Rei hanya bisa diam menatap Ryu. Nada suaranya yang berubah tajam mendadak membuatnya tidak enak hati.
".. Kalau itu maumu, aku tidak akan menunjukkan pernah mengenalmu," Ryu mengulang ucapannya.
"Bu-bukan mauku.." Rei tak sanggup menghilangkan rasa gugupnya.
"Lihat aku," Ryu kembali bicara.
Rei mengangkat kepalanya menatap wajah Ryu yang luar biasa tampan dan bersinar. Mantan kekasihnya itu mendekat. Lehernya tertekuk hingga wajah mereka saling berhadapan.
Kepala Ryu menunduk dan menyisakan jarak tipis antar keduanya. Bahkan hidung Ryuga yang mancung dan besar menyentuh kulit pipinya. Desah nafasnya terdengar jelas di telinganya.
Secara reflek, Rei langsung menunduk untuk menghindar. Tubuhnya mendadak panas. Matahari seperti berada di puncak kepalanya.
Apa aku demam? Apa aku terkena virus?
Ryu mengeluarkan suara tawa pelan. Ia berbisik di telinga Rei, "Wajahmu memerah. Apa yang terjadi?"
"Ini seperti pertemuan pertama kita, yang sesungguhnya, bertahun tahun lalu.." Ryu menunduk hingga dahinya menyentuh kening Rei. "Kita saling mengenal Rei, jangan bilang kita tidak saling mengenal."
Keduanya hanya diam beberapa saat dan saling bertatapan.
Sejak hubungannya dan Ryu berakhir, ia belum pernah lagi menjalin hubungan dengan siapapun, seistimewa itu lelaki ini di hatinya. Tapi, ia mencoba move on dan ternyata bisa.
Namun sekarang...
Rei tahu.. Sesuatu meledak di dalam dirinya.
Ada gugup, ada rindu.
Lelaki ini ghosting dan menghilang begitu saja, Sekarang, kenapa bersikap seperti ini?
Tiba tiba saja, satu tangan Ryu bergerak turun dari dinding dan membelai pipinya dengan lembut.
"Kamu memotong rambutmu?" Ryu menggumam. "Aku lebih suka rambut panjangmu."
Rei hanya diam membisu. Entah apa yang terjadi, tapi ia tak sanggup bergerak, tak bisa berkata kata, dan tak tahu harus berbuat apa.
Mata mereka saling menatap dan tak ada suara sedikitpun. Hanya usapan tangan Ryu naik turun di pipi Rei.
Apa yang terjadi? Ada apa dengan lelaki di hadapannya ini? Kenapa bicara seperti tadi setelah tiba tiba menghilang?
Tiba tiba, kepala pemain sepak bola ternama itu semakin menunduk. Tangannya menyentuh dagu Rei hingga kepalanya terangkat.
Rei hanya bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.
Dag, dig, dug, dag, dig, dug...
Oh.. I miss you..
Rei merasakan kalau nafasnya menderu lebih cepat. Kedua tangannya mengepal meremas celana yang dikenakannya. Secara otomatis, Rei memejamkan mata.
Hidung Ryu menyentuh puncak hidungnya. Wajahnya begitu dekat, sangat dekat.
Apa yang akan terjadi dalam beberapa detik kedepan?
Namun tiba tiba, ada suara memanggil.
"Ryu, kamu dimana? Makanan sudah datang," terdengar suara Yuma.
Apa yang tadi mendekat, seketika langsung menjauh.
Rei membuka matanya dengan cepat. Ia gugup sekali.
Ryu tersenyum menatapnya. Tanpa berkata kata, ia membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali ke ruang tengah.
Rei langsung ambruk ke lantai. Tubuhnya lemas.
Apa yang terjadi barusan? Apa aku dan Ryu hampir saja berciuman? Oh. My. god! Apa aku bisa normal di hadapannya?
"Rei.." Mina tiba tiba menghampirinya dengan panik. "Apa yang terjadi? Kenapa duduk di lantai begitu?"
"Ti-tidak.. Tapi karpet kamar hotel ini empuk sekali dan halus. Aku.. Aku.. Betah duduk di sini.." Rei menjawabnya asal asalan.
Mina tergelak, "Ada ada saja. Aku mencarimu. Makanan sudah datang."
"O-ok..." Rei mengangguk.
