aku masih tidak menyangka akhirnya bisa sampai di sini. Makasih ya, sudah ajak aku dinner di tempat spesial malam ini. Aku makin cinta deh sama kamu," ucap Jessica dan mengakhiri kalimatnya dengan mendaratkan sebuah kecupan mesra di permukaan pipi suaminya.
"Kamu lebih amazing dari semua yang ada di sini, Jessy." Brendan malah menanggapi perkataan istrinya dengan jawaban pujian yang terdengar seperti itu, membuat rona merah menghiasi kedua pipi Jessica.
"Kita harus mengabadikan momen ini, Brendy. Saatnya kita foto!" ajak Jessica yang sudah tidak sabar untuk memotret momen romantis honeymoon keduanya kali ini dan segera mengunggahnya di akun sosial media miliknya.
Tanpa menjawab, Brendan pun langsung setuju atas ajakan istrinya yang instagramable sekali. Berbagai gaya mereka perlihatkan dan bidikan kamera dari ponsel milik Jessica siap memotret setiap gaya sepasang suami istri itu.
"Brendy, boleh fotoin aku sendiri dulu nggak?" tanya Jessica setelah merasa fotonya bersama sang suami telah banyak diambil.
"Sure!" jawab Brendan santai. Lalu mengambil alih ponsel milik istrinya dan siap memotret beragam gaya Jessica yang seakan tak pernah kehabisan gaya.
"Jessy, sudah waktunya kita makan. Ayo kita masuk!" ajak Brendan pada sang istri dan kembali menyerahkan ponsel Jessica kepada sang pemiliknya.
"Kebetulan sekali aku sudah lapar, kalau tidak aku masih mau foto-foto di sini. C'mon, honey!" Jessica melingkarkan sebelah tangannya di tubuh Brendan. Keduanya mulai melangkah memasuki restoran yang tampak mewah luar dalam dengan pelayanan yang sangat baik, karena kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat menggunakan bahasa Prancis oleh pelayan di sana.
Hingga keduanya diantarkan menuju ruang VIP untuk menikmati hidangan makan malam yang dibuat oleh chef profesional milik Le Jules Vernes yang dikenal selalu menghidangkan makanan lezat dan hampir selalu mendapat rating 5/5 dari pelanggan restoran yang merasa puas menikmati hidangan di sini.
"Kenapa harus room VIP?" tanya Jessica yang merasa suaminya terlalu berlebihan. Padahal ia sudah sangat bahagia diajak dinner di atas Menara Eiffel dan tidak masalah jika harus menghabiskan waktu dinner di tempat terbuka sekalipun, tetapi Brendan malah menyewa tempat tertutup demi menjaga privasi mereka malam ini.
"Namanya juga kita lagi honeymoon, jadi butuh tempat tertutup untuk menghabiskan malam kita berdua di sini sambil menikmati makan malam. Sudah ya, jangan protes hanya karena masalah ruangan," jawab Brendan yang lagi-lagi mengecup pipi istrinya dari samping.
Tentu saja perlakuan Brendan yang seperti inilah yang berhasil membuat Jessica merasakan jatuh cinta pada pria itu setiap hari. Bahkan kini Jessica tidak melanjutkan niat untuk mengajukan protes, ia memilih diam dan menuruti perkataan suaminya karena ia percaya Brendan melakukan semua yang ada di depan sana adalah caranya yang berusaha melakukan segala hal untuk membuat Jessica bahagia.
"Beruntung banget aku punya kamu, Brendy. Kamu adalah pria yang paling pengertian dan tahu caranya memanjakan aku. Gimana aku nggak makin falling in love coba sama kamu," bisik Jessica setelah keduanya tiba di ruang VIP dan duduk bersebelahan.
Brendan menoleh ke arah Jessica secara mendadak hingga hidung keduanya saling bertabrakan karena Jessica baru saja selesai membisikkan sesuatu di depan telinganya. Mendapati hal itu, Brendan memanfaatkan kesempatan itu untuk mencium bibir pink istrinya yang sudah sejak tadi begitu menggoda karena terlalu banyak bicara.
Malam ini Jessica dan Brendan menghabiskan malamnya dengan penuh kebahagiaan dan saling berbagi cinta di atas Menara Eiffel sebelum kembali ke hotel. Setiap waktu yang dilalui terkesan berharga, diwarnai dengan air mata bahagia yang mengalir dari kedua sudut mata Jessica dan canda tawa.
Di sela-sela waktu makan malamnya, Jessica menyempatkan sedikit waktu untuk memposting foto mereka tadi di akun sosial media dengan caption yang menggambarkan betapa bahagianya ia menghabiskan waktu berlibur bersama pasangan hidupnya di kota Paris.
Sementara tanpa siapapun ketahui, ada hati seorang pria yang berada di Los Angeles yang terluka dan terasa perih karena melihat postingan foto kemesraan Brendan dan Jessica di sosial media yang sudah ia ikuti sejak lama. Tentunya postingan itu sangat ia nantikan untuk dapat memantau kegiatan apa saja yang Jessica lakukan selama berlibur.
"Happy holiday, Jessy. Nikmati kebahagiaanmu saat ini di Paris. Aku akan menyambut kepulanganmu di sini. Pundakku sudah siap untuk mendengar tangisanmu sebentar lagi," ucap Morgan dengan menarik sebelah sudut bibirnya hingga melengkung ke atas. Kedua matanya begitu dalam menatap wajah cantik Jessica dari akun media milik wanita itu. Bahkan ia menghayal bahwa pria yang ada di samping Jessica saat ini adalah dirinya dan bukan Brendan.