Dilecehkan

1378 Kata
Hingga detik ini Jessica masih menunggu dengan perasaan cemas tak menentu, karena apa yang ia harapkan belum juga terwujud. Brendan tak kunjung menunjukkan tanda-tanda bahwa ia berhasil melewati masa kritisnya setelah menerima serangkai penanganan. Kedua mata wanita itu tampak begitu sembab dengan air mata yang tidak berhenti menetes membasahi wajah sendunya yang lelah. Ia terus memeluk tubuh suaminya dan membenamkan wajahnya di permukaan pada bidang Brendan yang terpasang beberapa alat medis. "Sayang, aku mohon cepat bangun dong. Jangan terus menutup kedua matamu di saat kita sedang bersama. Aku kangen kamu, aku ingin kamu bersikap manja lagi padaku seperti biasanya. Ayo bangun sayang, aku di sini untuk kamu. Aku menunggumu membuka mata. Aku siap melakukan apa pun untuk kamu. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahanku yang sama, aku janji tidak akan marah-marah lagi atau mencurigaimu, dan aku aku janji akan mulai mengerti dengan semua yang kamu lakukan dan juga mendukung pekerjaanmu," pinta Jessica yang terus mengungkapkan janjinya agar Brendan segera membuka mata untuk mengurai perasaan takut kehilangan yang teramat besar sejak mengetahui suaminya menjadi korban tembak yang dilakukan orang-orang tidak bertanggung jawab. Jessica telah mendengar semua penjelasan dari pihak kepolisian mengenai insiden yang menimpa suaminya. Wanita itu meminta kepada pihak kepolisian agar para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal karena telah membuat suaminya berada dalam masa kritis. Rasa marah itu ikut menyelimuti hatinya yang dirundung kesedihan. Di tengah-tengah kecemasan yang menyerang pikiran Jessica, tiba-tiba saja pundaknya disentuh oleh seseorang. Membuat Jessica segera menoleh ke belakang dan mendapati Patrick berdiri di sana. "Jess, ternyata benar apa yang aku dengar dari Ava kalau Brendan menjadi korban penembakan? Maaf aku baru datang ke sini karena aku baru tahu dan sempat tidak percaya dengan kejadian yang menimpa Brendan secepat ini, padahal baru beberapa jam yang lalu aku bertemu dengannya di lantai 2. Aku turut prihatin ya, Jess. Aku berharap Brendan segera melewati masa kritisnya dan secepatnya kembali sadar," ucap Patrick yang masih menunjukkan raut tidak percaya dengan apa yang ada di depan matanya saat ini. Seketika sorot mata Jessica yang semula sendu berubah menajam ketika mendapati sosok pria yang telah membuat Brendan akhirnya berani mengambil keputusan untuk menceraikannya dan berakhir dengan kondisi mengenaskan seperti ini. Jessica pun segera bangkit dari duduknya, berdiri berhadapan dengan Patrick yang selama ini ia anggap hanya sebagai sahabatnya. Sahabat untuk berbagi cerita dan bertukar pikiran. "Puas kamu, Patrick! Puas kamu buat suami aku jadi seperti ini?!" tanya Jessica seraya mendaratkan pukulan keras yang mengenai d**a pria itu. Patrick terkejut mendengar ucapan Jessica yang tidak menjawab perkataannya. Wanita itu malah menyalahkannya atas apa yang menimpa Brendan saat ini. "Maksud kamu apa sih, Jess? Aku tidak melakukan apa-apa pada suamimu? Bukan aku yang menembak Brendan, apalagi sampai membuatnya celaka seperti ini," bantah Patrick atas apa yang Jessica tuduhkan padanya. "Kamu tanya maksud aku apa? Jangan pura-pura sok nggak ngerti deh kamu! Brendan kritis seperti ini gara-gara kamu. Gara-gara kamu bilang yang enggak-enggak sama Brendan tentang kedekatan kita. Kamu gila ya bisa-bisanya bilang sama suamiku kalau kamu suka sama aku? Kamu tuh mikir enggak sih Patrick, hubungan aku sama Brendan itu lagi nggak baik-baik aja. Kenapa kamu malah mengatakan semua itu di hadapan Brendan dan semakin memperkeruh suasana! Kamu tahu enggak sih, gara-gara kamu bilang banyak hal sama Brendan, akhirnya dia mengabulkan permintaanku untuk berpisah, dan karena hal itu pikiran Brendan hancur, dia sampai kehilangan tujuan hidupnya. Dia menyelamatkan dua korban pengeroyokan tanpa strategi dan tanpa senjata, dia pasrah menyerahkan nyawanya demi orang lain. Kamu pikir kenapa dia melakukan semua itu? Itu karena dia merasa hidupnya sudah tidak ada artinya lagi karena perpisahan ini!" ucap Jessica meluapkan rasa kesal dan kecewanya pada pria yang selama ini ia anggap baik dan tulus menjadi sahabatnya. "Lho, bukannya itu kabar baik untuk kamu? Harusnya kamu senang dong karena pada akhirnya Brendan mau melepaskan kamu dan membiarkanmu hidup bahagia tanpa dia. Bukankah itu yang kamu inginkan selama beberapa bulan ini, ingin berpisah dengan Brendan yang tidak pernah mau mengerti tentang kamu?" tanya Patrick yang mulai tidak mengerti dengan jalan pikiran Jessica. "Aku nggak berharap untuk benar-benar berpisah dengan Brendan. Aku hanya mau dia mengerti alasanku yang selalu memintanya untuk menceraikan aku, itu karena pekerjaannya dan karena waktunya tidak pernah dia berikan untukku. Aku ingin dia meninggalkan pekerjaannya dan lebih memilih aku. Hanya itu yang aku harapkan. Tapi karena kamu mengatakan hal yang macam-macam pada Brendan, hancur sudah harapanku karena akhirnya dia mengabulkan permintaanku untuk bercerai. Harusnya malam ini hubunganku dengan Brendan sudah membaik sejak dia menyusulku ke rumah sakit ini. Dia datang ke sini untuk memperbaiki hubungannya bersamaku, dia masih berjuang untuk mempertahankan pernikahan ini karena dia juga tidak ingin kehilangan aku. Kenapa sih Patrick, kenapa kamu hancurkan harapanku? Sekarang kamu tidak hanya menghancurkan harapanku, mimpi-mimpi indahku, tapi kamu juga menghancurkan perasaanku karena aku harus melihat suamiku terbaring lemah seperti ini…" amarah Jessica semakin meletup-letup melihat ekspresi tidak bersalah yang Patrick tampilkan. Tidak sama sekali. "Jessica bagaimana bisa kamu tidak memiliki pendirian seperti ini? Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu saat ini. Selama 6 bulan ini yang aku tahu kamu ingin berpisah dengan Brendan dan memberiku ruang untuk mendekatimu. Apakah salah jika pada akhirnya aku jatuh cinta padamu karena merasa nyaman dengan kedekatan kita selama ini?" tanya Patrick dengan dahi yang mengernyit. "Siapa yang bilang Patrick, selama ini aku deket sama kamu dan menganggap kamu hanyalah sahabat aku, tidak lebih. Aku tidak pernah menyukaimu dan aku tidak berharap untuk dekat denganmu lebih dari sekedar sahabat. Cintaku hanya milik Brendan dan kamu harus tahu itu! Sekarang ini aku bener-bener kecewa sama kamu, jadi lebih baik menghilanglah dari hadapanku. Aku sudah tidak mau lagi bersahabat dengan kamu. Pergi dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" usir Jessica yang sungguh merasa sakit hati dengan tindakan Patrick yang pada akhirnya membuat Brendan pasrah dan menyerahkan nyawanya untuk menyelamatkan nyawa orang lain. "Jess, kamu nggak bisa gini dong. Aku enggak bisa diginiin setelah kamu memberiku harapan selama kita dekat 6 bulan ini. Selama itu juga aku selalu mengharapkan kamu, dan setia menanti kamu resmi bercerai dengan Brendan!" Patrick menolak mentah-mentah keinginan Jessica yang meminta dirinya pergi walau Jessica telah mengusirnya. "Apanya yang nggak bisa? Maksudnya kamu memaksa aku untuk membalas perasaan kamu? Sorry ya Patrick, sampai kapanpun cintaku hanya untuk Brendan sekalipun kalau pada akhirnya aku dan dia harus berpisah. Jadi please, tidak perlu berharap banyak karena aku tidak akan pernah mau membalas perasaanmu. Terlebih kamu adalah alasan yang telah membuat Brendan jadi seperti ini!" Tanpa rasa takut Jessica memberontak, bahkan ia dengan berani memukuli dadah Patrick hingga pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. Pikiran Patrick yang ditutupi oleh rasa kecewa karena patah hati mendengar perkataan Jessica, membuat pria itu gelap mata dan melakukan pelecehan terhadap Jessica. Patrick menahan kedua tangan Jessica yang terus mendorong tubuhnya jauh ke belakang hingga membentur tembok. Lalu Patrick memutar posisinya hingga kini giliran tubuh Jessica yang bersandar di tembok, membuat pria itu leluasa untuk melakukan apa pun terhadap wanita yang telah membuatku tergila-gila. "Lepas! Patrick, kamu jangan macam-macam sama aku ya!" berontak Jessica yang seketika merasa takut dengan apa yang hendak Patrick lakukan terhadapnya saat ini. Wanita itu berusaha keras untuk melepaskan kedua tangannya dari genggaman Patrick yang mencengkramnya begitu kuat. "Nggak, Jess! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepaskan kamu. Kamu sudah membuatku jatuh cinta dan berharap begitu banyak. Jadi kamu harus bertanggung jawab atas perasaanku! Kamu harus menjadi milikku!" ucap Patrick dengan suaranya yang mulai terdengar begitu serak dan menampilkan sisi gelapnya. Sisi yang tidak pernah ia tampilkan di hadapan Jessica selama ini. "Gila kamu ya! Lepas atau ak…" belum usai Jessica menyelesaikan kalimat yang berisi ancaman, tanpa disangka-sangka Patrick langsung membungkam mulutnya dan menghentikan perkataannya. Jessica sangat terkejut dengan apa yang ia alami saat ini. Ia tidak menyangka Patrick akan tega melakukan hal serendah ini terhadapnya. Terlebih pria itu melakukannya di dalam ruangan di mana tempat Brendan dirawat intensif setelah dipindahkan dari ruang IGD. Jessica memberontak, mendorong tubuh Patrick dengan sekuat tenaga walau hingga saat ini kedua tangannya masih dicengkeram erat oleh pria itu. Hingga pada akhirnya Patrick merubah posisi kedua tangan Jessica dan menempelkannya di permukaan dinding, tentu saja hal ini semakin membuat Patrick dapat mengunci erat pergerakan wanita yang berada dalam kuasanya saat ini. Bukan hanya itu saja, Patrick juga sengaja menginjak kedua kaki Jessica agar wanita itu tidak dapat melakukan perlawanan atas apa yang ia lakukan saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN