Hari yang ditunggu tunggu pun tiba. Tim bersama dengan para peserta dan kru berangkat bersama ke Pulau Saba Gili. Untuk menghindar dari kericuhan, Ryuga Guinendra tiba lebih dulu dan mendapatkan posisi duduk di bagian depan. Yuma duduk di sampingnya.
Sampai akhinya lima perempuan yang merupakan peserta dari Dating Inferno pun tiba. Chiko dan Juna saling menyikut melihat kecantikan para perempuan tersebut. Mina menghampiri mereka dan ikut bergabung membahasnya.
"Tim casting boleh juga pilih perempuan," Mina diam diam memperhatikan mereka.
"Karena ini melibatkan Ryuga, selain tim casting, Mbak Gita terjun langsung memilih dan memutuskan para peserta tersebut," ungkap Chiko.
"Oh I see, cuma satu yang menggangguku, itu yang paling ujung, bajunya kurang bahan atau apa?" Mina geleng geleng kepala.
"Iya itu juga yang ada di kepalaku," Chiko tergelak.
"Siapa dia?" tanya Juna.
Chiko mengeluarkan tabletnya dan memperhatikan foto para peserta dengan para perempuan yang ada di hadapan mereka.
"Tidak heran, ternyata si baju kurang bahan itu model. Haru, 29 tahun," ucap Chiko.
"Dia terlalu cuek, bagaimana kalau di pulau diserang binatang?" Mina geleng geleng kepala.
"Ada aku.." Juna terkekeh. "Aku akan menyelamatkannya."
Mina hanya memukul Juna, "Model secantik dia, apa mungkin memilih seorang asisten sutradara?"
"Eitss jangan anggap remeh aku. Begini begini, perempuan sering pusing lihat aku," Juna tertawa.
"Pusing sampai ingin muntah," Mina menunjukkan ekspresi tidak suka.
Chiko hanya tertawa terbahak bahak.
"Ah sudah, cepat, kita naik ke pesawat. Pertama kali naik private jet, kita nikmati perjalanan ini," Mina naik tangga pesawat dengan semangat.
Ia mencari tempat duduk di dekat Rei.
Ternyata Rei sedang duduk sendiri sambil membaca skrip yang sudah dibuatnya. Di depannya ada Ryuga Guinendra dan Yuma.
Oww.. Aku bisa menatap sesekali si tampan itu.
"Hai hai.." Mina mendekat dan duduk di samping Rei.
"Hai.. Sudah pada naik semua?" Rei menoleh ke arah kursi belakang.
"Sudah. Chiko lagi cek semua," jawab Mina.
Ia lalu meremas lengan Rei dan mencubitnya perlahan. Mina lalu berbisik, "Ih kita duduk di belakangnya."
Rei hanya tersenyum, "Sengaja, Kita jadi semacam tim bodyguard."
Tiba tiba ada pemberitahuan kalau pesawat akan segera lepas landas. Semua segera mengenakan sabuk pengaman dan bersiap untuk terbang.
Pesawat pun terbang tinggi.
Di perjalanan, Rei membaca ulang skrip dan memutuskan untuk merubah adegan awal.
"Min, aku terpikirkan sesuatu.Tadinya aku berpikir, akan sulit bagi kita untuk merahasiakan keberadaan Ryuga dari para peserta karena berangkat bersama sama. Tapi ternyata, para perempuan itu sepertinya belum menyadari keberadaannya," ungkap Rei.
"Itu sebabnya di episode awal kita menampilkan langsung interaksi Ryu dan para perempuan tersebut. Tapi sekarang, aku berubah pikiran," ucap Rei.
"Aku pikir kita rubah scene awal fokus pada aktivitas para perempuan itu saja dulu, dan Ryuga muncul di akhir episode pertama. Ini seperti hook yang membuat orang jadi penasaran episode berikutnya. Episode pertama ini sangat sangat penentuan," Rei menarik nafas panjang.
"Meski ini tidak live tapi Kenta harus menyesuaikan pengambilan gambar," ucap Rei lagi.
"Ok, tidak masalah," Mina mengangguk.
Rei lalu melepas sabuk pengamannya dan bicara pada Kenta untuk menjelaskan rencananya barusan. Kenta mengangguk angguk setuju. Ia pun langsung mengeluarkan tabletnya dan melakukan revisi scene.
"Ok, nanti aku atur," ujar Kenta.
Rei kemudian melangkah ke bangku Ryuga, "Ehm, maaf, apa bisa bicara sebentar? Ada perubahan scene yang mau saya bicarakan."
Yuma membuka sabuk pengamannya, "Kalian bisa bicara di sini saja langsung. Aku pindah dulu ke belakang."
Rei mengangguk.
Ia pun duduk di samping Ryuga, di posisi Yuma sebelumnya duduk.
"Sori, tapi ada perubahan scene awal yang akan kita ambil. Jadi nanti scene awal soal perempuan perempuan tersebut. Kita akan tampilkan profil mereka dan interaksi antar para peserta," jelas Rei. "Setelah itu ada beberapa scene yang mengambil aktivitasmu secara sepotong sepotong tanpa menampilkan tubuhmu secara utuh. Kita buat audience bertanya tanya."
"Nah di akhir episode pertama baru memunculkan scene kamu secara utuh," Rei menerangkan.
Ia kemudian menatap Ryuga yang tersenyum mendengarkan ucapannya.
"Whatever," Ryuga menggerakan bibirnya tanpa suara.
Rei mengatupkan bibirnya, "Ya sudah."
"Itu saja?" Ryuga menahan senyumnya.
"Oh ya, nanti kita tempatkan kamu terpisah dari para peserta itu. Setelah mendarat, harap bersabar menunggu mereka menuju lokasi terlebih dahulu, baru kamu keluar pesawat," ungkap Rei lagi.
"Ok," Ryuga tersenyum menatapnya.
Tanpa berkata kata, Rei bangkit dari kursinya, tapi Ryu tiba tiba saja menarik tangannya agar kembali duduk di sampingnya.
"A-ada apa?" Rei bingung dengan sikapnya.
"Temani aku," ucap Ryu.
Rei sedikit tidak enak hati. Ia melirik dari sela sela kursi ke area di belakangnya. Mina dan Yuma terlihat memejamkan mata.
Mereka sepertinya tidur dan tidak menyadari kejadian barusan.
Rei akhirnya duduk di samping Ryuga.
Toh aku juga tidak bisa pindah ke belakang, Yuma tidur.
"Si Yuma kalau naik pesawat begini pasti tidur. Dia takut ketinggian," ucap Ryuga. "Jadi temani aku."
"Kenapa kamu minta aku menemanimu?" tanya Rei sambil mengatupkan bibirnya.
"I'm the star of your show.. Kenapa tidak?" Ryuga bertanya balik.
Rei terdiam. Begitupun juga Ryuga.
Keduanya berdiam diri dalam kesunyian.
Tiba tiba ada guncangan mendadak dari pesawat.
"Oh, apa ini?" Rei langsung mengenakan sabuk pengamannya.
Pramugari yang stand by di pesawat mengarahkan mereka untuk mengenakan sabuk pengaman. Pilot memberitahu situasi karena cuaca yang tidak menguntungkan sehingga akan ada beberapa guncangan yang mungkin terjadi.
Rei meremas tangan kursinya dengan kuat setiap kali guncangan itu terjadi. Ryuga menatapnya dan kemudian menautkan jari jemarinya. Rei terkaget kaget melihat kelakuan Ryu.
"Apa yang kamu lakukan?" Rei berusaha melepaskan tautan tersebut.
"Andai penerbangan ini bermasalah, bukankah lebih baik kita bersama sama daripada sendirian?" Ryu bicara pelan.
Guncangan kembali terjadi, Rei pun meremas jari jari Ryu dengan kuat. Ia hanya bisa memejamkan mata dan berdoa.
Tiba tiba saja, ada pemberitahuan mendadak dari pilot. Akibat cuaca yang tidak memungkinkan, mereka harus melakukan pendaratan darurat di pulau terdekat.
"A-apa?" Rei membuka matanya. "Lalu bagaimana..."
"Sudahlah. Apa kamu lebih mementingkan syuting daripada keselamatan kita semua?" tanya Ryuga.
"A-aku tahu.. Tapi.." Rei menatap Ryu.
Tiba tiba guncangan kembali terjadi, Rei tidak melanjutkan ucapannya dan memilih untuk berdoa sambil memejamkan mata.
Ryu memperhatikan perempuan di sampingnya itu.
Tidak ada angin, tidak ada hujan, ia menunduk dan mendekat ke arah Rei. Ryu mengecup singkat bibir perempuan yang pernah menjadi kekasihnya tersebut.
Rei membelalakkan mata dengan kaget.
Di saat yang sama, pesawat mendarat dengan kasar. Bunyi keras terasa mengganggu pendengaran hingga masker oksigen pun turun di kursi masing masing.
"Ciuman ini jadi rahasia kita," Ryu menahan senyumnya saat menyadari mereka mendarat dengan selamat.