22

1301 Kata
Setelah mencari makan, Tiffany kembali ke kamar Kriss untuk melihatnya. Laki-laki itu masih tidur dan memejamkan matanya rapat, mungkin saja tadi dokter Anya memberikan obat tidur untuk laki-laki itu. "Apa kamu sudah tidur?" Tanya Tiffany pada Kriss yang memejamkan matanya itu. Tidak ada jawaban yang diberikan oleh Kriss membuat Tiffany menghela napasnya panjang dan memilih untuk bersandar pada dinding yang tak jauh dari tempatnya itu. Tiffany duduk dan bersandar pad dinding, kedua tangannya bergerak memegangi kedua kakinya. Tiffany menundukkan kepalanya dan membiarkan wajahnya tidak terlihat, tertutupi oleh rambut panjangnya yang berantakan. Sebenarnya Tiffany benar-benar lelah hidup seperti ini, orang-orang ayahnya itu benar-benar tidak bisa di ajak bicara lagi, bagaimanapun juga bagaimana mungkin mereka memperlakukan Kriss sampai seperti ini, apa mereka tidak memiliki sedikitpun hati nurani? Benar-benar sangat menyedihkan. Tiffany benar-benar kasihan pada dirinya sendiri yang memiliki orang tua yang begitu kejam itu. Andai saja dirinya tak memiliki keluarga seperti ini, apakah dirinya akan memiliki kisah hidup yang lebih baik? Suara pintu terbuka membuat Tiffany mengangkat kepalanya dan menatap ke arah dokter Anya yang berdiri di tengah pintu itu. "Apa ada sesuatu lagi dok?" Tanya Tiffany tanpa berniat untuk berdiri. Dirinya benar-benar kesal karena melihat dokter Anya yang kembali ke kamar Kriss seperti ini. Padahal jelas-jelas wanita itu tak pernah seperti ini sebelumnya. "Ada yang ketinggalan," kata Dokter Anya yang langsung saja mengambil sesuatu yang berada tak jauh dari tempat Kriss saat diperiksa tadi. "Apa anda butuh sesuatu? Anda susah tidur lagi?" Tanya dokter Anya pada Tiffany sebelum dirinya benar-benar pergi meninggalkan kamar Kriss. "Tidak, aku hanya berpikir jika saat ini aku punya saingan cinta." Jawab Tiffany dengan terang-terangan. Dokter Anya yang mendengarnya pun langsung terdiam, matanya menatap ke arah Tiffany dan juga Kriss secara bergantian. "Saya tidak suka pada laki-laki itu mbak." Kata dokter Anya yang langsung saja membuat Tiffany mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah dokter Anya dengan tajam. Tiffany berdiri dan berjalan mendekati dokter Anya yang berada tak jauh darinya itu. "Apa dokter tidak merasa jika tadi anda memperlakukan rekan kerja saya dengan sedikit spesial? Membantunya meminum obat seolah-olah Anda adalah kekasihnya, dan sekarang anda mengatakan jika anda tidak menyukainya, apa saya harus percaya begitu saja?" Tanya Tiffany yang akhirnya berdiri di depan dokter Anya setelah beberapa kali melangkahkan kakinya ke depan. Dokter Anya terdiam, matanya menatap lurus ke arah Tiffany yang salah paham itu. Tentu saja dokter Anya tahu kalau Tiffany itu bukanlah orang yang mudah, banyak orang yang mencoba mendapatkan perhatiannya tapi tidak satu orangpun yang berhasil mendapatkan perhatiannya. Wanita itu benar-benar sangat dingin dan tidak dapat disentuh oleh siapapun yang ingin memanfaatkannya untuk naik ke tempat yang lebih tinggi. Tiffany pernah berniat untuk mengakrabkan diri dengan Tiffany, tapi dirinya tidak bisa karena melihat betapa tak tersentuhnya wanita itu. Jelas-jelas dirinya bisa melihat jika Tiffany bersikap ramah hanya pada orang-orang tertentu saja, tidak pada semua orang yang bekerja sama dengannya. "Sebelumnya aku tidak pernah benar-benar tertarik pada kaki, jadi jika kamu memiliki pikiran, lebih baik mundur dan jangan berpikir untuk bersaing denganku, karena aku tidak akan mengalah." Lanjut Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya menganggukkan kepalanya cepat. "Tapi apakah dia juga menyukai anda?" Tanya dokter Anya memberanikan diri. Dokter Anya pun tidak tahu, bagaimana sebenarnya hubungan antara dua orang yang saling mencintai itu? Selama ini dirinya merasa sangat jauh pada hal itu meskipun dirinya telah memiliki pasangan. Dirinya juga selalu mendapatkan kekecewaan dari kekasihnya yang selalu ketahuan bermain dengan wanita lain. "Tidak, tapi aku tidak akan menyerah untuk mendapatkannya." Jawab Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya tersenyum saat mendengarnya. Tiffany yang melihat senyuman dokter Anya pun merasa kesal, kenapa juga wanita itu meledeknya hanya karena dirinya belum mendapatkan balasan cinta dari Kriss? Apa dokter Anya tidak takut mendapatkan masalah darinya? Dokter Anya duduk di lantai dan membuat Tiffany semakin melotot saat melihatnya, benar-benar kesal saat melihat wanita itu bukannya pergi malah duduk. "Saya sudah punya pasangan." Kata dokter Anya yang langsung saja membuat Tiffany terdiam. Tiffany ikut duduk