Mina mengulurkan tangannya dan membantu Rei berdiri. Ia pun bangkit dari lantai dan berjalan menuju ruang makan dengan perasaan tak menentu.
Kirei! Kamu tenang saja. Tenang, tenang... Jangan terbawa suasana. Anggap saja kejadian tadi itu mimpi... Dan sekarang kamu baru bangun tidur.
Ia pun memasang wajah tanpa dosa dan duduk di meja makan dengan posisi jauh dari Ryuga.
Mereka makan sambil mengobrol banyak hal, soal sepakbola, dunia televisi, dan banyak lagi.
"Oh ya," Yuma menatap Rei. "Kelima perempuan yang akan menjadi para peserta 'Dating Inferno', apa sudah ada datanya?"
Rei mengangguk, "Sudah."
"Apa bisa aku minta?" tanya Yuma. "Pada prinsipnya kita tidak akan intervensi soal pemilihan peserta tersebut, tapi Ryu harus tahu."
"Bagaimana kalau salah satu dari perempuan itu adalah masa lalunya? Atau mungkin Ryu mengenalnya... Akan tidak fair buat yang lain kalau seperti itu bukan?" Yuma menerangkan.
"Selain itu, kita juga harus menghindar dari skandal. Jangan sampai ada mantan kekasih Ryu yang menjadi peserta," ucapnya lagi.
"Ma-mantan kekasih?" Mina langsung penasaran.
Ia menatap Ryu yang sedang asyik menikmati makan siangnya.
"Iya," Yuma mengangguk. "Setiap orang punya masa lalu. Begitupun Ryu. Dia juga penah memiliki kekasih di masa lalu.."
"Si-siapa?" Mina secara reflek langsung bertanya.
Chiko yang duduk di sebelahnya langsung menyikutnya.
"Eh euh maaf," ucap Mina. "Aku kok reflek bertanya."
"No problem," Ryuga menjawab pendek.
Yuma tersenyum, "Rasa ingin tahu itu wajar. Semua perempuan di dunia ini mungkin penasaran. Siapa yang bisa menaklukkan hati Ryuga Guinendra?"
"Mungkin itu misteri hati," lanjutnya.
Ryuga hanya tergelak tanpa berkata sepatah katapun, meninggalkan Mina dengan rasa penasarannya yang menggunung.
Aduh.. Aku penasaran berat.
"Jadi, boleh minta daftarnya?" tanya Yuma.
"Oh, ya," Rei mengangguk sambil mengeluarkan tabletnya lalu memperlihatkan satu file pada Yuma.
Yuma memperlihatkan foto kelima perempuan tersebut pada Ryu, "Ada yang kamu kenal?"
Ryu menggeleng, "Tidak. Semua orang asing."
Ia dan Yuma lalu membaca data setiap peserta perempuan tersebut.
1. Haru
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Model
2. Marri
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Chef
3. Nara
Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa S2
4. Emica
Usia : 27 tahun
Pekerjaan : Pramugari
5. Tami
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Perawat
"Data lengkap seperti sekolah, kota kelahiran, tanggal lahir, ada di slide berikutnya," jelas Rei.
Yuma menggeser slide berikutnya dan membaca kalau tidak ada satupun dari perempuan ini memiliki kesamaan latar belakang sekolah ataupun asal usul yang sama seperti Ryu.
"Aman sepertinya," ucap Yuma sambil kembali menyerahkan tablet tersebut pada Rei.
Tak lama, makanan di piring masing masing habis tak bersisa. Kenta menatap Rei memberikan kode untuk berpamitan.
Rei mengangguk sebagai tanda memahami.
"Terima kasih atas makan siangnya," Rei tersenyum. "Kami pamit dulu."
"Iya thanks," Yuma menjawabnya. "Sampai ketemu nanti hari keberangkatan."
"Aku minta updatenya," ia menatap Chiko.
"Siap," Chiko menyalaminya.
Mereka bersalaman dan berpamitan. Rei berusaha keras menahan perasaannya agar lurus lurus saja. Begitupun Ryu.
Rei hanya bisa menunduk dan melangkah keluar dari kamar hotel Ryuga Guinendra.
Lelaki itu memang poker face.
Di depan orang orang dia terlihat biasa biasa saja. Tapi saat sedang berdua, dia berubah menjadi Ryuga yang dulu aku kenal.
Kenapa kamu tiba tiba hadir lagi dalam hidupku?