Suasana kantin rumah sakit yang cukup ramai itu terasa hening di telinga Rama. Bahkan, waktu seolah berhenti berputar mendengar pengakuan Jenie. Siapa kira Jenie akan mengatakan kalimat itu, mengatakan perasaannya padanya. Lalu, bagaimana dengannya? Apakah ia harus tetap menjadi pecundang dengan menyembunyikan apa yang ia rasa? Jenie masih tertunduk di mana sudut bibirnya terangkat menciptakan senyum kecut. Rama hanya diam, pria itu tak mengatakan sepatah kata. Apakah dirinya yang terlalu percaya diri Rama juga memiliki perasaan yang sama dengannya? Sementara kenyataannya tidak. Sret! Derit kursi terdengar saat Jenie bangkit dari duduknya. “Aku ke toilet dulu,” ucapnya dan segera pergi meninggalkan Rama. Rama masih terdiam dalam posisi kemudian menoleh menatap punggung Jenie saat te