dan menatap lurus ke arah dokter Anya, mencari adanya kebohongan yang disampaikan oleh wanita itu. Tiffany benar-benar tidak bisa lengah begitu saja hanya karena dokter Anya mengatakan jika dia sudah memiliki kekasih. "Setiap kali saya mendapatkan laporan dari seseorang yang dekat dengan saya, mereka mengirimkan sebuah foto atau video yang memperlihatkan pasangan saya pergi dengan wanita lain ke dalam hotel." Lanjut dokter Anya dengan mata kepala yang menunduk dalam. Tiffany terdiam, sebenarnya dirinya tidak ingin percaya, tapi melihat dokter Anya yang terlihat murung membuatnya sedikit iba. "Apa dokter pernah berhubungan dengannya?" Tanya Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya mendongakkan kepalanya dan menggelengkan kepalanya cepat. Tiffany menghembuskan napasnya pelan, di jaman seperti ini siapa yang tidak melakukan hubungan seperti itu saat menjadi pasangan kekasih? "Berapa lama hubungan Anda dan kekasih anda berlangsung?" Tanya Tiffany lagi. "Sudah lama, hubungan kami ditentang oleh keluarga kekasih saya karena saya tidak pernah memiliki waktu untuk meninggalkan tempat." Jawab Dokter Anya yang langsung saja membuat Tiffany terdiam saat mendengarnya. Benar-benar wanita yang malang. Itulah yang saat ini dikatakan oleh Tiffany dalam hati. Bagaimana tidak? Wanita itu terjebak di sini dan membiarkan kekasihnya begitu saja. Sedangkan kekasihnya memiliki tabiat buruk seperti itu. Mengingat hal itu, Tiffany menoleh ke arah Kriss, laki-laki itu juga menolak saat dirinya mengajak berhubungan lebih jauh. "Lalu apa yang dokter Anya pikirkan saat ini?" Tanya Tiffany yang langsung saja dijawabi gelengan oleh dokter Anya. Tiffany berdecak pelan, begitu saja tidak tahu jawabannya. Apa wanita itu benar-benar lemah pada pasangannya? "Weekend ayo pergi temui kekasih dokter Anya, setidaknya kita bisa lihat bagaimana kelakuan dia yang sebenarnya." Ajak Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya terdiam. "Selama ini Anda hanya mendapatkan laporan bukan? Dan laporan itu bisa saja dibuat-buat hanya untuk memisahkan anda dari kekasih anda, karena anda tahu sendiri jika orang tua kekasih anda tidak setuju dengan hubungan Anda dan kekasih anda." Lanjut Tiffany mulai serius. "Saya sudah pernah melihat dia kencan dengan wanita lain, mungkin jika di hitung ada kalau lima kali?" Jawab Dokter Anya yang langsung saja membuat Tiffany tak percaya saat mendengarnya. "Anda sudah gila, lebih baik sekarang anda keluar dan minum obatnya, apa perlu saya panggilkan dokter juga?" Balas Tiffany dengan cepat, dirinya benar-benar meradang saat mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh dokter Anya. Bukannya apa, jelas-jelas wanita itu sudah mengetahui jika kelakuan kekasihnya seperti itu, tapi masih saja dipertahankan. Apalagi jika bukan gila? "Cari penyakitnya saja!" Maki Tiffany dalam hati. "Benar, sepertinya saya benar-benar butuh obat." Balas dokter Anya yang masih diam ditempatnya. Tiffany terdiam, mengambil napasnya panjang dan menghembuskannya lagi dengan perlahan. "Dok, jangan dipikirkan lagi, biarkan laki-laki seperti itu pergi. Apa dokter tidak j*jik membayangkan pasangan dokter sudah jajan kemana-mana? Iya kalau sehat, kalau kena penyakit? Dokter mau mengabdikan diri dokter untuk merawatnya saja?" Kata Tiffany menasehati. "Hanya dia yang dekat sama saya, saya tidak tahu harus berbuat apa jika tidak ada dia." Jawab Dokter Anya lagi. Tiffany terdiam. Benar, ia hampir saja melupakan jika semua orang punya pemikirannya masing-masing. Dirinya sudah dilatih mandiri sejak dini, jadi dirinya tidak terlalu terkejut saat kehilangan ibunya, karena Tiffany pun cukup cepat untuk bangkit dari setiap masalahnya. "Saya anak tunggal dan tidak memiliki keluarga lagi, saya juga tidak memiliki banyak kenalan." Lanjut dokter Anya lagi. "Dokter bisa mendekati Anto bukan? Dia orangnya enak diajak ngobrol, apalagi soal begituan." Balas Tiffany mengusulkan. "Jangan coba-coba dekati dia," lanjut Tiffany seraya menunjuk ke arah Kriss yang masih sangat pulas itu. Dokter Anya terdiam, menatap ke arah Kriss cukup lama. Tiffany yang melihatnya tentu saja risih dan memilih untuk mengulurkan tangannya dan menutup mata dokter Anya dengan telapak tangannya itu. "Baiklah, kita saja yang berteman." Putus Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya tersenyum tipis. Tiffany benar-benar terlihat lucu saat ini, tidak terlihat seperti biasanya yang dingin dan tidak tersentuh itu. Sekarang dokter Anya tahu, Tiffany memang memiliki tampang seperti itu, karena kenyataannya hatinya lebih baik daripada dugaannya. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN